Bel pulang berbunyi lantas Gilang langsung berlari keluar kelas padahal masih ada guru di dalamnya.
Tujuannya cuma satu yaitu mengunjungi kelas Aray. Tak perlu waktu lama lelaki itu sudah sampai di depan kelas Aray, satu persatu murid keluar dari dalam kelas 11 IPS 1 beberapa dari mereka tampak terkejut melihat Gilang yang sedang bersenderan di tembok.
Orang yang ia tunggu akhirnya keluar juga. Aray yang menyadari hanya melirik sejenak lalu kembali berjalan.
Aray melihat jam tangannya, pukul dua siang. Seperti biasa selepas pulang sekolah Aray menghabiskan waktunya untuk bekerja.
Aray berhenti melangkah saat merasa ada sesuatu yang membuat kepalanya terasa berat, Gilang pelakunya. Lelaki itu melingkari tangannya di leher Aray.
Gilang tersenyum manis. "Gimana?"
Aray mengerutkan keningnya bingung. "Apanya?" Jawabnya sembari melepaskan tangan Gilang.
"Tadi Lo berduaan sama Kayla kan di kantin?" Tak mau basa-basi Gilang langsung bertanya.
Sekarang Aray mengerti topik pembicaraan lelaki itu. "Gue gak ngapa-ngapain." Jawabnya.
Gilang tertawa yang membuat Aray bertambah bingung. "Santai aja kali, gue gak marah."
Aray mengangguk-anggukkan kepalanya lalu kembali berjalan, berbicara sama Gilang hanya menghabiskan waktunya saja.
"Tunggu dong." Gilang mensejajarkan langkah kakinya. "Gue mau bicara sebentar."
"Apa?" Aray terus berjalan tanpa melihat lelaki itu.
"Lo kapan pulang ke rumah?"
Aray tak menjawab pandangannya hanya lurus ke depan.
"Bokap sama nyokap nanyain Lo mulu." Gilang berhenti sejenak. "Gilang, Aray dimana? Kenapa gak pulang-pulang? Kamu berantem lagi sama dia? Gue yang selalu disalahin." Sambungnya.
Kalimat Gilang mampu membuat Aray menghentikan langkahnya. "Lo serius?" Tanyanya yang mendapat anggukan Gilang.
"Buat apa gue bohong, lagian gue kan gak suka kalau Lo balik ke rumah."
Benar juga, pikir Aray.
"Tapi karena demi mereka, gue minta sama Lo balik ke rumah. Setidaknya gue gak terus diancam sama bokap."
"Ancam?" Aray tampak bingung.
"Kalau dalam Minggu ini Lo gak pulang, uang jajan gue bakalan gak dikasih terus semua fasilitas sekolah bakalan dicabut." Jelas Gilang memasang wajah sedih.
Hati Aray sedikit tersentuh mendengar ucapan Gilang, apa benar orang tua Gilang merindukannya atau hanya sebatas kebohongan.
"Pulang ya Ray?"
Aray tak langsung menjawab, dia masih mempertimbangkan ajakan Gilang untuk pulang.
"Demi papa sama mama." Sambung Gilang terus berusaha.
Apa tidak keterlaluan kalau Aray menolaknya? Bahkan keluarga Gilang sudah sangat baik padanya, kalau tidak karena mereka mungkin Aray tidak bisa tumbuh besar seperti sekarang. Pergi dari rumah begitu saja itu adalah kesalahannya tetapi mereka masih saja mau menerimanya.
Aray mengangguk mengiyakan.
"Nah gitu dong." Seru Gilang heboh. "Jadi kapan Lo ke rumah? Hari ini ya?"
"Hari ini?"
"Iya dong, biar gue jemput kalo Lo gak mau."
"Gak usah gue bisa sendiri."
Gilang tersenyum puas, dia berhasil membawa Aray kembali. Dia berkata jujur kalau orangtuanya merindukan Aray dan mengancamnya. Tetapi ada alasan lain yang membuat Gilang begitu keukeh memaksa Aray untuk kembali.
***
Masih memakai seragam sekolah, Aray masuk ke dalam cafe yang sudah banyak pengunjung. Dia melangkahkan kakinya menuju ruang ganti baju tetapi langkahnya terhenti begitu saja saat seorang cowok memanggilnya.
"Ada yang cariin Lo." Ucap Iqbal langsung.
"Siapa?"
"Cowok."
Aray mengangkat kedua alisnya, dia masih bingung siapa yang sedang mencarinya, cowok lagi.
"Dia mau ngapain?"
"Gak tau gue, pokoknya dia udah nungguin Lo dari tadi di atap." Jelas Iqbal.
Aray mengangguk. "Oke, makasih." Lantas ia melangkahkan kakinya menuju atap cafe, otaknya masih berpikir mencari-cari siapa cowok yang tengah ini pernah berbicara dengannya, selain Gilang tidak ada lelaki lain. Apa mungkin Gilang yang mencarinya? Itu tidak mungkin karena Gilang mengatakan kalau dia ingin pulang langsung ke rumah setelah kejadian tadi.
Begitu sampai di atas atap, mata Aray langsung bertemu dengan seorang lelaki yang tengah membelakanginya. Lelaki itu sedang menatap padatnya kota Jakarta siang ini.
Walaupun panas tetapi udara di sini terlihat begitu tenang karena banyak angin yang berhembus kencang. Bahkan rambut Aray juga berterbangan hingga jidatnya terlihat sangat jelas, dia terlihat sangat tampan.
Kini Aray sudah berada dekat dengan lelaki itu hanya berbeda satu meter saja. Aray berbatuk dibuat-buat agar lelaki itu menyadari kedatangannya.
Tepat saat Aray berbatuk lelaki itu juga membalikkan badannya, dia langsung menatap Aray dengan wajah datar dan sangar.
Sementara Aray sama sekali tidak pernah melihat lelaki itu sebelumnya.
"Ada apa?"
"Lo yang namanya Aray?" Suara tegas lelaki itu memasuki indera pendengaran Aray hingga lelaki itu menjadi takut.
Satu yang Aray yakin kalau lelaki itu seumuran dengannya.
"Ada apa?" Tanya Aray dengan kalimat yang sama.
"Gue tanya Lo yang namanya Aray?!" Teriak lelaki itu.
Aray sama sekali tidak ingin menjawab.
"Jawab atau gue bunuh Lo sekarang?"
"Ada masalah apa Lo sama gue?" Tandas Aray menatap lelaki itu.
Lelaki itu tersenyum sinis. "Dasar bodoh, emang Lo itu cowok bodoh!" Cetusnya sangar.
Aray mengerutkan keningnya, dia benar-benar bingung siapa lelaki di depannya ini dan berani sekali dia berkata seperti itu. "Lo siapa?"
"Lo gak tau siapa gue?!"
Aray menggelengkan kepalanya.
"Gue...."
•••
To be continue
Ainun_hsn
27 Maret 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Aray
Teen FictionDibalik ketegaran dari seorang Aray Naufal Alam. Kehilangan orangtuanya membuat hidup Aray berubah drastis, dimana dulu hari-harinya diwarnai dengan kebahagiaan. Kini, malah membuatnya seperti orang yang tidak berguna. Meninggalkan rumah lamanya me...