Typo merajalela dimana-mana.
🌸🌸🌸
Lelaki berkaos hitam polos itu menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada, setelah menyelesaikan pekerjaannya menjadi pelayan cafe, Aray langsung pulang untuk beristirahat menghilangkan rasa lelahnya. Hanya sebentar, setelah malam tiba Aray akan kembali lagi bekerja.
Di depan pintu kamarnya, berdiri seorang cowok yang sangat dia kenal, siapa lagi kalau bukan Gilang. Gilang tengah menyandarkan tubuhnya di tembok sembari menutup kedua matanya.
"Dari mana aja Lo?" Gilang membuka mata dan langsung melirik lawan bicaranya.
Sementara Aray, lelaki itu hanya diam tidak berniat menjawab pertanyaan Gilang.
"Dari mana gue bilang?! Lo tuli apa bego? Atau kedua-duanya?" Gilang terkekeh sinis.
Aray yang tadinya ingin membuka pintu kamar lantas langsung menatap Gilang. Lelaki itu tidak pernah berpikir ketika sedang berbicara. "Kerja." Jawabnya singkat.
Gilang mengangguk-anggukan kepalanya. "Ooo habis jadi babu?" Ketusnya.
"Gue mau istirahat."
"Makanya jangan sok-sokan kerja kalau gak sanggup!" Gilang berhenti sejenak. "Mau caper Lo sama orang tua gue? Iya?"
Aray memejamkan kedua matanya sebentar, dia sudah biasa mendengar ucapan pedas dari Gilang. Lebih baik dia hanya mendengar tanpa perlu menjawabnya.
"Ada apa Lo cari gue?"
Gilang membenarkan posisi berdirinya menatap Aray. "Kerjain tugas gue, bukunya udah ada di dalem kamar Lo!"
Gilang mengingat kejadian tadi pagi, dia terlambat sekolah alhasil Bu Desi memberikannya hukuman dengan mengerjakan soal-soal yang diberikan. Tinggal menyuruh Aray yang mengerjakannya, itu semua akan selesai. Sangat mudah bukan?
"Gue baru pulang, perlu istirahat. Kerjain tugas Lo sendiri."
"Bodoh! Sejak kapan gue peduli sama ucapan Lo?"
Aray berdecak. "Sampai kapan tugas Lo harus gue yang kerjain?" Selalu seperti ini, Gilang tidak pernah mengerjakan tugas sekolah dengan usahanya sendiri. Selalu Aray yang nantinya akan menjadi korban.
Gilang tersenyum miring. "Kenapa? Lo gak mau kerjain tugas gue? Lo tau Ray, Lo di sini cuma siapa? Lo gak lebih dari sampah yang kapanpun bisa gue buang!" Gilang menatap Aray. "Ingat Lo gak punya apa-apa disini!"
Perkataan Gilang langsung membuat Aray terdiam bergeming. Aray tidak menyalahkan Gilang, lelaki itu berkata benar. Dia hanya sebuah sampah yang ada di dalam kehidupan orang lain. Bahkan dia tidak pantas berada di rumah tempat dia berpijak ini.
Gilang melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. "Masih jam lima lewat, Lo masih punya waktu ngerjain tugas gue sebelum berangkat kerja." Dia tersenyum lebar. "Lo harus kerja lagi kan? Jadi pelayan?!" Setelahnya dia tertawa.
Sementara Aray dia sama sekali tidak ingin menjawab perkataan Gilang yang ujung-ujungnya akan menghina dirinya. Hal yang sering Gilang lakukan.
Gilang menyenderkan lengan kirinya di tembok. "Btw, kenapa Lo harus kerja? Padahal Papa sama Mama gue sayang banget sama Lo." Aray hanya terdiam. "Atau jangan-jangan Lo gak mau nyusahin mereka, iya? Huh tau diri juga Lo!"
"Kalau numpang itu jangan terima enaknya aja, iya kan?" Sambung Gilang.
"Kenapa Lo tatap gue kayak gitu? Gak suka? Lo bisa apa Ray?" Gilang tertawa sinis. "Cuma sampah!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Aray
Ficção AdolescenteDibalik ketegaran dari seorang Aray Naufal Alam. Kehilangan orangtuanya membuat hidup Aray berubah drastis, dimana dulu hari-harinya diwarnai dengan kebahagiaan. Kini, malah membuatnya seperti orang yang tidak berguna. Meninggalkan rumah lamanya me...