Jalanan yang tak begitu padat, lalu lalang yang terbilang sangat lancar dibanding titik-titik lokasi lain didaeran Jakarta, disinilah Abi sekarang berada. Baru sepuluh menit perjalanan Abi meninggalkan komplek rumahnya, kini Abi harus berhenti karena ban mobilnya yang bocor.
Abi menegadahkan kepalanya keatas. Jam sudah menujukan pukul 7:15 wib, itu artinya lima belas menit lagi bel, dan untuk itu Abi tak punya waktu untuk mengganti ban mobilnya yang kempes. Tapi masalahnya sekarang, daerah sini tak ada taksi yang lewat. Ingin memesan hape Abi ketinggalan dirumah dan satu lagi, daerah sini sampe sekolah membutuhkan waktu 20 menit, itupun kalau pake mobil. Sekarang habisnya riwayat Abi.
Abi sudah pasrah, ingin balik saja kerumah sekarang, tapi langkahnya tertahan saat mengingat tamparan Papanya beberapa hari lalu. Dengan wajah gusar Abi mengusap wajahnya kasar. "Huft ... sepertinya gue harus lari kesekolah, biar nggak ada masalah baru yang muncul," gumam Abi mengambil tasnya didalam mobil, lalu buru-buru lari menuju sekolah.
***
25 menitSekitar waktu segitu Abi berlari tanpa berhenti hingga sampai disekolah. yang ternyata pintu gerbang sudah tertutup rapat.
"Ternyata percuma." Abi berbalik badan, menghembuskan nafasnya kasar, iya sedikit membukung, sebelum matanya meliar mencari taksi yang lewat didepan sekolah.
Akhirnya ada taksi yang lewat yang berhasil Abi stop. Mau bagaimanapun iya tak akan sanggup harus berdiri didepan tiang berdera sampai jam 12 siang. Itu terlalu panas untuk kulit Abi yang sangat sensitif.
Tangan Abi terulur untuk membuka pintu mobil, hingga pintu itu sedikit terbuka, namun ....
Brak.
Seorang gadis mendorong pintunya dengan kasar, Abi yang kaget hanya terpaku. Abi tidak melihat wajahnya, pasalnya gadis itu membelakangi Abi, hanya rambutnya yang halus dan panjang sebatas punggung yang terlihat dipenglihatannya.
"Lo mau kemana?, kabur??" gadis itu berbalik, memandang Abi sambil berkacak pinggang.
Abi mengakat kedua alisnya dengan wajah datar. "Mau pulang," balas Abi santai, kembali meraih pintu mobil.
"Eh ... kok pulang si?" balas Rasya-- cewek itu berusaha menghentikan Abi. "Percuma dong baru sampe udah pulang."
Abi menghentikan niatnya, menghembuskan nafasnya kasar. "Lo liat." jari telunjuk Abi mengarah pada pintu gerbang, yang membuat arah pandang Rasya ikut mengarah kesana.
Rasya memutar bola matanya malas, masi dengan bersidekap dada dengan gaya laki. "Udah gue liat dari baru sampe." Rasya menjawab dengan nada ketus. "Terus kenapa lo mau balik, bukannya nanti bakal diijinin masuk lagi, ya walaupun harus dihukum dulu."
"Gue nggak mau kena hukuman dijemur dilapangan sampe siang."
"Alah, lo cowok takut banget dijemur," balas Rasya sedikit mengejek. "takut kulit lo item ya?"
"Hem ... mungkin." Abi tak punya jawaban lain, jadi iya memilih untuk membenarkan ucapan Rasya. Sampai gadis itu terlihat tak habis pikir dengan Abi. Rasya menarik tangan Abi mendekat pada pintu gerbang. "Lo temenin gue dihukum aja, lagian malu cowok takut dijemur."
"Gue nggak bisa."
"Kok gitu."
"Ya gue nggak bisa."
"Kalo lo bilang cuma nggak bisa, gue tetep maksa lo, buat temenin gue dihukum"
"Gue nggak bisa kar_
"Mas jadi naik taksi saya nggak?. Ini udah siang," potong sang supir taksi yang menyembul dari kaca mobil.
Abi menoleh cepat, hendak menahannya, tapi Rasya lebih dulu menyambar. "Pergi aja Pak, temen saya nggak jadi katanya pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabi (Sudah Terbit)
Fiksi PenggemarSemua kehidupan mengandung kata unik, unik untuk dipandang atau unik untuk diamati, sama seperti keunikan kisah cinta Abi dan Rasya, mereka yang tak sengaja bertemu dan saling melindungi. Abi begitu polos dalam hidupnya, tak suka berharap atau menge...