25

2.5K 258 40
                                    


Seperti yang sudah mereka sepakati, dua hari setelah resepsi Mark dan Jaemin akan diantar kembali ke rumah orang tua Mark. Siang itu keluarga Jaemin sudah siap mau mengantar. Beberapa temannya juga ikut. Jadi lumayan banyak yang mengantar.

Jaemin bersama Mark dan ayah ibunya berada satu mobil bersama mbak Chitta disopiri mas Johnny. Sebentar lagi mereka sampai. Karena acara tidak seramai waktu resepsi kemarin, tamu pun tidak terlalu banyak.

Setelah sampai, Mark dan Jaemin disambut bapak dan ibu Mark di depan pintu masuk. Tenda juga digelar disana. Tapi dekorasi tidak semeriah di tempat Jaemin kemarin.

Ibu Mark memberi pasangan pengantin ini minum bergantian. Lalu menggiring pengantin beserta rombongan untuk masuk.

Acara berlangsung hampir sama dengan di tempat Jaemin kemarin. Tapi kali ini tidak ada acara temu manten dan tetek bengeknya. Acara juga berlangsung sekitar dua jam-an, masih lebih lama acara resepsi kemarin.

"Bu Sulis, kalau Nananya rewel cubit aja hidungnya. Nanti juga anteng" ibu Jaemin yang akan pulang bersama rombongan itu berhenti sebentar untuk berpamitan ke orang tua Mark dan anaknya.

"Enggak kok, bu Weni. Nana kan anak manis"

Ibu-ibu itu lalu tertawa.

Setelah semua benar-benar selesai, kini Jaemin duduk ditepi kasur kamar Mark. Kamar Mark ini benar-benar berbanding terbalik dengan kamarnya. Kamar Mark lebih didominasi warna gelap. Banyak poster band di dindingnya. Tapi tetap rapi.

Jaemin menoleh mendengar suara pintu dibuka, menampilkan Mark yang masuk membawa dua cangkir teh.

"Kamu nggak suka ya sama kamar aku?"

Jaemin menggeleng.

"Nggak kok. Kamar kamu lumayan rapi. Cuma agak serem aja ada poster itunya" Jaemin menunjuk pada satu poster di dekat jendela, dengan gambar tengkorak disana.

Mark meringis. Seharusnya Mark tau kalau Jaemin ini orangnya cukup lembut, jadi melihat yang begitu katanya seram. Harusnya kemarin Mark mencopotinya dulu sebelum Jaemin tidur di kamarnya.

"Nggak apapa. Buat hiasan"

Mark ikut tersenyum melihat Jaemin senyum. Duh, senyum Jaemin ini memang nular. Mark sampai tidak sadar kalau matanya tidak bisa lepas dari wajah Jaemin.

"Nana. Terima kasih" Mark berkata pelan. Dibalas senyum Jaemin. "Terimakasih kamu mau nerima aku yang masih banyak kekurangan ini"

Jari-jari panjang Mark menggenggam lembut jari lentik Jaemin.

"Mungkin aku memang bukan laki-laki baik dan banyak uang. Aku juga nggak bisa janji bisa ngasih makan enak setiap hari ke kamu. Mungkin juga uang belanja yang aku kasih ke kamu nantinya nggak cukup. Tapi aku janji sama diriku sendiri, insyaallah aku bisa bahagiain kamu. Dengan caraku sendiri"

Jaemin masih senyum. Dia balas genggaman Mark di tangannya, diusap pelan.

"Kamu tau? Waktu kemarin aku nerima lamaran kamu, waktu itu juga aku udah siap sama semuanya. Aku siap nerima kamu apa adanya. Masalah uang insyaallah kita bisa cari sama-sama. Selama kita bisa saling nerima kekurangan dan kelebihan masing-masing dan saling percaya, insyaallah kita bisa bahagia sama-sama"

Mark tersenyum haru. Berucap syukur sebanyak yang ia bisa. Tidak salah Mark memilih Jaemin menjadi pendamping hidupnya. Jaemin benar-benar perempuan berhati lembut dan penuh kasih.

Tangan Mark menangkup wajah Jaemin. Mengecup bergantian pada kening dan pipi Jaemin. Dan berakhir di bibir Jaemin.

Meskipun bukan lagi yang pertama, tapi Jaemin tetap merasa malu begitu Mark menciumnya. Selanjutnya Jaemin merangsek masuk ke dalam pelukan Mark begitu suaminya itu melingkarkan tangannya di pinggang Jaemin.

Ternyata, bahagia bisa sesederhana ini.

...

Selesai

Seperangkat Alat Tulis [markmin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang