13. Rafi Juara?

110 25 9
                                    

Satu minggu telah berlalu semenjak Refi berangkat ke Singapura. Kini, suasana meja makan kembali lengkap. Refi sudah kembali kemarin sore, tepat saat Rafi dan Retha baru saja pulang dari sekolah.

Soal kemenangan, tentu saja Refi menduduki juara 1. Lelaki itu memang benar-benar pandai di Matematika dan Fisika. Otaknya terlalu jenius untuk ukuran Rafi yang hanya melakukan hal-hal membosankan dan tidak berguna.

"Akhirnya lo balik, Ref. Gue kangen sama lo," ucap Rafi sambil mengunyah makanannya.

"Tapi, sayangnya gue gak kangen sama lo," ucap Refi datar sambil memasukkan nasi goreng dan telur mata sapi ke dalam kotak bekalnya. Rafi benar-benar heran dengan saudara kembarnya itu.

Setiap hari membawa bekal, dan sangat jarang berada di kantin. Makanan yang dia bawa, juga makanan yang menjadi sarapan di rumah. Refi tidak pernah meminta untuk memasakkan makanan lain di rumah.

"Airnya udah, Ref?" tanya Refa.

"Udah, Ma. Ada di dalam tas," sahut Refi santai.

"Uhuk uhuk." Rafi terbatuk saat mendengar percakapan Refa dan Refi. Apa katanya? Air? Refi membawa bekal dan air? Dia itu SMA apa TK?

"Lo bawa bekal? Bawa air? Anak SMA apa anak TK?" tanya Rafi membuat Refi yang sedang memasukkan kue coklat ke dalam kotak bekal berbeda itu menoleh.

"Emangnya kenapa?" tanya Refi dan kembali fokus memasukkan kue coklat itu.

"Kenapa harus sampai segitunya? Lo udah SMA. Untuk apa bawa bekal?"

"Untuk dimakan saat istirahat pertama, istirahat kedua ke masjid atau ke perpustakaan. Jadi uang saku bisa ditabung di rumah, atau untuk ke kantin istirahat kedua aja kalau emang bener-bener lapar," sahut Refi yang sudah menutup rapat bekalnya.

"Kenapa harus gitu? Kalau ada kantin, untuk apa bawa bekal?"

"Kalau di rumah ada makanan, untuk apa beli? Semua siswa-siswi di dua belas IPA satu bawa bekal," sahut Refi. Dia menggendong tasnya dan melangkah pergi meninggalkan ruang makan.

"Rafi berangkat juga, Ma, Pa," ucap Rafi dan berlalu pergi. Refa dan Tama menggeleng pelan melihat sikap kedua putranya yang bertolak belakang.

***


Hari ini adalah hari senin. Hari di mana siswa-siswi akan dijemur selama kurang lebih 40 menit untuk mengikuti upacara bendera. Terik matahari pagi yang menyilaukan serta menerobos masuk menembus kemeja putih siswa-siswi yang tengah berdiri di lapangan dengan keringat bercucuran menunggu kepala sekolah selesai memberi amanat.

Di depan sana, para petugas ucapa juga terlihat lelah. Wajah kusam serta keringat terlihat jelas dari kejauhan. Begitu pula Refi, yang menjadi pemimpin upacara. Kelas Rafi yang memang berbaris tepat di belakang pemimpin upacara dapat melihat jelas seragam Refi yang basah akibat keringat. Namun, hal itu tak mengganggu Refi sedikitpun.

Dia tetap berdiri tegak dengan posisi istirahat di tempat tanpa bergerak sedikitpun.

"Gue salut sama saudara kembar lo, Raf. Dia tauladan banget dan disiplin. Panas-panas begini yang lain udah kayak cacing kremi, dia masih berdiri di sana tegak ga bergerak kayak patung," ucap Elon pada Rafi yang berdiri di depannya.

"Gue juga heran, kenapa dia bisa kayak gitu. Padahal, gue enggak," sahut Rafi sambil menatap lurus ke arah Refi. Aroma parfum Refi terdengar wangi membuat para siswi yang berbaris di depan betah berlama-lama di lapangan.

"Siap, grak!" Refi berteriak memerintah, saat amanat dari pembina upacara selesai.

Seluruh siswa-siswi menghela napas saat upacara akhirnya selesai.

"Pengumuman-pengumuman." Suara itu membuat seluruh siswa-siswi mendesis kasar dan ada yang menyoraki, karena pengumuman itu harus menahan mereka di lapangan selama kurang lebih 20 menit.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," ucap pak Angga, sang kepala sekolah yang kini berdiri di atas panggung pembina.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," sahut yang lain cepat, agar guru itu segera melanjutkan pencitraannya.

"Berdirinya saya di sini ingin mengumumkan, bahwa SMA Rajawali untuk kesekian kalinya meraih juara di dua lomba sekaligus. Kami benar-benar sangat bangga dengan siswa kami yang satu ini, juga tidak menyangka dengan siswa yang memenangkan lomba kedua." Pak Angga memulai pengumumannya dengan beberapa pembukaan yang mungkin akan mengulur waktu.

"Baiklah, siswa ini sudah satu minggu tidak bertemu dengan kami juga kalian semua yang ada di sini. Hari ini, adalah hari pertama dia kembali ke sekolah setelah satu minggu berada di Singapura. Dia benar-benar mengharumkan nama SMA Rajawali dengan memenangkan juara pertama olimpiade Matematika tingkat Asia Tenggara. Untuk ananda Teuku Refian Aldebaran, silahkan maju ke depan," ucap pak Angga sambil tersenyum.

"Apa? Teuku Rafian? Wah, gue harus ma—"

"Teuku Refian, bukan Rafian," ucap Theo sambil menarik ujung kerah seragam Rafi yang hendak maju.

"Oh, Refi. Gue kira Rafian. Gak heran kalau Refi, dia memang selalu juara," ucap Rafi sambil mengorek hidungnya.

"Untuk lomba kedua, sebelumnya kami ucapkan terima kasih untuk siswa kita yang satu ini. Dia berhasil membuat SMA Rajawali memenangkan juara pertama di lomba photography dan video. Berkat hasil jepretan dari dia, juga editan videonya yang luar biasa, kami berhasil menduduki tempat pertama. Untuk ananda Teuku Rafian Aldebaran, silahkan maju ke depan," ucap pak Angga membuat seluruh pandangan tertuju ke arah Rafi.

Sementara yang ditatap, seolah tak peduli. Dia sibuk mengorek hidungnya dengan jari kelingking kiri. Teman-temannya meringis pelan melihat hal jorok yang dilakukan lelaki itu.

"Nama lo dipanggil pak Angga, Raf," ucap Andre sambil mendorong keras Rafi.

"Eh? Kenapa?"

"Lo menang photografi," sahut Bian membuat Rafi langsung merapikan seragamnya.

"Fotoin gue, ya, entar gue taruh di instastory. Oh iya, nanti yang hasil fotonya paling bagus, gue kasih seratus ribu. Nanti gue traktir di kantin kalian semua," ucap Rafi dan langsung berlari menuju depan. Dia langsung berdiri di samping Refi yang sudah memegang piala besar, serta papan tulisan bertuliskan Rp. 10.000.000.

"Ref, gue akhirnya bisa berdiri di samping lo setelah upacara. Bukan berdiri di samping teman-teman gue hadap tiang bendera," ucap Rafi sambil menampilkan deretan gigi putihnya.

"Congrats," sahut Refi datar. Dia tetap menghadap ke depan dengan wajah datar nan dinginnya, sementara Rafi menampilkan senyum sumringah sambil memegang piala. Keduanya tersenyum saat mereka difoto bersama kepala sekolah juga beberapa guru.

"Ini bisa dipajang untuk pendaftaran peserta didik baru nanti," ucap bu Agnes membuat keduanya menoleh.

"Tapi kita kan udah lulus nanti, Bu," ucap Rafi memprotes.

"Gak papa. Soalnya prestasi Refi banyak banget," ucap bu Agnes yang merupakan waka kesiswaan. Guru yang mengenakan hijab serta wajahnya yang mulai keriput, karena usianya yang sudah memasuki kepala 4.

"Sukses terus untuk kalian," ucap bu Agnes dan berlalu pergi. Seluruh siswa-siswi kembali ke kelas, namun kehebohan kembali dibuat oleh Rafi.

Refi yang tengah membantu teman-temannya membereskan lapangan upacara itu langsung menoleh saat seluruh siswa-siswi berkerumun menatap ke satu objek.

"Lo mau, gak, jadi pacar gue?"


TBC

Yippiii akhirnya Rafi gak goblok terus wkwkwk. Dia dapat juara di bidangnya sendiri wkwkwk. Siapa coba yang nembak? Cewe, atau Rafi? Opsi kedua kayaknya impossible wkwkwk lihat aja next partnya nanti. Ucapkan selamat untuk Rafi yang berhasil dapat juara untuk pertama kalinya ❤

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang