30. Hukum Teros

85 17 0
                                    

Anya menoleh ke belakang saat merasa tak ada derap langkah di belakangnya. Seingat dia, Rafi mengikutinya tak jauh di belakang. Namun, ke mana laki-laki itu sekarang? Anya menoleh ke kanan dan ke kiri menatap penjuru koridor berharap menemukan Rafi di tempat persembunyiannya. Namun, Anya tak kunjung menemukan apa yang dia cari.

"Rafi ke mana, ya? Ngilang kok cepat banget," ucap Anya. Gadis itu mengedikkan bahu dan masuk ke dalam kelas setelah lelah mencari-cari keberadaan Rafi yang tak kunjung ditemukan.

Sementara itu, seorang laki-laki jangkung dengan baju seragam yang dikeluarkan setengah berdiri di depan stan siomay. Lelaki itu menerima makanan di atas piring lalu memilih tempat duduk. Tak peduli bel masuk telah berdering. Selama kantin sepi, dia bisa bebas asal tidak bertemu guru piket.

"Asli enak banget bolos pelajaran. Sendirian di kantin berasa milik sendiri." Rafi menaikkan sebelah kaki ke atas kursi sambil memakan siomay yang dia pesan. Ketenangannya tak berselang lama. Dewi fortuna memang tengah memusuhinya. Bu Layla tiba-tiba memasuki area kantin dengan wajah garang membuat siomay Rafi tertahan di tenggorokan.

"Alamak, ada gajah berkulit badak. Gue harus kabur." Rafi menyodorkan selembar uang berwarna hijau pada ibu kantin dan berlalu pergi tanpa meminta uang kembalian. Bu Layla sendiri langsung mengejar murid paling nakal itu menyusuri koridor. Sepatu high heels wanita paruh baya itu dilepas untuk menambah kecepatan. Namun, tetap saja tubuh gempalnya tak bisa mengejar Rafi. Baru beberapa meter berlari saja sudah penat.

Rafi menghela napas saat tak melihat Bu Layla mengejar. Dia duduk di salah satu kursi depan kelas untuk mengatur napas.

"Pasti dia gak kuat ngejar gue. Orang bulat gitu," tutur Rafi. Dia menyandarkan tubuhnya ke tembok sembari menetralkan detak jantungnya yang tak beraturan.

"Ayo, ikut saya!" Rafi terlonjak kaget saat seorang satpam sekolah menyeretnya dengan paksa. Dia harus melaporkan pada Tama nanti. Anak sultan sepertinya diseret seperti kucing? Yang benar saja.

"Aduh! Sakit, Pak. Jangan seret-seret saya. Saya laporin ke papa tahu rasa." Rafi berusaha memberontak, namun sang satpam cukup kuat juga. Untuk seukuran Rafi yang jarang berolah raga atau bahkan tidak pernah itu tentu saja hanya bisa pasrah.

"Pak Tama tidak akan peduli dengan laporan kamu. Kamu itu bandel dan tentu saja Pak Tama setuju kalau kamu dihukum," sahut Pak Jono—satpam yang menyeret Rafi menuju sesuatu tempat. Baru saja Rafi hendak bertanya, dia harus urungkan karena tahu jawabannya. Lelaki itu hampir saja lolos dari pengangan Pak Jono jika wanita bertubuh gempal itu tidak menarik kerah bajunya.

"Mau ke mana kamu, huh? Bandel banget kamu bolos terus kerjaannya," ucap Bu Layla dengan wajah garang tanpa melepas pegangannya pada kerah baju Rafi. Wanita berkekuatan besar akibat bantuan tubuh besarnya itu menyeret Rafi yang memasang wajah pasrah memelas.

"Ini untuk bapak. Terima kasih sudah membantu saya menangkap anak bandel ini," tutur Bu Layla sambil menyerahkan selembar uang 50 ribu ke arah Pak Jono. Pria berkumis dengan perut buncit itu langsung memamerkan uangnya ke arah Rafi yang hanya dibalas dengan memutar bola mata malas.

'Apa-apaan, sih? Lima puluh ribu gue punya banyak,' ucap Rafi dalam hati. Lelaki itu membiarkan tubuhnya diseret tanpa perlawanan. Jika melawan sama saja dia menghadapi bison. Rafi masih menyayangi nyawanya.

***


Di sinilah Rafi berada sekarang. Lelaki itu berlari di lapangan basket yang biasa digunakan untuk upacara. Keringat telah membasahi seragamnya, namun dia tak berani berhenti. Seorang wanita paruh baya mengawasi dari tempat yang teduh. Hal itulah yang menciutkan nyali Rafi.

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang