22-B

2.3K 286 60
                                    


Masih di malam pertama.

Jaemin duduk sendiri di kamarnya. Mengusapkan pembersih wajah ke wajahnya yang masih sedikit sisa make up. Lalu Jaemin mengoles masker tidur untuk mendingingkan kulit.

Mark masih mengobrol di luar. Jaemin tidak mau ikut. Itu obrolan laki-laki, Jaemin mana paham. Dia lebih memilih membuka handphone. Membaca deretan pesan dari grup PGTK se Kecamatan yang ternyata sedang membicarakannya.

Jaemin membalasnya, meskipun tidak semua. Tapi Jaemin berkata terimakasih kepada teman-teman guru yang sudah memberikan selamat dan mendoakan kelancaran acara.

"Kok senyum-senyum sendiri"

Jaemin menoleh dan mendapati Mark yang baru saja menutup pintu. Lalu menjawab kalau teman-temannya banyak yang memberi selamat.

Keduanya kini sudah berbaring di atas kasur Jaemin. Lampu juga sudah dimatikan, menyisakan lampu tidur kecil menggantung di tembok. Jam digital di meja menunjuk angka hampir jam sebelas malam. Tapi kantuk juga belum datang menyerang.

"Nana" Mark membuka percakapan.

"Dalem" Jaemin menengok sebentar. Dia lihat Mark yang tersenyum menatap langit-langit kamar.

"Kayak mimpi nggak sih. Perasaan baru kemarin aku ketemu kamu. Sekarang kamu udah jadi istri aku" Mark terkekeh setelahnya.

Jaemin tersenyum dengan pipi memerah. Untung suasana temaram menyamarkannya. Jaemin tidak pernah menyangka ini akan terjadi secepat itu.

"Aku nggak pernah nyangka nikah sama kamu. Sama laki-laki yang dulu waktu sekolah aku benci banget"

"Kenapa gitu kamu dulu benci aku?" Mark memiringkan tubuhnya menghadap Jaemin. Menggunakan sebelah tangannya sebagai bantal.

Jaemin menerawang sambil mengerucutkan bibir. "Kamu tau nggak, kamu itu dulu mirip preman. Baju nggak rapi. Mana dulu pernah narik jilbab aku sampai lepas. Kan aku jadi nggak suka sama kamu"

"Preman gimana sih. Ganteng gini juga"

Tangan Jaemin memukul pelan pudak Mark. "Kamu inget nggak, dulu baju kamu nggak pernah dimasukin. Apa namanya kalau bukan preman. Nggak enak dilihat"

Bukannya merasa bersalah, Mark malah tertawa. Mencubit pipi putih Jaemin. Meski cahaya cuma remang-remang, tapi Mark masih bisa melihat wajah cantik Jaemin. Sekarang Mark sudah bebas melihat dan menyentuh wajah cantik Jaemin sepuasnya.

"Kenapa coba kamu dulu gitu"

Jaemin mengerucutkan bibirnya menunggu Mark yang sepertinya sedang berpikir. Duh, kok Jaemin jadi deg-degan ya. Ini pertama kalinya mereka sedekat ini. Jaemin jadi bisa melihat wajah Mark seutuhnya. Dan Jaemin akui, kalau Mark itu sangat tampan.

Tapi yang tidak Jaemin habis pikir, Mark itu tampan. Dan kenapa bisa Mark memilih Jaemin yang biasa saja. Padahal di luar sana masih banyak perempuan yang lebih dari Jaemin.

"Nglamunin apa hayo" Mark menoel hidung Jaemin.

Tangan Jaemin mampir sebentar mencubit lengan Mark. "Jawab gih pertanyaan ku yang tadi"

Mark lagi-lagi tertawa, menambah kadar ketampanannya, menurut Jaemin.

"Resleting celanaku rusak. Kalau nggak dimasukin kan nggak kelihatan" jawab Mark santai.

Tangan Jaemin lagi mencubit lengan Mark. Diimbuhi rengekan kesal.

"Kan bisa minta tolong ibu buat benerin"

"Lupa. Hehe"

Jaemin yang sudah kepalang gemas itu semakin brutal mencubit dan memukuli Mark. Tidak beneran kok, kan cuma main-main. Jawaban Mark itu, mana ada lupa sampai tiga tahun sekolah.

Mereka selanjutnya mengobrol panjang sampai jam sudah menunjuk hampir pagi. Mengingat kembali masa SMA mereka dulu.

"Tidur gih udah mau pagi"

Jaemin mengangguk, membetulkan selimutnya bersiap tidur.

"Mau aku peluk nggak?"

"Ih jangan, aku malu"

...

Dobel apdet hshs
Pengantin baru masih suka malu-malu hshs

Seperangkat Alat Tulis [markmin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang