Bab 9 _ Rafa Aldino

42 13 15
                                    

Happy reading 💞

Pagi ini, Rafa berniat untuk pergi refreshing ke mall sendirian. Ketika sampai di mall, Rafa langsung menuju ke tempat baju-baju. Dia berniat untuk membeli baju untuk mengajar kuliah.

Suasana mall terlihat sangat ramai. Tiba-tiba, sorot mata Rafa berhenti di arah seorang gadis yang sedang terduduk di bangku yang disediakan. Gadis itu seperti sedang menunggu seseorang sambil memainkan ponselnya.

Gadis itu menoleh kearah Rafa. Seperti bingung kenapa Rafa terus memandanginya. Meski Rafa tau gadis itu gak enak, tetapi Rafa terus memperhatikannya.

"Rafa," teriak seorang laki-laki seumurannya.

Rafa menoleh. Lalu menghampiri laki-laki yang memanggilnya. "Hei, Dafa. Gak nyangka, kita ketemu diaini," ucap Rafa.

"Iya. Tadi gue cuma mau mampir lihat keadaan mall. Siapa tau ada yang berubah." Dafa tertawa.

Dafa adalah teman dekat Rafa. Dia juga seperti Dafa, bekerja di universitas yang sama jadi dosen. Pertemana Dafa dan Rafa sangat erat, layaknya saudara kembar. Rumah mereka juga tidak terlalu jauh, masih tetangga kota. "Gue lihat tadi lo melamun. Lihatin apaan sih?" Tanya Dafa.

"Mmm, gak kok. Gue gak lihatin siapa-siapa."

"Bohong lo,"

"Sudahlah. Lupakan. Yuk, kita pilih baju-baju dulu." Rafa tak akan membiarkan satu orangpun tau kalau dia jatuh cinta pada gadis yang barusaja ia lihat. Padahal, dia tidak tau siapa sebenarnya gadis itu. Tapi, Rafa merasa akan bertemu lagi dengan gadis itu suatu saat nanti.

Gadis yang cantik. Tadi, aku juga sempat ngeliat lesung pipitnya. Sungguh manis. Baru kali ini aku lihat cewek berhijab yang menjaga pandangannya, bahkan saat aku melihatnya tadi, dia cepat-cepat menunduk. Wanita idaman, aku sangat mengagumimu, batin Rafa.

●●●

Sepulang dari mall, Rafa dan Dafa duduk di teras rumah Rafa. Siang ini, mereka berdua akan merekap data siswa baru di universitas tempat mereka bekerja.

"Total siswa barunya berapa orang, Raf?" Tanya Dafa pada Rafa yang masih terdiam membisu. Rafa terlihat sedang melamun sambil terus memperhatikan kertas yang ia pegang.

"Rafa. Totalnya berapa?" Tanya Dafa kembali. Namun, tetap hening. Tak ada jawaban dari lawan bicaranya.

Kini, Rafa sedang fokus ke satu nama dari ribuan nama yang ada di kertas itu. Rafa sama sekali tidak mendengar panggilan Dafa.

"Rafa. Dengar gue gak?" Dafa kembali bersuara. Namun, Rafa masih terdiam tak menyahut.

"Rafa!" Kali ini, Dafa berteriak. Berharap, pemilik nama itu mendengarnya.

"Apaan, sih?lo bikin gue kaget tau. Lagian, gak perlu teriak-teriak kali." Rafa menatap Dafa tanpa merasa bersalah.

"Apa?lo bilang jangan teriak-teriak?gue panggil lo dari tadi, tapi gak nyaut-nyaut. Sakit nih tenggorokan gue." Dafa mendengus kesal.

"Kapan lo manggil gue?gue gak denger sama sekali kok. Lo pasti bohong ya?" Tatapan Rafa masih sama. Tatapan tidak bersalah itu membuat Dafa semakin kesal.

"Kan gue udah bilang, lo gak dengar. Makanya lo gak tau. Sudahlah. Lo lagi liatin apa sih?ada yang salah sama data itu?" Tanya Dafa.

"Lihat nih. Ada satu nama siswa yang bagus." Rafa menunjukkan kertas itu kearah Dafa. Lalu, Dafa melihat salah satu nama dari ribuan nama yang di tunjuk Rafa. "Sheila al fath"

Diary Shefa 🍁 [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang