28. Si Pemaksa

60 16 0
                                    

"Rafi! Sudah berapa kali Mama bilang? Anak perjaka jangan kesiangan. Kamu lupa hari ini sekolah? Ada Anya yang harus kamu jemput. Calon menantu Mama bisa terlambat ke sekolah gara-gara kamu, Rafi!" Suara Refa menggelegar membuat seluruh penghuni rumah mendengar. Wanita paruh baya itu berteriak tepat di dekat telinga Rafi yang tertutup bantal.

"Iya, Ma. Jangan teriak-teriak terus kenapa, sih? Rafi mau bangun, Ma. Mama turun dulu sana," ucap Rafi sambil menyingkap selimutnya. Refa berkacak pinggang menatap kepergian Rafi yang berjalan gontai menuju kamar mandi dengan handuk di pundak.

Refa menggeleng kecil. Dia pergi meninggalkan kamar Rafi. Sementara Rafi, lelaki itu sibuk berkutat dengan shower yang tak kunjung menyala. Dia telah menghidupkan, lalu mematikannya berkali-kali. Namun, tak ada setetes air pun yang membasahi tubuhnya.

"Apaan, sih? Kenapa shower ini gak hidup? Masa iya gue harus ke kamar mandi tamu, sih? Bisa diomelin sama mama gue kalau kelamaan," ucap Rafi. Lelaki itu membuka kembali pintu kamar mandi, lalu menatap sekitar. Sebuah ide cemerlang muncul begitu saja di benaknya. Rafi langsung menyalakan wastafel, lalu membasuh wajah. Setelah itu, Rafi menggosok gigi.

"Selesai. Gak perlu mandi gue masih ganteng," ucap Rafi sambil memasang dasi pada kerah seragamnya. Setelah itu, dia memasang sepatu dan melangkah pergi menuju ruang makan. Dia tak ingin mendapat omelan beruntun dari Refa.

Setibanya di ruang makan, Rafi langsung duduk dengan wajah ceria seperti biasa. Refi sendiri berusaha mati-matian menahan semerbak bau maskulin yang Rafi gunakan. Entah merk apa yang lelaki itu pakai. Refi curiga Rafi memakai satu botol sekaligus. Baunya sangat menyengat.

"Lo pakai minyak apa, sih? Nyengat banget baunya. Pasti lo gak mandi, ya? Makanya pakai minyak sampai dibuat mandi," ucap Refi ketus. Dia menutup hidungnya menggunakan lengan sambil menatap tajam ke arah Rafi.

"Harum, kan? Iya, gue gak mandi. Shower di kamar gue mati. Gimana mau mandi coba?" Rafi meraih lauk pauk, sementara Refi menyudahi makannya. Mood-nya mendadak kacau saat mencium bau maskulin Rafi.

"Jorok lo. Itu gunanya kamar mandi tamu apa?"

"Nanti kelamaan, Ref. Kalau ke sana gue bisa diomelin mama panjang kali lebar. Lagipula gue gak mandi tetap ganteng. Lo kalau di posisi gue gak akan punya ide secemerlang ini, kan? Setidaknya ada yang gue ungguli dari lo," ucap Rafi membanggakan diri. Refi hanya berdecak pelan, sebelum akhirnya lelaki itu beranjak.

"Unggul dalam hal jorok aja bangga," ucap Refi dan berlalu pergi. Paginya kacau hanya karena Rafi yang lupa membawa akhlaknya.

"Baperan lo, Ref. Kayak cewek," ucap Rafi setengah berteriak. Jangan ditanya bagaimana respon Refi. Lelaki itu terus berjalan meninggalkan rumah tanpa memedulikan ucapan Rafi.

***

"

Belajar yang pintar, ya. Jangan mikirin gue terus," ucap Rafi. Saat jam menunjukkan pukul 06.45 Rafi baru saja tiba di sekolah. Berkat idenya yang mengesampingkan mandi, dia bisa menghindari kata terlambat.

Anya menyerahkan helm, lalu merapikan rambutnya yang berantakan. Gadis itu memoleskan sedikit liptint pada bibirnya yang terasa kering. Sementara Rafi, dia hanya menatap sambil menaikkan sebelah alis. Dia tak paham apa yang tengah kekasihnya lakukan.

"Yuk, ke kelas. Gue udah selesai," ucap Anya. Rafi turun dari motor masih dengan tatapan heran. Dia bertanya-tanya apa yang Anya poleskan di bibirnya. Seingat Rafi lipstik tidak seperti itu.

"Lo kasih apa di bibir lo?" tanya Rafi saat mereka berjalan berdampingan menuju kelas. Anya menoleh sambil mendongak, lalu kembali fokus pada jalanan.

"Itu liptint. Mau coba?" tanya Anya. Rafi bergidik sambil memalingkan pandangan. Ayolah, dia cowok tulen yang terkenal membuat onar. Di mana ada badboy memakai liptint? Lucu sekali. Begitu pikir Rafi.

"Masa iya pembuat onar pakai liptint," sahut Rafi. Anya diam sejenak sebelum akhirnya dia kembali angkat suara.

"Boyband Korea banyak yang pakai liptint, kok. Bahkan, di tampilan badboy mereka cocok-cocok aja," ucap Anya. Rafi mendengus sambil memutar bola matanya jengah. Ayolah, Rafi bukan anggota boyband Korea. Jika anggota boyband Korea terlihat tampan mengenakan liptint, bukan berarti Rafi juga demikian. Dia akan terlihat seperti waria jika memoleskan liptint pada bibirnya.

"Bibir gue udah bagus dan lembab tanpa liptint," sahut Rafi. Tak ada lagi perbincangan antara keduanya. Baik Rafi maupun Anya memilih diam hingga tiba di kelas.

"Belajar yang pintar, ya. Untuk bekal nikah sama gue nanti," ucap Rafi. Anya mencubit pinggang laki-laki itu keras. Apa-apaan ini? Membahas pernikahan di umur belasan? Nikah muda tak termasuk dalam daftar cita-cita Anya.

"Masih bau kencur bahas nikah. Lo sana balik ke kelas, belajar yang benar biar gak goblok terus," ucap Anya. Gadis itu membalikkan badan, lalu berjalan menuju bangkunya yang terletak di barisan tengah nomor dua dari depan.

***

"Kemarin engkau masih ada di sini. Bersamaku menikmati rasa ini. Berharap semua tak kan pernah berakhir. Bersamamu. Bersamamu."

"Kemarin dunia terlihat sangat indah dan denganmu merasakan ini semua. Melewati hitam putih hidup ini. Bersamamu. Bersamamu."

"Kini, sendiri di sini. Mencarimu tak tahu di mana. Semoga tenang kau di sana selamanya. Aku selalu mengingatmu, doakanmu setiap malamku. Semoga tenang kau di sana selamanya."

Rafi bersama Theo dan siswa lainnya tengah melakukan konser di dalam kelas. Berbekal sapu sebagai gitar, meja dijadikan drum, ditambah botol yang diisi kerikil mereka mengubah lagu pop melankolis menjadi sedikit dangdut. Dengan bermodal percaya diri yang tinggi, Rafi mengeluarkan suara sumbangnya memenuhi kelas. Setelah beberapa jam lalu mereka baru selesai belajar Bahasa Indonesia, kali ini mereka membuat keributan akibat pengumuman jam kosong dari Andre.

"Rafi, suara lo fals banget, sih. Berhenti aja, deh. Telinga gue bisa budek nanti," ucap Talita. Rafi langsung berdiri, lalu menyanyikan lagu senyaring mungkin sambil menari. Menyebalkan memang.

"Rafi!" Gadis dengan rambut curly itu meraih kemoceng, lalu mengejar Rafi untuk memukulnya. Belum sempat dia melakukannya, bel istirahat berdering kencang membuat aktivitas seluruh siswa-siswi terhenti sejenak, lalu disusul dengan keributan menuju kantin secara bersamaan.

"Rafi, tunggu gue!" Langkah Rafi tertahan saat seseorang bergelayut di lengannya. Lelaki itu terbelalak kaget, lalu berusaha melepaskan pegangan gadis itu. Namun, gadis tersebut terlalu keras kepala.

"Lepasin gue, Liya! Pergi sama teman-teman lo sana. Gue gak mau dapat masalah baru sama Anya. Pergi sana! Hus-hus. Gue gak mau bareng nenek lampir," ucap Rafi. Namun, hal itu seolah hanya angin lalu bagi Liya. Gadis itu terus bergelayut, lalu memeluk leher Rafi dari depan.

"Gue yakin lo gak lupa ucapan gue semalam," ucap Liya. Rafi langsung memutar ingatan pada kejadian semalam di mana bertemu Liya di Indomaret.

"Gue gak peduli, Liya. Lepasin gue!"

"Gue gak peduli. Lo harus turutin kemauan gue, baru gue gak akan ganggu lo," ucap Liya.

"Gak akan pernah!"

"Lo nantang gue, ya?" Liya menarik leher Rafi sehingga mendekat ke arahnya. Wajah mereka terpaut lima centi membuat Rafi berusaha mati-matian menarik kembali tubuhnya. Namun, kekuatan Liya cukup bagus juga.

"Rafi, lo ngapain?"

TBC

Hikd :( kemarin mau nulis tapi stuck. Masa iya dari pagi sampai malam aku cuma dapat 300 words :) eh ini gak sampai 1 jam udah lebih 800 words dapatnya. Ini cuma 1000+, ya. Gak sampai 2000+ kayak lapak sebelah huhu :( by the way aku lagi kangen Seventeen :(

Semoga suka sama bab yang absurd (dari awal) ini. See you next time 🌻🌻🌻

Ig: faniazei17_

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang