Rasya yang kemarin sore harus menginap dirumah Elin dengan terpaksa berangkat sekolah mengenakan seragam milin Elin. Masalah besar atau kecilnya, untungnya pas, hanya saja baju seragam Elin ada yang dikecilkan beberapa bagian, membuat Rasya merasa kaku dan susah bergerak.
"Lo hobby banget ngecilin seragam, biar apa si?" tanya Rasya merapikan seragam yang iya kenakan.
"Biar bentuk badan lo bagus keliatannya, semua siswi juga pasti sama kok," Balas Elin merapikan riasan wajahnya didepan cermin. Elin memang suka make up, maka karna itu kencatikannya terlihat begitu sempurna, padahal hanya menggunakan setuhan make up tipis.
"Gue nggak tu .... " jawab Rasya cuek.
"Hahaha ... itu lo, tapi nggak sama yang lain."
Rasya menghembuskan napasnya kasar, memutar bola matanya malas. "Mereka cuma mau mikat cowok dengan gaya tampilannya," komentar Rasya. "Padahal nggak perlu kaya gitu juga, malahan lebih bagus kita tutup aurat kebanding bukak aurat, dosa tau."
"Eh Ras ... sejak kapan lo suka ceramah."
Rasya memandang jengah, setelahnya tak ada lagi sahutan. Iya malas meladeni Elin terlalu lama, jadilah iya lebih memilih untuk bermain ponsel.
"Ras ...." panggil Elin lembut. Dengan wajah ogah-ogahan pun Rasya mendongak, menatap Elin. "Lo inget ngak waktu gue nolongin lo dan lebih memilih ninggalit sahabat-sahabat gue waktu SD dan sama anak cowok itu."
Ingatan Rasya langsung berputas pada masa kanak-kanak, masa dimana anak-anak masi polos-polosnya, namun Rasya malah sudah mendapat bully dan dijauhi oleh semua siswan. Alasannya satu, Rasya kasar, dan galak, tapi sejujurnya Rasya berlaku begitu karna ingin melindungi seseorang, seorang anak laki-laki yang terus dapat ejekan dari temannya, karna gayanya yang agak aneh menurut para siswi, hingga pada suatu hari, seorang anak kecil dengan gaya unyunya mendekati Rasya, berusaha mengajaknya bertemen hingga sangat akrab.
Hari terus berlalu, Rasya akhirnya lulus SD dan memilih untuk satu sekolah dengan Elin, anak laki-laki itupun sama, iya satu sekolah dengan Rasya dan Elin, bahkan satu sekolah. Sifat Elin yang begitu baik, sangat ingin mendekati anak laki-laki itu, merangkulnya dan menjaganya sama seperti Rasya, tapi sayang tiga hari sebelum kenaikkan kelas, anak cowok itu tewas bunuh diri setelah loncat dari jendela kelas yang berada dilantai 3.
Rasya mengerjap, hal paling pedih saat melihat mayat anak laki-lagi itu bergenangan darah. Rasya sejujurnya sangat tau awal mulannya kejadian, namun karna pikiran Rasya yang begitu polos mengira anak laki-laki itu hanya bosan, makannya iya membuka jendela dan melihat kebawah, hingga detik-detik dia mau lompat Rasya baru sadar akan kelakuan bocah itu.
"Ras .... " Rasya mengerjap, menggelengkan kepalanya pelan. "Abisnya mirip banget sama bocah laki-laki itu ya."
Rasya menghembusian nafasnya kasar, setelah diajak mengenang masa lalu, pikiran Rasya kembali dialihkan oleh Abisnya, cowok yang punya gaya ngondek namun tampan, kulitnya putih dan wajahnya manis. Manik matanya yang teduh tapi sayang, kosong dan hampa. "Dia lebih tegar," komentar Rasya.
"Anak laki-laki itu juga sama Ras ... dia tegar dan bahkan bisa bertahan selama itu, tapi apa?. Pada akhirnya dia juga memilih hal yang sama kan?"
Rasya mengangguk, membenarkan ucapan sang sahabat. "Kita ajak dia bertemen, gampang kan?" Rasya terlihat enteng mengucapkan kata-kata itu, setelah mendengar ucapan Elin, bukannya mau menolong, Rasya malah jadi trauma.
"Ck ... lo mah gitu." Elin merenggut kedal, bukan itu yang iya dengar dari Rasya, tapi sebuah ucapan mereka akan bersama-sama untuk mendekati Abisnya. "Seharusnya lo nggak acuh kek, bantu gue kek, beri gue solusi kek, kasi ma_

KAMU SEDANG MEMBACA
Rabi (Sudah Terbit)
FanfictionSemua kehidupan mengandung kata unik, unik untuk dipandang atau unik untuk diamati, sama seperti keunikan kisah cinta Abi dan Rasya, mereka yang tak sengaja bertemu dan saling melindungi. Abi begitu polos dalam hidupnya, tak suka berharap atau menge...