10. Di saat Rafi Menderita

176 23 16
                                    

Brak

"Aw, pantat gue!" Suara nyaring itu memenuhi ruangan setelah suara sesuatu yang cukup nyaring.

"Ini meja ngapain pake patah segala coba," gerutu Rafi sambil berusaha berdiri kembali sambil memegangi pinggangnya. Ya, suara itu berasal dari beberapa meja reot yang dinaiki oleh 8 remaja tidak waras itu.

"Sakit pinggang beneran ini jadinya," ucap Rafi sambil berjalan menahan sakit di pinggangnya.

Penderitaannya belum selesai, dia melihat seorang wanita dengan tubuh gendut tengah berkacak pinggang di ambang pintu. Tanpa menatap, Rafi tahu itu siapa. Siapa lagi kalau bukan bu Layla.

"Alamak, mati awak," ucap Andre sambil berbalik badan membelakangi pintu, dengan tujuan agar bu Layla tidak melihatnya.

"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Konser, Bu," jawab Rafi sambil menundukkan wajahnya.

"Saya menyuruh kalian merapikan gudang, bukan malah konser tidak jelas sampai merusak fasilitas!" Suara nyaringnya langsung menelusuk ke dalam indra pendengaran 8 siswa bandel itu.

"Kalian harus bereskan kekacauan ini! Jangan harap kalian bisa pulang sebelum semua ini beres," ucapnya dan mengunci gudang dari luar membuat 8 laki-laki itu menjerit histeris dari dalam gudang.

"Bu, bukain gudangnya! Saya masih suka perempuan asli, Bu. Bukan setan! Buka, Bu. Bu Layla yang cantik dan sexy," ucap Rafi berteriak, namun bu Layla menoleh dari kejauhan memberikan isyarat Rafi untuk diam, atau dia akan celaka.

Rafi menelan salivanya kasar, dan pasrah dengan takdirnya. Dia langsung membereskan ruangan yang berantakan itu bersama teman-temannya.

"Kita dua kali beresin ruangan ini," ucap Theo sambil menekan saklar lampu, untuk menyalakan lampu di gudang itu.

"Capek banget, kita gimana mau keluar? Kita udah selesai, tapi bu gendut itu belum dateng. Ini udah jam pulang lagi, malah udah dari tadi. Ini udah jam lima," ucap Theo mendengkus kesal.

"By the way kenapa kita goblok, ya?" tanya Arda yang berdiri di samping jendela besar, namun teman-temannya tak menyadari maksud Arda.

"Maksud lo apa?"

"Ada jendela. Kenapa kita gak keluar dari tadi?" tanya Arda sambil membuka jendela, dan langsung keluar dengan mudah dari sana.

"Kampret, tahu gitu gue pergi dari tadi pas bu gendut itu kunciin pintu," ucap Rafi dan langsung berlari menuju jendela, lalu masuk ke sana bersamaan dengan Andre.

"Gak muat, Ndre. Lo kegendutan," ucap Rafi pada Andre.

"Mana ada? Jendelanya emang cuma ukuran satu orang. Lo aja yang gak ada otak, pergi lo!" seru Andre dan langsung keluar melalui jendela, disusul oleh Rafi.

"Bebas. Mari pulang, marilah pulang, marilah pulang, bersama-sama," ucap Rafi sambil bersenandung ria. Dia tertawa lebar sambil merentangkan tangannya memeluk angin.

"Gelang, sepatu hilang. Gelang si ramai-ramai. Mari pulang, marilah pulang, marilah pulang, bersama-sama." Rafi menyanyikan lagu itu dengan asal-asalan. Tak peduli, jika lagu yang dia nyanyikan berubah lirik, karena dia memang lupa liriknya.

Mereka tiba di parkiran, sementara Rafi langsung berjalan menuju gerbang.

"Raf, ngapain?" tanya Bian membuat Rafi menoleh.

"Nunggu jemputan." Rafi menjawab ucapan Bian sambil tersenyum lebar, membuat mereka semua langsung pulang, karena Rafi akan dijemput.

"Ke mana, ya? Kok lama banget. Retha udah pulang ap ... Allahuakbar, ini udah jam lima, jelas aja Retha udah pulang. Aduh, gue gimana pulangnya coba?" tanya Rafi, lalu mengambil ponselnya dari saku, dan menelfon seseorang.

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang