14. Pacar Nomor Seratus

120 24 10
                                    

"Lo mau, gak jadi pacar gue?"

Seluruh siswa-siswi di sana menganga lebar saat melihat hal yang terjadi saat ini. Bukan kata-katanya yang membuat gempar, tapi siapa yang mengucapkan.

Rafi yang biasanya ditembak oleh gadis, kini menembak gadis. Ya, itu adalah suara Rafi. Gadis di handapannya hanya menaikkan sebelah alis, sambil menatap tak percaya ke arah laki-laki yang kini berdiri tegak di hadapannya dengan tinggi yang menjulang bagaikan tiang listrik.

"Lo serius?" tanya gadis bernama Anya itu. Ya, Rafi menembak gadis yang akhir-akhir ini menjadi orang yang paling pertama tertawa saat Rafi menderita.

"Kapan gue main-main?" tanya Rafi sambil menaikkan alis kanannya.

"Lo selalu main-main sama perasaan cewek yang nembak lo," sahut Anya sambil memicing curiga ke arah Rafi yang saat itu hanya terkekeh pelan.

Tidak, Anya tidak boleh terpesona dengan kekehan Rafi yang membuatnya terlihat lebih cool dari biasanya.

"Itu karena mereka yang nembak gue. Sekarang ceritanya beda, kan? Di sini gue yang nembak lo," ucap Rafi sambil tersenyum. Senyuman yang sangat jarang atau bahkan belum pernah dilihat oleh siswa-siswi SMA Rajawali.

"Gimana? Mau, gak?" tanya Rafi seolah memberi penawaran sambil memasang wajah tengilnya. Hal itu sontak membuat Anya ingin memukul wajah Rafi dengan panci penggorengan milik penjual gorengan di kantin.

"Gue mau, sih, sebenernya. Tapi, gu-"

"Bagus kalau lo mau. Ini jawaban yang gue tunggu," ucap Rafi memotong ucapan Anya.

"Gue belum selesai ngomong bego," ucap Anya kesal. Baru saja Rafi membuatnya terbang, sekarang dia kembali dijatuhkan. Ternyata, Rafi tetaplah Rafi. Laki-laki tak tahu diri yang suka melakukan apapun semaunya.

"Bodoamat lo selesai ngomong apa enggak. Intinya, sekarang lo pacar gue. Satu lagi, lo pacar nomor seratus gue. Tapi, tenang aja. Lo akan jadi yang terakhir," ucap Rafi sambil tersenyum. Ini pertama kalinya Rafi tetap diam di tempat saat sudah mendapatkan pacar.

Anya cukup terbang dengan kalimat Rafi di mana dia bilang 'akan menjadikan Anya yang terakhir.' Tapi, dia sangat kesal saat mengingat dia adalah pacar nomor seratus Rafi. Apa laki-laki itu gila? Seratus gadis? Rasa-rasanya Rafi memang suka mengoleksi mantan dan menciptakan luka terdalam di hati masing-masing gadis bodoh itu.

"Tapi lu yakin gak salah cewek?" tanya Anya membuat Rafi tertawa kencang.

"Kalau gue salah, ngapain gue masih berdiri di sini? Dasar lo lemot juga, ya. Yaudah lah, balik ke kelas sana! Yuk, gue anter. Belajar yang rajin, biar bisa jadi istri yang baik untuk gue nanti," ucap Rafi menggoda Anya. Tapi, bukannya tergoda, gadis itu malah memukul punggung Rafi keras.

"Kampret. Baru juga jadian beberapa menit lalu, lo udah mikir nikah," ucap Anya membuat Rafi tertawa kencang, lagi.

"Iya, maaf. Yuk ke kelas," ucap Rafi sambil merangkul pundak Anya.

"Gue bisa ke kelas sendiri. Lo balik aja ke kelas lo, dihukum lagi tau rasa lo. Nanti suruh bersihin gudang lagi mampus lo," ucap Anya membuat Rafi kaget. Apa katanya? Membersihkan gudang? Bagaimana mungkin Anya tahu, bahwa dirinya dihukum membersihkan gudang? Bukankah saat itu semua kelas tengah belajar?

"Kok lu tahu kalau gue dihukum bersihin gudang?" tanya Rafi sambil berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Anya.

"Apapun yang lo lakuin di sekolah ini, termasuk hal-hal gak masuk akal itu dalam sekejap langsung tersebar luas ke seluruh penjuru sekolah. Capek gue sebenernya tiap hari dengar kabar lo tanpa sengaja soal kebegoan lo itu. Panas kuping gue," ucap Anya membuat Rafi terkekeh pelan.

"Kayaknya, para fans gue bisa dengan mudah dapetin info paling update tengang gue," ucap Rafi sambil membusungkan dadanya bangga.

"Sombong amat." Anya berlalu pergi meninggalkan Rafi saat mereka tiba di lantai 2. Rafi langsung melanjutkan langkahnya menuju kelas, begitu pula Anya. Rafi berharap, hari ini dia mendapat jam kosong seharian penuh. Rasanya, dia ingin tidur di UKS setelah beberapa hari ini disibukkan dengan permintaan guru, serta mengurus biodata dan lain-lain untuk lomba fotografi sesuai permintaan panitia untuk sekolah yang masuk babak final.

Tapi, ternyata usahanya tidak sia-sia. Dia berhasil mendapat juara, dan piala serta piagamnya akan ikut terpajang di lemari piala yang terletak di ruang tamu rumahnya. Begitu pula fotonya yang memegang piala bersama Refi akan terpajang di kantor guru. Dia tidak sabar melihat wajah tampannya terpampang di banner untuk promosi SMA Rajawali nanti.

***


Cukup buruk, setelah dia berhasil meraih juara, kini dia berakhir tragis di perpustakaan. Rasanya, dunia sangat tidak rela jika Rafi selalu bahagia. Ada saja yang membuatnya berakhir seperti saat ini. Dia tengah membersihkan perpustakaan, karena lupa mengerjakan PR Sejarah Indonesia. Benar-benar sial.

Rafi menata satu-per satu buku sesuai nomor referensi. Sudah hampir dua jam pelajaran dia berada di ruangan yang hanya dia datangi jika tidak menemukan tempat untuk tidur itu.

"Aduh." Rafi meringis saat dia baru saja selesai menata buku-buku di rak paling bawah. Kepalanya terbentur rak buku yang di atasnya, karena dia menegakkan tubuhnya dengan posisi kepalanya sedikit masuk ke dalam rak.

"Ini siapa, sih, yang naruh pembatas rak di sini? Sakit kepala gue," ucap Rafi sambil mengusap kepalanya. Dia berjalan ke arah pintu perpustakaan sambil terus mengusap bagian atas kepalanya yang terbentur rak buku kayu tadi.

"Akhirnya hukuman gue selesai, sekarang saatnya tidur," ucap Rafi. Dia menutup pintu perpustakaan, lalu berjalan menuju lantai bawah tempat UKS berada. Namun baru saja dia tiba di lantai tiga, bu Istu keluar dari kelas Refi, dan menatap tajam ke arah Rafi.

"Mau ke mana kamu?" tanya bu Istu menginterogasi, seperti biasa.

"Eh? Saya mau ke kelas, Bu. Saya habis dihukum soalnya," sahut Rafi sambil menampilkan deretan gigi putihnya.

"Selalu saja dihukum. Tidak bosan kamu dihukun terus?" tanya bu Istu yang lebih tepatnya menyindir.

"Sebenernya bosen, Bu, tapi susah juga ditinggalin," ucap Rafi membuat Bu Istu ingin meneriakinya saat itu juga.

"Mentang-mentang baru jadian kamu sudah ngebucin," ucap Bu Istu. Baru saja Rafi ingin angkat suara, Bu Istu kembali berbicara.

"Seragam kamu kenapa di luar? Masukkan! Seragam itu harusnya di dalam," ucap Bu Istu. Rafi melihat ke arah kemejanya yang berada di luar dengan ukuran yang cukup panjang.

"Kalau seragam di dalam, jadinya gimana, Bu? Masa seragamnya di dalam, terus singletnya di luar?" tanya Rafi layaknya orang bodoh. Bu Istu menganga lebar mendengar jawaban Rafi yang membuatnya ingin menelan hidup-hidup siswa itu.

"Bajumu di dalam celana, bukan di dalam singlet, Rafi," ucap Bu Istu geram.

"Kalau bajunya di dalam celana, berarti saya gak usah pakai baju dong, Bu," sahut Rafi lagi. Bu Istu bisa stres jika terlalu berlama-lama dengan siswa menyebalkan ini.

"Kamu ini. Apa perlu saya yang memasukkan seragam kamu dengan benar dan sesuai aturan?" tanya Bu Istu membuat Rafi terbelalak kaget. Apa-apaan? Guru yang satu ini memang tidak bisa diajak bercanda. Pantas saja dia selain guru Biologi juga guru BK.

"Eh? Gak usah, Bu. Saya bisa sendiri."

TBC

Halo semua😭😭help banget. Aku mintol banget, tolong hentiin haluku. Udah 4 cerita yang aku update hari ini. Sebenarnya update ini masuk hari baru, sih. Tapi karena masih malem (menurutku) aku anggap masih masuk hari kemaren. Haluku gamau berhenti udah jam 12 malem gini😭mau tidur tapi ga nyenyak :( semoga kalian suka, jangan lupa krisannya ❤

Love you readers ❤ ...

Ig : fania.drze_

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang