Happy reading 💞
Gadis tomboy itu duduk bercermin di kamarnya. Berkali-kali ia menyisir rambut panjangnya dengan rapi. Memoles tipis pipinya dengan bedak. Sesekali membenarkan krah hem maroon nya. Hari ini, keluarga al Fath memang memakai seragam maroon untuk acara istimewa.
"Apa lagi yang kurang ya?" Gadis itu berdiri dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Melihat dirinya dari atas hingga ke bawah di cermin.
"Oh iya." Sheli teringat sesuatu. Secepat kilat, dia menuju kotak yang ada di samping pintu. Setelah ia lihat, ternyata kotak itu kosong. Dan dia tidak menemukan sepatu tomboynya itu.
"Aduh, dimana sih?" Sheli mencari-cari sepatunya di semua tempat. Mulai dari bawah meja sampai dengan atas lemari, namun tetap tidak di temukan. Semua barang sudah tidak tertata lagi. Dia telah mengubah kamar ini menjadi kapal pecah yang membosankan.
Setelah lelah mencari, Sheli menyerah dan terduduk di atas kasur. Sheli terkejut ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.00, waktu sarapan bersama keluarganya. Namun bagaimana dengan sepatunya?dia tidak mungkin pergi tanpa sepatu kesayangannya. Yang menurutnya bisa lebih memperindah penampilan. Jadi, dia tidak akan turun untuk sarapan sebelum menemukan sepatu.
Sheli terus mencari sepatunya di tempat-tempat yang sama. Dia tidak tau kemana lagi akan mencarinya.
"Oh iya, aku tau!" Gumam Sheli. Sheli bangkit dan berlari keluar kamar. Kini, dia memutuskan untuk mencari di ruangan lain seperti kamar Sheila. Ya, mungkin Sheila yang meminjam sepatunya.Kaki Sheli terus melangkah ke kamar Sheila yang tidak jauh dari kamarnya. Hanya selisih perpustakaan keluarga diantara kamar Sheila dan Sheli. Ketika sudah sampai di pintu kamar Sheila, dia langsung mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan yang mirip dengan kamarnya. Menyipitkan matanya supaya dia berhasil menemukan barang yang ia cari. Ketika melihat benda berwarna putih yang mirip sepatunya, dia mendekat dan melihat benta tersebut. Mengamati sepatu itu, apakah itu sepatu Sheli atau bukan.
"Nah," seketika, wajah cantiknya berseri bahagia. Namun, tidak tahan lama. Wajah bahagia itu meredup ketika melihat nama 'SHEILA' di bawah sepatu putih itu.
Sialan, ternyata ini bukan sepatu gue, batin Sheli.Ayah dan ibunya memang selalu membeli barang yang sama untuk mereka berdua. Walaupun salah satu dari mereka ada yang tidak mau, tapi ayah dan ibu tetap membelikannya.
Kalian harus punya barang yang sama. Jadi, tidak ada pinjam-pinjam atau bertengkar karena barang. Ingat, ucap ayah suatu ketika.
Flashback on
Mereka berebut tas kecil sampai bertengkar. Waktu itu, ayah hanya membeli 1 tas. Dan tas itu ayah berikan kepada anak pertamanya, Kesya. Malam ini, ayah akan memberikan tas yang dibeli untuk Kesya. Ayah melihat Kesya sedang duduk di Meja belajar di kamarnya. Perlahan, ayah mendekatinya. Berharap, tak menganggu waktu Kesya untuk belajar.
"Kak, ini ayah belikan tas untuk kamu," ayah memberikan bingkisan yang isinya tas kecil berwarna abu-abu itu pada kak Kesya.
"Kesya gak mau, Yah. Kan Kesya udah punya," tolak kak Kesya. Dia memang tipe wanita yang tidak boros. Jika dia sudah punya barang, maka dia tidak mau menerima. Satu aja cukup. Allah tidak suka orang yang berlebihan. Prinsip kak Kesya.
Sheila dan Sheila berhenti di ambang pintu ketika melihat ayah sedang berada di kamar kakaknya. Mereka mengurungkan niat untuk pergi ke dapur. Perlahan, mereka mendekat hingga di belakang ayah.
"Oh, ya udah, ayah kasih tas ini pada ... " belum sempat ayah bicara, Sheli sudah menabraknya.
"Buat Sheli aja, Yah." Sheli merebut bingkisan tas itu dari tangan ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Novela JuvenilBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁