Happy reading 💞
Keesokan harinya...
Sheila dan Sheli sudah sampai di rumah sejak satu tiga jam yang lalu. Tepatnya pada pukul 04.00. Sekarang, keluarga Al-Fath berkumpul dalam rumah itu. Kania, Fath, Kesyi, Adam, Sheila, dan Sheli. Mereka semua bersama-sama menyiapkan keperluan yang akan dibawa besok.
Didalam kamar, Sheila dan Sheli sedang menyiapkan baju dan memasukannya dalam koper.
Sheila menatap tajam kearah Sheli, ketika dengan sengaja Sheli memasukkan semua bajunya kedalam koper.
"Yang rapi dong! Jangan banyak-banyak bawanya!" Sheila mengeluarkan kembali sebagian baju Sheli.
"Nggak papa." Sheli memasukkannya kembali, namun Sheila mengeluarkannya lagi. Begitu seterusnya, hingga mereka benar-benar capek.
"Jangan!" Sheli mengeluarkan sebagian baju Sheli. Mendekapnya, agar Sheli tak lagi memasukkannya dalam koper.
"Ih, nggak papa! Sini, balikin!"
"Sheli, dengar! Jangan bawa baju banyak-banyak, karena semua yang kita bawa pun sudah banyak. Lihat! Kamu bawa semua baju yang ada di lemari. Mentang-mentang nggak pernah traveling ke luar negri, sekali kesana bawa baju satu lemari."
Sheila diakhir kalimatnya. Membuat Sheli mendengus kesal.
"Nih, taruh lagi di lemari. Jangan dimasukkin lagi! Awas kamu!" Sheila mengulurkan sebagian baju yang tadi ia ambil kearah Sheli.
Setelah itu, ia bangkit melangkah keluar kamar Seli. Namun tak lama, ia memunculkan kepalannya kembali di pintu.
"Sheli, kata ibu, makan dulu! Cepat! Lanjut nanti."
"Iya!"
Sheli berlari mengikuti Sheila yang sudah jauh didepan. Pagi ini, satu keluarga berkumpul di ruang makan, untuk sarapan bersama. Sheila dan Sheli duduk bersebelahan. Didepan mereka, ada Adam dan Kesyi. Sedangkan disebelah kanan kiri, ada Kania dan Fath.
Mereka makan dengan tenang.
Hening. Tak ada percakapan diantara mereka. Hanya ada suara dentingan sendok yang saling beradu, juga bunyi kicauan burung peliharaan Fath di taman belakang. Setelah menghabiskan makanan, mereka kembali melanjutkan kegiatan masing-masing. Kecuali, gadis dengan balutan kerudung rabbani maroon yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil nonton televisi.
Ya, gadis itu adalah Kesyi. Ia sedang bersantai dengan asyik disana, karena tugasnya untuk membuat kue, sudah selesai. Awalnya, ia ingin membantu Kania mengurus yang lain, tetapi Adam melarangnya. "Kan, kata dokter, kamu nggak boleh bekerja terlalu berat." Itulah yang selalu Adam katakan kepada istrinya.
"Tapi ini kan nggak berat, Mas."
"Tetap saja. Nanti kamu kelelahan dan sakit. Kasihan kan anakku dan ibunya." Adam tetap melarang.
Ya, kini Kesyi sedang mengandung anak pertama yang usianya sudah memasuki bulan keenam. Di usia enam bulan kandunga, dia diajak ke Korena. Hebat.
"Enak ya, yang jadi istrinya. DIajak jalan-jalan terus."
Dua gadis datang dan langsung mengambil tempat duduk disisi kanan-kiri Kesyi. Membuat Kesyi yang sedang fokus menonton televisi, terkejut.
"Jalan-jalan terus pasti nih, berdua," celetuk Sheila.
"Bentar lag bertiga dong." sambung Sheli.
"Alhamdulillah, syukuri semua yang Allah berikan kepada kita."
Mendengar kalimat itu, Sheila dan Sheli teringat kebiasaan tiga tahun yang lalu, ketika sosok kakak yang baik selalu menceritakan kisah-kisah teladan yang mengandung banyak pesan. Saat-saat seperti itu yang sangat mereka tunggu-tunggu. Biasanya, Kesyi akan menceritakan sebuah kisah yang ia baca, setiap malam minggu di taman belakang rumah dengan cahaya lampion yang indah.
Mereka sangat merindukan masa-masa itu.
"Yey, pasti mau cerita nih?" Sheila tersenyum.
"Ayo kak, cerita lagi dong. Seperti dulu, kisah-kisah yang suka kakak ceritain. Ayo lagi," sambung Sheli.
"Cerita apa, nih?"
"Apa aja, yang belum pernah kakak ceritakan ke kita."
Kesyi terdiam. Mencoba berfikir, kisah apa yang tepat untuk kedua adiknya itu. Sejak SMA, ia suka membaca kisah-kisah islami yang mengandung banyak pesan. Selain membaca, ia juga suka bercerita atau mendongeng, jadi setiap ada waktu disela-sela kegiatannya mengerjakan tugas kuliah, ia selalu menceritakan kisah yang pernah ia baca kepada kedua adiknya. Tepatnya setiap malam minggu itu.
Bicara soal kuliah, dua tahun lagi, Kesyi menyelesaikan S2 nya. Kesibukannya sekarang, menjadi seorang aktivis. Ia juga masih suka menceritakan kisah-kisah itu kepada anak-anak di TPQ yang ia bangun bersama Adam.
"Bagaimana kalau kisah nabi Muhammad dan anak yatim?"
"Oke, Kak!"
"Kalian tau, kan kalau nabi Muhammad sangat menyayangi anak-anak yatim?"
Sheila dan Sheli mengangguk. Kesyi mulai bercerita.
Suatu hari raya, nabi Muhammad melangkah ke luar hendak melaksanakan sholat idul fitri. Sementara anak-anak, sedang bermain dengan asyik di jalan.Namun dari kejauhan terlihat seorang anak kecil yang duduk berseberangan dengan mereka yang sedang bermain. Dengan pakaian yang sederhana dan tampak murung, ia menangis.
Melihat anak kecil itu, nabi Muhammad menghampirinya. 'Nak, kenapa kamu menangis dan tidak bermain bersama mereka?
Tanya beliau. Namun, anak itu tidak mengenal bahwa orang yang ada dihadapannya adalah nabi Muhammad-utusan Allah. Anak kecil itupun menjawab, 'Paman, ayahku meninggal. Ia mengikuti nabi Muhammad disebuah pertempuran, dan ia gugur di medan itu.'
Nabi Muhammad mendengarkannya dengan seksama. Lalu, anak kecil itu kembali berkata, 'Ibuku menikah lagi. Dia juga mengambil warisan yang ayah berikan kepadaku. Dan suaminya juga mengusirku. Sekarang, aku tidak punya apa-apa lagi. Aku sedih, karena harus merayakan hari raya ini dengan hampa tanpa kehadiran ayah. Tidak seperti teman-teman yang merayakannya bersama orang tuanya dengan bahagia.'
Mendengar kalimat itu, nabi Muhammad langsung menggenggam kedua tangannya dengan lembut. Lalu, beliau berkata, 'Apakah kamu sudi bila aku menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husen menjadi saudaramu, serta Fatimah menjadi saudarimu.'
Mendengar kalimat nabi, seketika anak kecil itu tau bahwa orang yang ada dihadapannya adalah nabi Muhammad. Ia tersenyum senang lalu menjawab, 'Kenapa tak sudi, Wahai utusan Allah.' Dalam hati ia bersorak senang.
Kemudian, nabi Muhammad mengajak anak angkatnya ke rumah. Beliau memberikan baju terbaik, dan makanan yang enak. Tanpa menunggu, ia langsung memakan makanan itu hingga kenyang.
Setelah selesai makan, anak itu ke luar rumah dengan wajah sangat bahagia.
Melihat penampilannya yang berbeda, teman-temannya langsung bertanya, 'Tadi kamu menangis, tapi sekarang terlihat bahagia sekali, kenapa?'
Anak itu menjawab, 'Benar teman-teman. Tadi aku kelaparan, tetapi sekarang tidak lagi, aku sudah kenyang. Tadi aku tidak berpakaian bagus, tetapi sekarang aku sudah berpakaian bagus. Dan sekarang, aku memiliki ayah yang sangat mulia. Bagaimana aku tidak bahagia?'
Mendengar cerita itu, teman-temannya tampak iri. Sampai salah satu dari mereka berkata, 'Andai saja, ayah kita gugur dalam peperangan, pasti kita juga akan diangkat oleh nabi.'
Hari terus berganti. Usia semakin bertambah. Namun, kebahagiaan anak itu lenyap, ketika nabi Muhammad wafat.
Anak kecil itu keluar. Ia menangi. Meratapi kepergian ayah angkatnya yang paling mulia. Sungguh menyedihkan.
'Kini, aku kembali terasing. Aku sudah bukan siapa-siapa lagi. Aku menjadi anak yatim yang kesepian.' katanya sambil menangis.
Abu bakar yang mendengar, langsung memeluk anak itu dan mengasuhnya dengan kasih sayang, sama seperti nabi.
"Dengan kisah ini, semoga bisa menguatkan iman kita dan meyakini kebesaran Allah. Kita juga harus menyayangi anak yatim, sebagaimana yang tercatat dalam hadis nabi." Kesyi menutup kisah itu dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Ficção AdolescenteBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁