31

3.2K 327 19
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca atau sesudah baca

And

Happy reading🌤️

Lelaki dengan wajah sendunya berdiri di depan cermin yang ada di dalam kamarnya. Kondisinya terlihat tidak baik-baik saja, bibirnya tampak pucat dan pipinya juga masih memerah. Tamparan dari mama Gilang masih membekas bahkan rasa sakitnya masih bisa ia rasakan.

Aray benar-benar kaget melihat dirinya yang terbaring lemah di lantai kamar. Untung saja dia tersadar dari pingsannya saat tengah malam. Dia tidak ingin menyusahkan siapapun, biar dia saja yang menanggung semua bebannya sendiri.

Aray berjalan menuju meja belajarnya, mengambil tas sekolahnya. Ya, walaupun kondisinya sedang tidak baik, dia tetap harus pergi sekolah, setelahnya bekerja. Dia tidak boleh malas karena nasibnya tidak seberuntung anak remaja lainnya.

Tap.

Tap.

Tap.

Langkah Aray terhenti saat melihat pintu kamar Gilang yang setengah terbuka. Dia penasaran bagaimana keadaan lelaki itu, jadi memutuskan untuk masuk ke dalam.

Gilang masih berbaring di kasurnya dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

Apa lelaki itu tidak sekolah?

Aray mendekat. Dipandanginya wajah Gilang, lelaki yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Dia tumbuh bersama Gilang, bagaimana bisa dia membiarkan lelaki itu terluka. Satu hal yang selalu Aray sesalkan, kenapa waktu itu tangannya begitu mudah menghantam tubuh Gilang hingga lelaki itu masuk rumah sakit.

Aray berjanji tidak akan melakukan hal semacam itu lagi.

Tangan kanan Aray bergerak menyentuh kening Gilang. Sudah tidak panas lagi itu artinya Gilang baik-baik saja.

"Ngapain Lo?!" Gilang yang tersadar langsung mendorong kasar tubuh Aray dengan kakinya hingga jatuh ke belakang.

Gilang tersenyum miring, senang melihat lelaki itu terjatuh.

"Mampus." Gumam Gilang.

Aray meringis sembari berdiri. Gilang mendorongnya tepat di bagian perut dan itu membuat perutnya semakin sakit ditambah lagi dari tadi malam Aray belum memakan apapun.

"Ngapain Lo ke kamar gue?" Gilang kembali bertanya dengan nada tinggi.

"Gue cuma mau lihat kondisi Lo,"

Gilang mendesis. "Gak usah sok peduli Lo, mendingan Lo keluar dari kamar gue sekarang!"

Tidak ada jawaban dari Aray, dia hanya diam dengan pandangan fokus pada Gilang.

"Ngapain Lo lihatin gue bangsat!" Gilang menjadi marah, dia tidak suka ditatap seperti itu. Apalagi itu Aray, dia membenci lelaki itu.

"Pergi sekarang atau gue lempar Lo pake ini?!" Gilang mengambil vas bunga yang ada di nakas tempat tidur. "Syukur-syukur kepala Lo pecah!" Sambungnya lagi.

"Lo gak sekolah?" Bukannya takut dengan ancaman tadi, Aray malah bertanya kepada Gilang.

Gilang berdecak. "Urusannya sama Lo apa sih ha?"

"Kalo Lo udah sembuh, Lo harus_"

"Yang harus belajar giat itu Lo, biar gak nyusahin orang tua gue. Lo kan cuma numpang di sini."

Dunia ArayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang