Happy reading 💞
"Ternyata seperti ini, rasanya patah hati."
***
Sudah tiga hari, Kania, Fath dan Sheli menginap di rumah eyang. Dan kini, mereka harus kembali pulang. Walaupun hanya tiga hari, tetapi itu cukup untuk mengbati rasa rindu mereka.
Pagi hari yang cerah datang. Matahari sudah muncul dari persembunyiannya. Awan yang cerah menghiasi langit. Burung-burung berterbangan. Satu-dua kupu-kupu dengan warna yang cantik, hinggap diatas bunga. Angin berhembus tenang, menggoyangkan dedaunan. Sungguh sangat damai.
Namun, suasana pagi ini berubah begitu saja. Matahari sudah tak terlihat lagi. Awan-awan yang cerah, tersingkirkan oleh sekumpulan awan hitam. Burung-burung bersembunyi. Kupu-kupu pun tak lagi terlihat. Angin yang berhembus, terasa semakin kencang.
Sheli yang merasa cuaca berubah tiba-tiba, langsung menutup jendela rapat-rapat. Setelah itu, ia duduk kembali ditepi ranjang sambil memainkan ponselnya. Libur kuliah kali ini, ia gunakan untuk bersantai.
Ting!
Ponsel Sheli berdenting. Membuat tangannya dengan lincah mengusap layar ponsel. Melihat siapa yang mengirimkan pesan pagi-pagi seperti ini. Tertera nama "Revan" dipesan masuk. Ia tersenyum dan segera membacanya. Namun, senyum itu hilang ketika tau apa isi pesan yang Revan kirimkan.
Tak terasa, air mata Sheli jatuh membasahi pipi. Ia tak menyangka, pesan yang Revan kirimkan pagi ini membuat hatinya terluka.
Revan: Gue udah bosen sama lo, dan gue mau kita PUTUS.
Sheli membaca pesan itu berkali-kali. Makin lama, air matanya makin deras meluncur. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Perasaan sedih, kecewa, marah, bercampur menjadi satu. Hatinya terluka dan sangat hancur. Bagaimana bisa, seorang lelaki yang sangat ia percaya, begitu saja mengatakan putus karena bosan? Aneh. Sepertinya, Revan tak punya alasan lain.
"Kenapa? Kenapa kamu mau putus? apa salah aku, Revan? hiks," gumam Sheli.
***
Ditempat lain, Sheila masih terduduk di teras rumah tsambil memandangi bunga-bunga yang berjejer rapi nan indah. Entah kenapa, ia senang ketika mengingat moment tiga hari lalu ketika ayah, ib dan Sheli datang. Tiga hati yang sangat membahagiakan bagi Sheila. Yang mana pada hari itu, mereka saling melepas rindu, bercanda, dan berbagi cerita.
Namun sekarang sudah tidak lagi, karena kemarin mereka sudah pulang. Ketika ia sedang senang mengingat kenangan tiga hari kemarin, tiba-tiba perasaan lain datang. Rasa sedih, gelisah, dan khawatir, bercampur menjadi satu. Entahlah, kenapa ia merasa khawair? Bukan rasa khawatir yang biasa ia rsakan, tetapi rasa khawir pada Sheli. Ada apa dengannya?
Dan perasaan itu tak berhenti hingga keesokan harinya ketika di kampus. Ia masih memikirkan apa yang terjadi dengan Sheli?
"Ke kantin yuk, She," ajak Tasya ketika keduanya sudah sampai di kelas.
Sheila menggelang.
"Kenapa lo diam aja dari tadi sih? Lo tau? Gue berasa ngomong sama patung tau nggak?"
"Gue lagi malas makan, Sya."
"Ya udah, ke perpustakaan yuk! Baca buku."
"Gue juga lagi malas baca buku, Sya."
"Baca novel aja. Kan, lo suka novel."
Sheila terdiam. Perasaannya sangat tidak menentu dari kemarin.
Tasya yang merasa sahabatnya berubah, tetap berdiam. Mungkin, Sheila sedang ada masalah, pikirnya. Ia juga menghargai privasi Sheil.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Novela JuvenilBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁