Bab 10 _ Sudah hilang

49 9 3
                                    

Happy reading 💞

Waktu istirahat, Sheila dan Tasya pergi ke perpustakaan dan membaca beberapa buku. Ketika Sheila sedang asyik membaca, tiba-tiba Rafa duduk di bangku baca sebelah Sheila dan membuat Sheila terkejut.

"Astaghfirulloh," teriak Sheila reflek.

"Hah?kenapa?ada apa?ada setan kah?" Wajah Rafa terlihat panik.

Nih orang kok kayak gini banget ya, batin Sheila. Sheila tertawa, melihat wajah panik Rafa.

"Kenapa sih pak. Bukan ada setan. Tapi bapak tuh yang ngagetin aku," mendengar ucapan Sheila, Rafa tersenyum malu.

"Hehe, maap. Kirain ada setan. Perpustakaan gini mah anti setan kali."

Siapa juga yang bilang ada banyak setan pak?, batin Sheila kesal. Punya dosen kok kayak gini banget ya.

Seila merasa tidak nyaman kalau duduk berdekatan dengan cowok. Jadi, Sheila menggeser badannya agar menjauh dari Rafa. Tak lama kemudian, Tasya datang.

"Sheila, aku sudah dapat buku bagus nih," teriak Tasya sambil berjalan kearah Sheila dan Rafa.

Kebetulan nih, ada Tasya. Jadi, gue gak bingung lagi harus ngapain gara-gara pak Rafa ini. Nyebelin, batin Sheli.

"Ssttt, Tasya jangan teriak-teriak." Sheila menempelkan jari telunjuknya di bibir.

"Eh, ada yang lagi berduaan. Gue tinggal dulu ya," Tasya berbalik badan.

"Eh, lo mau kemana?" Teriak Sheila.

"Gue mau cari buku lagi disana," ucap Tasya alasan. Sebenarnya, Tasya hanya ingin membiarkan Sheila berdua dengan Rafa. Siapa tau, mereka jodoh. Kasihan pak Rafa belum dapat jodoh, nanti keburu tua, batin Tasya.

Aduh. Tasya pasti sengaja nih. Di suruh nemenin gue malah kabur, batin Sheila kesal.

"Pak. Ngapain kesini?" Sheila memecah keheningan.

"Pak?"

"Iyalah pak. Siapa lagi kalau bukan pak. Bapak kan dosenku," rasanya, Sheila ingin menampol orang yang ada di sebelahnya. Kalau dia bukan dosen, Sheila pasti sudah memarahinya dengan kata 'lo-gue'. Namun sayang, dia dosennya, jadi Sheila harus menghargai dan bersifat sopan santun dengan menggunakan kata 'aku' dan memanggilnya 'pak', bukan 'lo-gue'.

"Ya elah. Jangan panggil 'pak' napa. Jelek tau,"

"Jelek apanya? Bapak kan dosen laki-laki. Masa iya aku panggil 'bu' gitu?"

"Iyasih. 'Bu' apaan?. Tapikan jangan panggil 'pak' juga kali. Aku kan masih muda." Rafa tersenyum.

Iyasih. Dari penampilannya emang masih muda. Ganteng juga, mancung lagi. Tapi, kenapa sifatnya sedikit kayak anak kecil ya? batin Sheila.

"Panggil 'mas' kalau gak 'aa' atau apalah gitu. Yang penting jangan 'pak'," ucap Rafa.

"Iya, aku panggil 'Yang'. Boleh gak?"

"Yang?boleh dong,"

"Oke, eyang."

"Lho?kok eyang?"

"Ya 'Yang' kan memang eyang. Ingat!eyang, bukan sayang." Sheila berusaha menahan tawanya agar tidak pecah. Rafa berhasil tertipu.

Seketika, senyum Rafa hilang. Wajah cerahnya tiba-tiba meredup. "Jangan panggil 'eyang' dong." Nada anak kecilnya keluar lagi. Dasar!.

"Sudahlah. Aku panggil 'kak' aja. Iya gak, kak Rafa?"

"Nah, gitu dong." Wajah Rafa kembali cerah.

Diary Shefa 🍁 [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang