37. Membujuk Refi

83 14 0
                                    

Anya benar-benar marah besar padanya, terbukti saat dia mengajak pulang bersama gadis itu menolak. Rafi menghela napas saat tubuhnya menyentuh kasur. "Gini banget punya pacar. Duh, gue gimana bujuk Anya untuk ikut ke acara pesta perusahaan? Bisa diledek papa gue. Dia gak bisa liat ketulusan di muka gue apa? Atau muka gue gak ada tulus-tulusnya?" Rafi menggerutu, lalu bangkit dari posisinya.

Berjalan menuju lemari, dia menarik asal baju santai yang akan digunakan. Setelah itu, Rafi meraih ponselnya berharap Anya menangkat panggilan kali ini. Namun, belum sempat dia menekan tombol panggil pada nomor Whatsapp gadis itu, nomornya terlebih dahulu diblokir.

"Sialan!" Rafi membanting ponselnya ke kasur. Dia berjalan ke luar kamar berharap mendapat pencerahan. Namun, baru tiba di ujung tangga, Refa tersenyum manis ke arahnya. Rafi tahu maksud senyuman itu, ada yang diinginkan darinya.

"Untung kamu turun, Rafi. Refi belum pulang, katanya ada jadwal di perguruan. Kamu bantu mama, ya," tutur Refa lembut. Rafi menghela napas merasa malas harus membantu ibunya. Tidak, bukan karena durhaka, tetapi dia tahu permintaan Refa terkadang tidak wajar.

"Memangnya Retha ke mana?"

"Kamu kayak gak tahu adikmu aja. Dia tadi izin pulang telat karena kerjakan tugas kelompok di rumah Dewa. Dia lagi kasmaran, biarin aja, biar bisa bawa pasangan ke pesta." Rafi mengembuskan napas untuk kesekian kali, lalu menuruni tangga siap menerima perintah Refa.

"Kamu bantuin mama beres-beres, ya. Pertama, mama mau masak. Setelah itu, kamu ikut mama untuk cek lokasi yang akan dipakai untuk pesta nanti. Nih, kamu beliin garam, gula, sama merica di toko depan sana. Cepetan, ya, awas kalau lama." Tanpa menunggu persetujuan Rafi, Refa berlalu pergi setelah menyerahkan selembar uang sepuluh ribu. Dengan langkah terpaksa, akhirnya Rafi berjalan menuju toko yang Refa maksud.

***

Rafi menopang dagu di toko yang pemiliknya tengah menonton televisi. Menarik napas panjang, Rafi memilih berteriak, "Bu, mau bele-beleeeeee!"

Pemilik toko langsung terlonjak kaget mendengar teriakan Rafi yang memekakkan telinga. Dengan cepat ibu itu menuju tokonya dan berdecak saat mendapati Rafi di sini.

"Mau beli apa, Rafi? Jangan bilang kamu cuma mau beli permen seribu pakai teriak-teriak kayak biasa," ucapnya sambil membenarkan sampir yang dia kenakan. Rafi menampilkan deretan giginya lalu menyebutkan barang yang Refa minta tadi.

"Kembaliannya permen, ya," ucap ibu penjual itu saat Rafi menyerahkan uang. Rafi membelalakkan mata tak terima. Berapa kali dia membeli dan kembalian selalu permen? Sementara Refi, tak pernah sekali pun mendapat kembalian permen.

"Kok permen terus, sih, Buk? Ga adil, nih. Refi gak pernah dapat permen, masa saya dapat permen," protes Rafi. Ibu penjual itu mendengkus sebelum akhirnya menjawab, "Refi setiap beli kembaliannya gak pernah diminta, gak kayak kamu yang perhitungan."

Skak mat!

Rafi langsung bergeming dan membawa belanjaannya pulang. Memang benar, dia tidak pernah menyumbangkan uang kembalian. Ternyata itu yang selalu Refi lakukan. Baru saja ingin menyeberang, Rafi dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis bersama anak kecil yang tengah membeli permen kapas.

"Anya!" Rafi berteriak keras membuat gadis itu menoleh. Baru saja Rafi hendak mengejarnya di seberang, Anya terburu-buru pergi. Tanpa pikir panjang, Rafi menyeberang menyebabkan sebuah motor yang tengah melaju itu memencet klakson. Tidak, Rafi tidak berteriak layaknya di sinetron. Dia langsung berlari terbirit-birit hingga tiba di seberang jalan.

"Woi, Mas! Kalau gue lagi nyeberang lo ngalah! Minggir dulu kek. Ini kawasan jalan rumah gue!" Rafi berteriak lantang membuat pengendara itu mengumpat. Dia langsung mengejar Anya, tetapi gadis itu telah menghilang dengan cepat.

Clinomania Syndrome [ COMPLETED✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang