Happy reading 💞
Sheli melangkah menuju gedung yang menjulang tinggi didepannya. Sheli tak menyangka, kalau dia bisa kuliah di Universitas impiannya. Walau tak ada Sheila, Sheli tetap semangat. Dia tak memedulikan ada atau tidaknya Sheila.
Istirahat di hari pertama kuliah, Sheli pergi ke kantin. Rasanya sangat berbeda. Biasanya, Sheli bercanda di kantin bersama Sheila dan Tasya ketika di SMA, namun kini tak ada. Sheli merasa kesepian.
Sheli duduk di bangku pojok paling belakang. "Sheli, Sheli," Sheli mendengar bisikan. Rasa takut, panik, khawatir bercampur menjadi satu.
"Sheli, Sheli," bisikan itu terdengar kembali. Bulu kidik Sheli berdiri. Rasa takutnya semakin besar. Di kantin yang lumayan ramai kok ada hantu yah?, batin Sheli. "Ih, ngeri." Sheli bergidik.
"Sheli, Sheli." bisikan itu lagi. Sheli benar-benar ketakutan. Tak ada orang yang menempati bangku depan dan sebelah Sheli. Hanya ada dia seorang. Sekilas, Sheli teringat ucapan Sania, temannya. "Jangan duduk di bangku pojok kanan paling belakang," ucapnya waktu itu.
Ya ampun, aku lupa. Gimana ini?atau jangan-jangan, Sania bilang di tempat duduk ini ada hantu, batin Sheli.
Wajah Sheli semakin pucat karena ketakutan. Tenang. Tak ada suara bisikkan lagi.
"Sheli, Sheli." Ternyata masih ada bisikkan itu. Sekarang, Sheli tak kuat lagi. Segera mungkin, dia bangkit lalu berlari keluar kantin tanpa suara. Sheli berlari dengan sangat cepat, membuat siswa lain menatapnya bingung.
"Hampir saja," ucap Sheli dengan napas ngos-ngosan. Sekarang, Sheila berhasil mengamankan diri di depan perpustakaan.
"Sheila," seseorang menepuk punggung Sheli.
"Ih, lo bikin gue terkejut tau," ucap Sheli kesal.
"Lagian, lo tadi di panggil berkali-kali malah diem." Revan menatap Sheli.
Masih ingat Revan kan?pacar Sheli. Sekarang, dia satu universitas juga dengan Sheli.
"Kapan lo manggil gue?" Tanya Sheli. Wajahnya masih terlihat pucat karena rasa takut yang begitu besar.
"Tadi," ucap Revan singkat.
"Kapan?"
"Eh, kenapa muka lo pucet?lo sakit?" Pertanyaan Revan membuat pipi Sheli memerah karena menahan malu. Sheli tidak mau bilang kalau wajahnya pucat karena ketakutan.
"Gak kok. Gue gak papa. Eh, kapan lo manggil gue?"
"Tadi waktu di kantin."
"Tapi gue gak liat lo. Lo manggilnya dimana?"
"Ya elah, gue panggil lo berkali-kali lewat jendela yang gak ada kacanya di tembok tempat lo duduk. Bagian pojok belakang sebelah kanan?gue panggil lo berkali-kali, eh lo malah lari kesini. Ya udah, gue susul lo kesini," Jelas Revan.
"Oh, berarti yang suara bisik-bisik itu milik lo?" Sheli sangat kesal setelah mengetahui kalau Revanlah pemilik suara yang membuatnya takut. Dia tidak menyangka kalau Revan yang melakukannya. Tapi, kenapa Revan melakukannya yah?atau dia mau menakut-nakuti Sheli?
"Iya. Emang kenapa sih?kan muka gue juga ada di balik jendela. Jendelanya kan gak ada kacanya," ucap Revan.
Sheli tidak mungkin berani melihat ke atas apalagi ke jendela. Ke depan bahkan ke belakang aja Sheli tak berani. Dia hanya bisa menunduk, wkwkwk. Walau siang-siang tidak mungkin ada hantu, tapi Sheli tetap takut. Dia memang penakut. Beda dengan Sheila, dia berani dan sama sekali tidak takut kalau ada suara aneh-aneh seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Teen FictionBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁