Naka sedang sibuk berbincang-bincang kepada wartawan, mengenai Abi sang pewaris satu-satunya keluarga Anatama, serta anak tunggal mereka. Naka terus menjawab, hingga wawancara pun berakhir, iya berlalu pergi, namun baru saja beberapa langkah, iya tak sengaja berpapasan dengan Adam Fahmi dan istrinya Dara Fahmi, satu lagi remaja yang tak Naka kenal.
"Om Adam sama Tante Dara disini?" heran Naka.
"Masi inget kamu ternyata, setelah kejadian puluhan tahun lalu?" dingin dan menusuk, Damar berucap seperti itu, membuat tubuh Naka langsung menegang, dengan susah payah iya menelan salivanya.
"Kenapa diem, sepertinya kamu sudah hidup bahagi ya, sama istri pilihan kamu dan anak kamu yang banci itu." sindir Adam sinis.
Naka mengakat wajahnya, iya sedikit kesal saat Adam menyebut Abi banci, tapi iya malah tidak berani mengutarakannya, terlalu merasa bersalah dimasa lalu.
"Oh iya, sepertinya kau belum kenal cucuku," ucapnya seraya memegang pundak seorang remaja. Remaja itu tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya.
Naka dengan ragu menjabat tangannya, matahya terus menatap manik mata remaja yang ada didepannya, seolah manik mata remaja yang ada didepannya mengatakan sesuatu.
"Abdi Famhi, Om bisa panggil Abdi."
Naka tersadar, iya langsung tersenyum tipis. "Om Naka, kamu bisa panggil Om Naka aja."
"Bukannya Papa?"
Deg
Naka mematung, apa mangsudnya itu. Apakah sebuah lelucon, gurauan atau sekedar candaan. Mata Naka kini kembali bertemu dengan mata Abdi, sepertinya matanya menunjukan keseriusan.
"Mangsud ka_
"Ngak mangsud apa-apa kok, ngak usah dipikirin ya Om." Abdi tersenyum tipis. "Kek ... Nek ... kita pulang aja yuk."
Adam dan Dara menganggung, meninggalkan Naka tanpa sepatah katapun.
"Bukannya Papa?"
Kata-kata itu terus terngiang dtelinganya, ada yang janggal disana, tapi Naka masi belum mengerti, membuat satu pertanyaan terlintas diotaknya. Abdi anak siapa?, bukan kah Asinta Famhi anak tunggal keluarga Famhi, tapi kalau dipikir-pikir, anak cucu dari saudara Adam dan Dara juga sangat banyak dan mungkin saja mereka mengakat salah satu dari cucu mereka.
Naka telah menemukan kesimpulan, tapi kenapa hatinya masi merasa sangat janggal, ada hal yang tak benar tuk dibenarkan, ataukah mungkin...
Tapi Naka tak mau berpikir jauh lagi, iya lebih memilih berhenti memikirkan itu saja dulu, tamunya masi banyak yang harus ditemui.
***
Mentari telah menunjukan sinarnya yang penuh semangat.
Tak membakar tapi membuat hangat. Jam masi cukup pagi, membuat pancaran sinarnya bisa masuk kedalam kelas dan tepat mengenai seorang remaja, remaja yang bernama lengkap Abisnya Anatama, iya cukup miris membaca artikel berita mengenai dirinya, mereka ada yang memuji atau mekritik habis-habisan mengenai gaya Abi.Abi menghela nafasnya, menaruh ponselnya diatas meja. Omong-omong soal ponsel, itu adalah ponsel baru yang dibeli Abi beberapa hari lalu, untuk meganti ponselnya yang rusak dilempar Abdi.
Kelas sudah hampir penuh, tapi ada satu orang Abi nanti belum datang, yaitu Rasya. Padahal Elin sahabatnya saja sudah, lalu kemana perginya Rasya. Abi baru saja hendak berdiri, menanyakan itu pada Elin, tapi harus berhenti, saat melihat Rasya sudah ada diambang pintu, bergandengan tangan dengan Abdi.
Abi menatap tak percaya, Abdi dan Rasya bergandengan tangan, mata Abdi terus menatap Rasya dengan senyuman. Semua orang yang ada dikelaspun sama-sama terkejut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rabi (Sudah Terbit)
FanfictionSemua kehidupan mengandung kata unik, unik untuk dipandang atau unik untuk diamati, sama seperti keunikan kisah cinta Abi dan Rasya, mereka yang tak sengaja bertemu dan saling melindungi. Abi begitu polos dalam hidupnya, tak suka berharap atau menge...