Abi menenggelamkan wajahnya dilipatan tangan, tak ada yang bisa Abi lakukan saat jam istirahat seperti ini, hanya berdiam diri menunggu bel masuk kembali berbunyi.
"Abi .... "
Abi mengakat wajahnya, sedikit mendongak untuk melihat siapa sipemanggil.
"Hy .... " sapa si pemanggil, yang sedikit melambaikan tangannya.
"Elin lo ngapain sih?" satu gadis lagi datang, menepuk pundak temannya dengan lembut, walau terkesan seperti gaya seorang cowok.
"Rasya ... bikin kaget aja."
"Hem ... emang lo ngapain?"
"Ngajak Abi makan, gimana Abi mau kan?" Elin memandang Abi dengan senyum lebar, namun langsung luntur setelah mendapat gelengan dari Abi. "Yah ... kok gitu?"
"Maaf ya, gue nggak bisa," tolak Abi secara halus.
"Ya udah besok-besok aja lah." Rasya langsung menarik tangan Elin, namun berhenti saat Elin malah tidak bergerak dan memandang pipi mulus dan putih Abi dengan lekat.
"Eh itu mukak lo kenapa?"
Pertanyaan Elin mampu membuat Abi sedikit kebingungan, hingga Abi kembali tersenyum kecil, memperlihatkan kedua lesung pipinya yang tak terlalu dalam, namun terlihat manis. "Nggak apa-apa kok."
"Jangan-jangan itu hasil bully anak-anak sini ya?" tanya Rasya penuh selidik, namun kembali dibantah dengan senyuman dan gelengan kecil Abi.
"Lo kalo mau cerita nggak usah ragu, kita siap kok, dan lagian kita nggak kaya orang yang suka bully lo." Elin seolah mengulurkan tangannya, mengajak Abi mendekat pada dunia yang lebih ramai dari sebuah kesendirian, namun disisi lain Abi masi bertanya, tentang apakah boleh Abi untuk percaya, kalo sepi itu tak akan datang kembali dan merekan akan mampu membuat hidup Abi ramai meninggalkan sepi.
"Jangan banyak ngelamun gitu ih," tegur Elin.
"Jadi gimana ini, mau makan atau curhat?" Rasya berujar santai, sambil bersidekap dada, iya juga terlihat cuek, walaupun sebenarnya iya juga peduli.
"Gimana kalo kita makan sambil curhat?"
"Nggak usah, kalian makan aja dulu, nanti keburu bel masuk, kalo soal gue, gue nggak bisa."
Elin mendesah kecewa, merasa tak terima dengan ucapan Abi, namun ditahan saat Rasya memberi kode untuk pergi kekantin saja dulu, sepertinya gadis itu benar-benar tak sabaran.
"Ya udah gue tinggal kantin ya,
bye .... "Abi tersenyum kecil, hatinya merasa hangat, seolah ada orang yang akan merangkulnya, mengajaknya pergi dari dunianya yang kelam.
***
Sore hari ditaman komplek yang begitu ramai dipenuhi orang-orang yang sedang lari sore mampu membuat Rasya tambah pusing. Mencari alamat rumah baru Elin memang benar-benar memusingkan.Dirinya yang sudah mencari harus terjebak dan berakhir dijalan dekat taman komplek, karna ban mobilnya yang mendadak bocor dan Rasya sedang sangat malas jika disuruh membenahinya.
Dengan wajah kusam dan malas, rasya berjalan mengelilingi taman. Rasya memang gadis yang terkenal tomboy, bisa dilihat dari penampilannya yang hanya mengenakan celana jeans panjang, baju hitam dengan jaket tipis kotak-kotak, yang tidak dikancingi dan dibiarkan dibawa terbang angin saat udaranya berhembus. Langkah Rasya yang semulanya agak sedikit kesal, langsung mematung saat melihat seorang cowok dengan duduk dikursi putih yang ada ditengah taman, dengan santainya remaja itu memainkan gitarnya, menghailkan melodi-melodi lagi secara acak, w
alau kadang terdengar bagus saat digabung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabi (Sudah Terbit)
FanfictionSemua kehidupan mengandung kata unik, unik untuk dipandang atau unik untuk diamati, sama seperti keunikan kisah cinta Abi dan Rasya, mereka yang tak sengaja bertemu dan saling melindungi. Abi begitu polos dalam hidupnya, tak suka berharap atau menge...