Happy reading 🌤️
•
•
•
Aray menekan bel rumah berkali-kali. Hujan yang tadi turun sangat deras kini sudah berhenti digantikan dengan angin yang berhembus kencang.
Saat ini Aray sungguh panik melihat tubuh Gilang yang sama sekali tidak membuka matanya. Dia tidak tahu apakah lelaki itu sedang tertidur atau mungkin saja pingsan, Aray berharap sesuatu yang buruk tidak akan terjadi.
Aray kembali menekan bel rumah. Tak lama pintu besar bercat putih itu terbuka lebar menampilkan sesosok wanita di dalamnya.
"Gilang? Kenapa dengan anak saya?!" Kalimat itu yang langsung terlontar dari mulut Rika, mama Gilang.
Aray tak langsung menjawab dia memilih membawa Gilang masuk ke dalam dan membaringkan tubuh lelaki itu di atas sofa ruang tamu dengan sangat berhati-hati.
Rika yang tampak terbawa emosi langsung mendorong tubuh Aray dengan sangat keras agar menjauh dari anaknya.
"Kamu apakan anak saya?!" Lagi wanita itu kembali menuduh Aray dengan tatapan marahnya.
Aray menggeleng cepat, tatapan itu sungguh membuatnya takut hanya sekedar melihat Rika. Rika sangat marah dengannya.
"Gilang bangun sayang, udah mama bilang jauhi Aray dia itu bahaya buat kamu." Rika duduk di samping Gilang, tangannya mengelus puncak kepala Gilang dengan penuh kasih sayang. Hatinya benar-benar terluka melihat wajah anaknya yang tampak pucat.
Aray tersenyum samar. Gilang sangat beruntung masih mempunyai seorang ibu yang mencintainya begitu tulus. Andai ibunya masih ada sekarang, Aray pasti akan memeluk wanita itu sekarang. Dia merindukan pelukan seorang ibu, dia merindukan kecupan manis dari orangtuanya saat dia ingin tertidur.
Apa boleh dia mengatakan saat ini dia iri kepada Gilang?
Tapi sebesar apapun rasa iri itu dia tidak akan bisa seperti Gilang. Emang orang tua mana yang mau menyayanginya? Hidupnya akan selalu seperti ini, terkadang Aray merasa lelah dengan garis kehidupannya, tidak ada yang indah. Hanya rasa lelah yang selalu dia dapatkan. Tapi dia yakin Tuhan akan memberikan skenario indah untuk dirinya suatu saat nanti.
Rika kembali berdiri, berjalan mendekati Aray.
PLAKK!
Rika menampar wajah Aray begitu keras. Wajah Aray sampai tertoreh ke samping. Bahkan tamparan itu meninggal bekas yang cukup merah.
Aray yang terlihat begitu lemah, tubuhnya masih kedinginan, ditambah lagi bibirnya pucat dan bergetar. Rika menamparnya dan itu benar-benar membuatnya terkejut. Dia ingin menangis tapi tertahan, dia tidak ingin terlihat lemah. Tidak, dia bukan Aray yang lemah.
"Dasar anak tidak tahu diri!"
Aray mengangkat kepalanya, ia mencoba menahan rasa takutnya dan menatap wanita paruh baya itu.
"Bahkan tamparan itu belum cukup untuk kamu, saya tanya sekali lagi kamu apakan anak saya?"
Aray meneguk salivanya. Dia juga tidak tahu harus menjawab apa, bahkan Milka belum menjelaskan apa yang terjadi dengan Gilang. Lantas Aray harus menjawab apa? Apa dia harus mengatakan dia juga tidak tahu, dan dia yakin Rika akan terus-terusan menuduhnya.
"Kenapa kamu diam? Memang benar kamu itu anak yang tidak baik!"
"Ada apa ini?"
Tama yang baru saja keluar dari ruang kerja langsung berjalan setengah berlari menuju ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Aray
Teen FictionDibalik ketegaran dari seorang Aray Naufal Alam. Kehilangan orangtuanya membuat hidup Aray berubah drastis, dimana dulu hari-harinya diwarnai dengan kebahagiaan. Kini, malah membuatnya seperti orang yang tidak berguna. Meninggalkan rumah lamanya me...