Ancaman

58 19 0
                                    

Rasya dan keluarga baru saja selesai melakukan makan malam bersama, mereka juga masi berkumpul dimeja makan untuk mengobrol ringan sebentar.

"Askan sama Gatan jadi gimana ni, soal kapan kalian nikah?" tanya Arkan memandang kedua putranya.

Baru saja Askan akan minum, pertanyaan sang ayah membuatnya kaget, menghentikan sejekan kegiatannya, menaruh gelas kembali ketempatnya. "Ayah kan tau, Askan baru aja putus, gara-gara Kak Gatan bilang, pacar aku udah pernah tidurin banyak pria."

"Kalo aku belum bisa, mungkin mulai dari satu minggu kedepan aku bakal sibuk banget ngurus kerjaan, ada tawaran menarik untuk rumah sakit aku, jadi mungkin aku bakal setujui," Gatan mejelaskan dengan wajah datar dan terkesan serius.

Arkan hanya menghela nafas pasrah, kedua putranya terlalu asik melajang dan bekerja, kalau begitu ceritanya, Arkan sebagai seorang ayahpun tak bisa memaksa. "Ya sudah kalau itu keputusan kalian."

"Bunda sama Ayah nggak kecewa kan?" tanya Askan hati-hati.

Kedua orang tua mereka langsung menggeleng dan tersenyum kecil, menandakan mereka tak merasa kecewa ataupun marah.

"Ras .... " panggil Askan, yang membuat sipemilik nama memandang kearah sipemanggil.

"Hem ... apa?" tanya Rasya yang sedang asik melamun dan mendengarkan dari tadi.

"Kamu mikirin apa si?, senyum-senyum sendiri mulu," tegur Askan yang membuat Rara sedikit kelabakan, dan salah tingkah.

"Ah, masak si, Ras ... rasya cuma .... "

Gatan yang menyadari ada yang salah dengan adiknya menaikkan sebelah alisnya. "Kamu kenapa tumben aneh kaya gitu?"

Rasya menutup matanya sebentar, menghela nafas lalu kembali membuka mata. Iya berusaha terlihat tenang agar tak ada yang curiga. "Emang Rasya kenapa?" Rasya malah balik bertanya, menopang pipinya dengan satu tangan, sedangkan sikunya bertumbu diatas meja.

"Kok malah balik tanya?"  bingung Askan yang dibalas dengan gelengan tak tau oleh Rasya. "Jangan-jangan, kamu mikirin cowok ya."

"Iya Ras, kamu nggak lagi mikirin cowok itu kan?" timpal Gatan.

Rasya mendegus kesal, memutar bola matanya malas. "Jangan mengada-ngada, emang Kak Gatan kira, aku mikirin cowok yang mana?"

"Kalo nggak Abi ya Abdi," ungkap Gatan dengan jujur dan terang-terangan. "Tapi Kakak harap bukan Abi."

Rasya mengernyit bingung. "Loh kenapa nggak boleh Abi?" protes Rasya.

"Ih jadi kamu beneran ya mikirn Abi," celetuk Askan yang mengudang decakan kesal serta tatapan tak suka dari Rasya.

"Ras ... Kakak harap kamu jauhim Abi." Rasya semakin dibuat bingung dengan ucapan Kakaknya, namun Gatan yang peka kembali melanjutkan kata-katanya. "Dia mungkin anak baik, tapi enggak dengan kehidupannya."

"Rasya sudah tau semuanya, tentang latar kehidupan Abi disekolah atau dirumah, jadi menurut Rasya, nggak ada yang salah kok."

"Itu menurut kamu, kamu juga masi remaja, jadi belum terlalu memikirkan bagaimana resikonya memilik pacar seperti itu kedepannya." Gatan lebih menekankan kata-kata tentang masa depan adiknya, ya mungkin bisa saja berantakan karna itu.

"Asal Kaka tau ya, ucapan Kakak udah jauh ngelantur." Rasya terlihat sedikit emosi dengan menekankan kalimat pembicarannnya, matanya juga menatap tajam lawan bicaranya. "Dari awal kita cuma bahas pertemanan bukan pacar, kalaupun iya, Abi jadi temen ataupun pacar Rasya, Kakak tenang aja, Rasya tau mana yang terbaik buat diri Rasya."

Rasya berdiri dari duduknya dengan kasar, hingga terdengar gesekan kursi dengan keramik, sedangkan Askan, iya juga memilih menyusul, tepat meninggalkan kedua orang tua dan satu anaknya.

Rabi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang