Akhir

70 21 6
                                    

Persiapan yang sudah matang dan mantap, pemilihan untuk tugas masing-masing yang sangat pas, membuat kelompok Elin, Rasya dan Abi mendapat nilai sempurna dari sang guru, bahkan guru sampai tak ragu-ragu untuk memuji bakat mereka. Menjadikan kelompok mereka sebagai kelompok yang paling bagus dikelas bahasa.

Karna keberhasilan itu pula, Elin berkehendak untuk merayakannya dikantin. Iya mengajak Abi dengan paksa, tau sendiri bagaimana susahnya Abi kalau diajak keluar kelas.

"Rasya buru!" seru Elin yang sudan tak sabaran, membuat Rasya dengan buru-buru memasukan buku paketnya kedalam tas.

"Ck, sabar dulu kek, biasanya juga lo yang lambat kaya siput," kesal Rasya yang tak suka dipaksa cepat.

"Itu lo tau, makannya ayok buruan."

"Iya ... iya bawel." Rasya berjalan menyusul Elin yang sudah ada dibangku Abi yang paling depan, tapi baru saja beberapa langkah, pergelangan tangannya terasa ada yang megegam, membuatnya berhenti sebentar. Rasya memandang kesamping untuk melihat siapa pelakunya.

"Lo mau apa?, lepasin tangan gue!" jutek Rasya, yang tiba-tiba mendadak kesal saat melihat siapa orang itu.

"Nggak, gue mau ngomong sama lo." Orang itu mengeratkan pegangannya, membuat Rasya langsung menyentak tangan orang itu, dan mendorong pelan tubuhnya.

"Gue nggak ada waktu," jawab Rasya penuh penekanan, matanya menatap Abdi tajam, iya orang itu memang Abdi.

Abdi langsung menakupnya kedua tangannya, memasang wajah memelas dengan mimik muka memohon. "Bentar aja pliss."

Elin sempat menimbang beberapa menit, hingga iya kembali memandang kearah depan. Disana Abi Dan Elin tampak masi menunggu. "Kalian duluan aja, nanti gue nyusul," suruh Rasya.

"Tapi Ras_

"Udah nggak usah kwatir sama gue," potong Rasya cepat.

Elin akhirnya pasrah, mengajak Abi kekantin duluan, yang memang langsung dibalas anggukan setuju oleh Abi.

Kelas akhirnya sepi, tinggal menyisakan dua orang berbeda jender disana, siswa lain juga sudah  keluar kelas. Rasya yang tidak mau terlalu lama berduaan dengan Abdi sedikit berdehem, sebelum buka suara.

"Sekarang lo mau ngomong apa?. Lo jangan cobak-cobak jebak gue ya!"

"Gue nggak ngejebak lo kok."

Rasya memandang jengah, iya tampak masi waspada memandang kesekitaran kelas yang memang benar-benar nampak sepi.

"Gue mau minta maaf."

Atensi Rasya berubah arah sepenuhnya pada Abdi, ucapannya tadi yang begitu tiba-tiba membuat Rasya benar-benar tidak bisa percaya. "Lo jangan bercanda, gue nggak suka drama lo," sinis Rasya.

"Gue nggak bercanda, gue serius mau minta maaf," ucap Abdi tulus dan meyakinkan. "Gue tau udah banyak salah sama lo, gue udah menghina orang tua lo, gue juga udah sering bully Abi didepan anak-anak lain."

"Tapi kenapa lo minta maafnya cuma sama gue, nggak sama Abi sekalian," sambar Rasya cepat, membungkam Abdi dalam sekejap.

Rasya sudah menduga ini drama dari awal, jadi sebelum cowok yang ada didepannya itu membuat lebih banyak drama, iya memilih untuk meninggalkan kelas dengan segera.

"Loh boleh agap semua minta maaf gue cuma drama, tapi jujur, sedikitpun gue nggak ada niat jahat. G ... gue cuma minta maaf atas perbuatan gue selama ini." Rasya yang sudah ada diambang pintu berhenti, berbalik menatap Abdi yang masi setia dalam posisinya. "Gue cuma butuh maaf dari lo."

Setelahnya hanya sunyi. Rasya masi bingung dengan ketulusan Abdi, jadi lebih baik dia diam dulu dan meninggalkan kelas tanpa memberi jawaban atau sekedar balasan

Rabi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang