Hari Berlalu

68 19 29
                                    

Satu bulan sudah orang lewati, dunia mungkin terlihat masi sama, namum tidak dengan kehidupannya. Semua jalan cerita setiap insan berubah, baik suka maupun duka.

Rasya sudah melewatinya, satu bulan menjalin hubungan bersama Abdi, membuat Rasya belajar untuk percaya dan membuka hati, walau rasa cintanya belum tumbuh.

Rasya menghela nafasnya, dirinya masi ada diluar kelas musik, seperti kebiasannya yang sudah lalu-lalu, Rasya masi melakukannya, mengintip Abi latihan atau mendengarkan Abi dari jauh, saat main gitar ditaman. Semua itu selalu Rasya lakukan secara diam-diam, tak mau melukai hati abdi.

Rasya menghela nafasnya, melihat para siswa yang latihan musik sudah bubar, jadinya iya juga langsung buru-buru pergi.

Abi yang baru keluar dari ruang musik hanya menatap sendu kepergian Rasya, jangan kira Abi tak tau, gadis tomboy yang sekarang masi berstatus pacar Abdi itu selalu memperhatikannya diam-diam, terutama saat dirinya bermain musik.

Satu hal yang membuat Abi bingung, untuk apa Rasya selalu mengintipnya bermain musik, bukan kah dia sudah memilih Abdi sebagai pasangannya.

***
Rasya terus berjalan menjauh, hingga dirinya lelah dan memutuskan duduk disalah satu kursi. Iya menghela nafas panjang. Rasya tak ingin menyembunyikan hal ini lagi, dirinya bosan, tapi iya juga tak mungkin berkhianat dari kesetiaan Abdi. Makin lama, cinta membuatnya terjerat dalam pilihan. Rasya juga ingat betul, kalau Abi sudah dijodohkan dengan Elin sahabatnya sendiri, jadi iya bisa apa, cintanya sudah terhalang tembok besar yang menjulang tinggi.

Rasya berdiri dari duduknya, tapi berhenti saat mendengar desahan-desahan kecil dari wc perempuan, yang tentunya ada didekat iya duduk. Awalnya iya tak ingin ikut campur, akhirnya pun dikalahkan oleh rasa penasaran. Dengan agak pelan, Rasya berjalan medekat untuk mengitip.

"Ih Ras, lo mau ngapain si kepo sama urusan orang." batin Rasya, yang langsung membuat langkahnya terhenti.

"Ayuk sayang lebih jauh lagi."

"Sabar sayang."

"Tapi aku sudah lama menunggu ini."

"Ssshh ... jadi sayangku ini sudah tak tahan iya."

"Tentu, lagi pula pacarmu mana mau memberikannya, minta satu kecupan saja langsung ditolak."

"Ah... jangan ingat pacarku yang tomboy itu."

Semakin jauh Rasya mendengarkanya, semakin iya merasa kenal dengan sang pemilik suara. Rasya penasaran, kembali mendekat, melihat seorang gadis terpojokkan, dihimpit seorang pria dan berciuman ganas.

Deg.

Hati Rasya bedenyut sakit, semudah itukah kepercayaannya dihancurkan, dirinya menjaga seorang diri, tapi hasilnya juga sakit sendiri.

Rasya tak ingin menangis, iya mengepalkan tangannya kuat-kuat. Disaat Rasya murka, maka orang yang membuatnya tak akan selamat. "Menjijikan!"

Abdi membulatkan matanya sempurna, sial dirinnya tertangkap basah. Iya langsung merapikan baju seragamnya yang berantakan, pura-pura terlihat tidak terjadi apapun.

"Hy Rasya sayang," sapan Abdi menjalan mendekat.

Bugh.

Satu bongkeman mentah mendarat dengan sempurna dirahang keras Abdi, membuat sang empu sampai seidikit terhunyung kebelakang.

"Hy kenapa kau main tangan?"

"Laki-laki brengsek, semudah itu lo mengkari sebuah kepercayaan gue?!"

Abdi tersenyum sinis. "Gue seneng dengernya."

Rasya mengernyit, masi dengan wajah yang terlihat sangat marah, namun Abdi malah tertawa renyah, meremehkan kemarahan Rasya.

Rabi (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang