16. Sikap Buruk Rafi

113 16 12
                                    

Bel masuk berdering cukup kencang, membuat pemuda yang tengah bercanda di dalam UKS itu kecewa.

"Kok udah masuk, sih? Baru aja gue istirahat," ucap Rafi. Apa katanya? Baru saja?

"Baru aja? Lo udah molor di sini sejak jam pelajaran pertama lo bilang baru aja? Saiko," ucap Anya tak habis pikir dengan laki-laki aneh itu.

"Santai, jangan ngegas," ucap Rafi. Dia kembali membaringkan tubuhnya, dan mulai memainkan ponsel ber-case apel gigit itu.

"Masuk, Rafi. Guru udah selesai rapat," ucap Anya, namun tak digubris oleh Rafi.

"Rafi!" Anya berteriak membuat Rafi memejamkan matanya, karena kaget.

"Iya-iya gue masuk ke kelas. Ayo, tolong balikin, ya," ucap Rafi dan berlalu pergi meninggalkan tiga gadis di dalam UKS itu.

Anya menganga lebar melihat pemandangan di depannya. Apakah laki-laki itu baru saja memerintahnya? Dia pikir dia siapa? Status Anya saja pacar, tapi diperlakukan seperti babu.

Anya menghela napasnya kasar, dan langsung membawa mangkuk kotor itu ke kantin bersama dua temannya. Tidak masalah, mungkin besok atau lusa Rafi bisa berubah.

Sementara itu, Rafi dan tiga temannya langsung berjalan menuju lapangan basket. Mereka sempat melihat ke arah kelasnya yang masih ramai, menandakan bahwa belum ada guru yang masuk.

Rafi, Bian, Theo, dan Alda kini tengah duduk di bawah pohon dekat lapangan basket outdoor. Tidak melakukan apa-apa, hanya ingin bersantai.

"Lo serius sama Anya?" tanya Theo sambil menatap lurus ke arah Anya dan teman-temannya yang baru saja kembali dari kantin.

"Iya," sahut Rafi santai sambil mencabuti rumput-rumput yang dia duduki. Mungkin Rafi tidak tahu, bahwa rumput yang dia cabuti saat ini dipelihara oleh sekolah.

"Kalau serius, kenapa lu jadiin dia babu?" tanya Theo lagi. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran Rafi yang benar-benar berbeda dari yang lain.

"Gue gak jadiin dia babu," ucap Rafi yang kini menatap Theo.

"Menurut lo gitu, tapi kenyataannya itu yang lo lakuin," ucap Theo membuat Rafi sedikit berpikir tentang perilakunya yang mungkin memang keterlaluan.

"Gue gak ada niatan gitu. Lo tahu gue, kan? Gue gak ada niatan jadiin Anya babu. Gue bener-bener suka sama dia, cuma dia. Kalau gue gak suka, gak bakal gue nembak dia," ucap Rafi. Theo hanya diam berusaha mencerna setiap kalimat yang Rafi lontarkan.

"Gue tahu, tapi setidaknya kurangi kebiasaan buruk lo. Kalau lo gitu terus, Anya bisa capek juga," ucap Theo. Alda dan Bian yang tidak paham arah pembicaraan mereka tentu saja diam. Dua orang jomblo permanen itu benar-benar tidak memiliki minat maupun bakat dalam hal itu.

"Gue usahain." Pembicaraan mereka terhenti sampai di sana. Baik Rafi maupun Theo, tidak ada yang membuka pembicaraan lagi. Mereka semua sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga sebuah suara membuat keempatnya menoleh secara serempak.

"Ternyata kalian di sana, ya? Bagus, bolos saat jam pelajaran saya," ucap seorang pria dengan kacamata minus serta kepalanya yang botak itu membuat Rafi memicingkan matanya, akibat silaunya sinar matahari yang terpantul dari kepala guru itu.

"Pak bulet, woi. Kabur," ucap Rafi, namun terlambat. Pak Karyo sudah menahan tubuhnya dengan cara memegang kerah belakang baju Rafi.

"Mau lari ke mana, hm? Kalian berempat memang selalu berulah. Bersihkan perpustakaan sekarang juga!" seru Pak Karyo yang langsung menyeret Rafi beserta teman-temannya ke perpustakaan.

***


Di sinilah Rafi sekarang. Nasibnya memang tidak pernah berubah, yaitu selalu dihukum. Rasanya, dihukum adalah kegiatan rutin yang diterima setiap hari oleh Rafi.

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang