Cerita dengan versi baru, semoga suka😆
Btw salam kenal buat reader yang baru baca cerita aku.
🌸🌸🌸
"Kamu suka coklat?"
Kayla gadis yang masih berumur sepuluh tahun itu langsung mengangguk cepat, setelah sedari tadi dia mengerucutkan bibirnya menatap lelaki yang seumuran dengannya.
"Nanti saat Aray balik dari Makassar, Aray janji bakalan bawain coklat yang banyak khusus buat Kayla."
Kayla menggelengkan kepala lalu melipat kedua tangannya. "Kayla gak mau Aray pergi, nanti Kayla gak ada temen!" Kayla berhenti sejenak. "Terus nanti yang jagain Kayla dari Deni siapa kalau Aray gak ada!" Gadis itu kembali memanyunkan bibirnya.
"Aray cuma pergi dua hari aja, setelah itu Aray bakalan jagain Kayla biar Deni gak berani macem-macem lagi sama Kayla!" Aray tersenyum lebar seakan-akan tidak membiarkan gadis itu ketakutan.
"Janji?"
Jari kelingking Kayla terarah dihadapan Aray, dengan cepat Aray menyelipkan kelingkingnya dijari Kayla, hingga jari keduanya kini saling mengikat. "Janji." Jawab Aray cepat penuh keberanian.
"Aray, Mama sama Papa udah siap. Ayo berangkat."
Jari keduanya pun terlepas saat Nia berjalan mendekati Aray dan Kayla. "Eh ada Kayla." Nia menoleh menatap Aray, anaknya. "Ya udah mama tunggu lima menit lagi ya." Setelahnya Nia berjalan menuju mobilnya, dia membiarkan anaknya itu untuk berbicara terlebih dahulu dengan Kayla. Dia sangat mengetahui bahwa Aray sangat dekat dengan Kayla, bahkan keduanya sudah seperti sahabat.
"Aray, Kayla gak mau coklat."
"Terus?" Tanya Aray bingung.
"Kayla mau Barbie sama rumahnya, biar nanti waktu Aray pulang kita bisa main Barbie-Barbiean." Kayla tersenyum hingga pipinya menjadi bolong, senyum pipi gadis itu sungguh terlihat jelas.
Tanpa menolaknya Aray mengangguk mantap. "Oke, Aray janji." Ucapnya hingga Kayla semakin tersenyum lebar.
"Aray pergi ya?"
Senyum Kayla seketika memudar, setelahnya dia mengangguk pelan. Seperti tidak rela lelaki itu pergi darinya.
"Oh iya, kalau Aray gak ada terus Deni gangguin Kayla, Kayla harus lawan, terus Kayla lari sekencang-kencangnya. Oke?" Aray mengangkat jempolnya dan dibalas anggukan oleh Kayla.
Aray berjalan menuju mobilnya tetapi kedua matanya tak henti-hentinya menatap Kayla. Ini hanya dua hari, setelahnya dia akan bersama-sama lagi dengan gadis itu.
Aray duduk dibelakang mobil dengan posisi menatap Kayla, dia terus tersenyum lalu tangannya melambai kepada Kayla. Kayla yang melihat itu hanya tersenyum tipis dan mengangkat pelan tangannya.
Mesin mobil berbunyi, setelahnya mobil itu melaju meninggalkan gadis kecil yang hanya diam berdiri di tempat.
Kayla berlari keluar pagar rumah Aray, dia menatap mobil itu dari kejauhan lalu berteriak sangat keras, berharap suaranya dapat didengar oleh manusia yang ada di dalamnya.
"KAYLA BAKALAN KANGEN SAMA ARAY, KAYLA BAKALAN NUNGGUIN ARAY DISINI!"
Teriak Kayla hingga napasnya menjadi naik turun. Seperti anak kecil pada umumnya, Kayla juga bisa menangis saat hatinya merasa sakit.
Aray membenarkan posisi duduknya menghadap ke depan, dia dapat mendengar teriakkan gadis itu, dia juga mengetahui bahwa gadis itu menangis. Aray berjanji setelah dia pulang dari rumah neneknya, dia akan membuat gadis itu selalu tersenyum dan senyum itu berasal darinya.
"Ma, Aray mau Barbie."
Mata Nia membulat sempurna, dia sangat kaget mendengar perkataan anak lakinya itu.
Hendra, papa Aray, tidak kalah kaget mendengar permintaan anaknya.
"Kamu main Barbie?" Tanya Hendra sambil fokus menyetir mobil. "Cowok mainannya bukan Barbie, kamu harus tau itu." Sambungnya.
"Bener kata papa, sejak kapan anak mama berubah jadi perempuan?" Ucap Nia sedikit menoleh kebelakang menatap Aray.
Aray mendengus sebal. "Bukan buat Aray, tapi buat Kayla. Aray udah janji beliin Kayla itu."
Mendengar itu Hendra dan Nia tertawa.
"Kok ketawa sih?"
Hendra melihat jalanan lalu menoleh menatap anaknya. "Ya udah nanti papa beliin pas pulang dari rumah nenek."
Aray tersenyum, dia beruntung mempunyai kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Namun tiba-tiba mata Aray melotot sempurna.
"PA!"
Sebuah mobil berkecepatan tinggi tiba-tiba melintas. Terdengar suara decitan tajam, lalu suara benda tertabrak. Tanpa ampun, mobil itu menghantam mobil Hendra dengan sangat keras.
Hingga mobil itu terpelanting melayang ke udara. Dan menimbulkan suara yang sangat keras.
🍀🍀🍀
Aray terbangun dengan posisi duduk di kasurnya, napasnya naik turun sangat cepat dengan dahi dipenuhi oleh keringat seperti habis berlari kencang. Dia menelan ludahnya berkali-kali, peristiwa lama itu kembali datang di mimpinya. Peristiwa yang sudah merenggut kebahagiaannya dalam sekejap dan kejadian yang sudah merubahi nasib hidupnya.
Kepala Aray seketika menjadi sakit mengingat itu semua, dia memijat dahinya berusaha menenangkan dirinya saat ini. Aray sudah banyak menangis sendirian mengingat kejadian mengerikan itu, hingga kini sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air mata.
Ceklek.
Pintu kamar terbuka lebar menampilkan sesosok cowok berjalan mendekati Aray dengan tangan memegang sebuah buku. Aray langsung membenarkan posisi duduknya menatap cowok tersebut.
"Kerjain tugas gue!"
Cowok yang bernama Gilang itu melempar bukunya tepat mengenai kepala Aray.
Aray hanya diam, matanya melirik jam yang berada di sampingnya.
Jam 2 malam.
"Tapi Lang, udah jam_"
"Gue gak peduli, mau jam berapapun gue suruh ya Lo harus mau!"
Lagi-lagi Aray hanya diam mendengar perkataan Gilang.
"Kenapa? Lo gak mau kerjain tugas gue?"
Dengan cepat Aray mengambil buku yang tadi dilempar oleh Gilang. "Gue kerjain."
"Kalau udah siap, Lo antar di kamar gue! Paham Lo?"
Aray mengangguk pelan tanpa menolak sedikitpun perkataan lelaki itu, Setelahnya Gilang pergi dan meninggalkan kamarnya.
------
Ini masih part awalnya, ayo baca part selanjutnya. Dijamin gak bakalan nyesel wkwk.
Jangan lupa masukkan cerita ini ke perpustakaan dan daftar bacaan kalian. Biar gak ketinggalan bagian-bagian selanjutnya hehe.
Sampai jumpa di part-part selanjutnya 😉
Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Aray
Teen FictionDibalik ketegaran dari seorang Aray Naufal Alam. Kehilangan orangtuanya membuat hidup Aray berubah drastis, dimana dulu hari-harinya diwarnai dengan kebahagiaan. Kini, malah membuatnya seperti orang yang tidak berguna. Meninggalkan rumah lamanya me...