Happy reading 💞
"Bertemu dan melepas rindu denganmu, adalah sebuah kebahagiaanku."
***
Ditempat lain, Sheli masih terduduk ditepi ranjang dekat jendela. Pandangannya fokus menatap ke luar jendela, sambil sesekali mengecek ponselnya. Udara pagi ini memang sangat sejut, tetapi hatinya tidak sesejuk itu.
Hari ini, hari ulang tahunnya. Seharusnya Sheli merasa senang dan menikmati hari ini dengan hal-hal yang menyenangkan, namun kali ini tidak. Ia memang senang, tetapi tak sesenang ulang tahun tahun lalu. Entahlah, Sheli pun tidak tau alasannya.
Tangan Sheli mengusap layar dengan lincah. Banyak pesan yang ia terima. Terutama dari teman-teman kampus dan keluarga yang mengucapkan selamat ulang tahun. Dan kini, ia akan membalas semua pesan, tanpa ada satupun yang terlewat.
Setelah semua pesan terbalas, Sheli mengecek kembali, takut masih ada yang terlewat. Oke, semua sudah menerima balasan. Jari Sheli lincah mengetikkan sesuatu dibagian story waattup.
Terima kasih atas doa-doa dan ucapan-ucapan yang kalian semua berikan padaku. Doa yang terbaik juga buat kalian, ya.
Sheli melihat pesan-pesan itu kembali. Seperti sedang mencari sesuatu. Sudah beberapa kali ia melakukannya, tetapi tak ada satu nama yang ia cari terlihat. Revan. Ya, satu nama itu yang sangat ia harapkan.
Kukira, kamu menjadi orang pertama yang mengucapkan, ternyata sampai detik ini pun tidak ada satu kata darimu, bisiknya dalam hati.
Sheli sangan menunggu sebuah pesan yang masuk dari Revan. Ia berharap, Revan-lah orang pertama yang mengucapkan selamat untuk Sheli, namun nyatanya tidak. Akhir-akhir ini, ia merasa Revan berubah. Ada banyak hal yang ia rasakan dari sosok Revan yang berbeda. Ia rasa, Revan mulai menjauh dan menjaga jarak darinya.
Itulah yang membuat Sheli sedih. Apa salah Sheli? Kenapa Revan tiba-tiba menjauh? Ah, entahlah. Mungkin ada sesuatu hal yang membuatnya menjaga jarak dengan Sheli.
Sheli menunduk. Ia harus tetap husnuzon dan sabar. Jam masih menunjukkan pukul 06.00. Sheli melangkah menuju teras untuk menghirup udara segar. Ia duduk dikursi yang berbentuk batang pohon depan rumah. Pandangannya menyapu sekeliling, menatap indahnya bunga-bunga yang berjejer indah.
Ketika sedang asyuk bermain, tiba-tiba tangan mungil itu memegang punggung tangan Sheli, membuatnya sedikit terkejut.
"Rose?"
Anak kecil itu tersenyum. "Selamat ulang tahun, Kak Celi."
"Terima kasih, Sayang." Tangan Sheli mengambil Rose dan mendudukannya dipaha.
"Kak Celi kok nggak senang?"
"Hm? Kak Sheli senang kok. Lihat nih, mukanya senang kan?" Sheli menatap Rose sambil sesekali mencubit pipi Rose pelan dengan gemas.
"Senyum dong, Kak. Kalau nggak senyum, belalti nggak senang." Ucapan Rose membuat Sheli menarik kedua ujung bibirnya. menampilkan senyum manis dan deretan giginya yang rapi.
Seketika itu, rasa sedih yang hinggap dibenaknya, hilang. Ia tak memikirkan Revan lagi. Mencoba untuk tidak peduli.
Terima kasih, Rose. Kamu memang anak kecil lucu yang memiliki caranya sendiri untuk membuat orang lain tersenyum, bisiknya dalam hati. Ia memeluk Rose erat, sambil sesekali memainkan rambut ikalnya.
Hari yang istimewa, tetapi kali ini berbeda. Tidak ada lagi Sheila yang selalu bersamanya. Biasanya, Sheli selalu pergi bersama Sheila ke mall dihari ulang tahun, tetapi kali ini tidak.
***
Satu minggu kemudian...
"Siap-siap, Bu. Kita berangkat sekarang," seru ayah yang masih sibuk mengangkat koper daan barang-barang lain ke bagasi.
Ya, setelah hari istimewa itu, mereka berencana untuk menjenguk Sheila dan Sheli. Sudah lama tidak bertemu, dan rasanya sangat rindu. Sheila dan Sheli memang beda tempat, dan mereka bukan hanya menjenguk mereka bergantian, tetapi akan membawa dua gadis itu untuk saling bertemu dan melepas rindu.
Tak lama, mobil putih itu melaju membelah jalanan. Mereka akan pergi ke rumah tante Meli dulu untuk menjemput Sheli, sebelum ke rumah Eyang. Suasana pagi menjelang siang ini, lumayan ramai. Diseanjang jalan, terlihat banyak toko-toko berjejer rapi yang dipenuhi para pembeli. Pepohonan asri tertanam rapi disetiap sisi jalan. Kendaraan-kendaraan terparkir rapi didepan toko.
***
Setelah sampai ditemat tujuan, ayah dan ibu langsung mengetuk pintu.
"Assalamualaikum," ucap Kania.
Tak lama, seseorang muncul dari balik pintu, dan langsung memeluk tubuh Kania. Membuat Kania yang tidak siap, hampir terjatuh.
"Ibu kesini nggak kabar-kabar."
"Buat kejutan!"
"Bu, Sheli kangen banget." Sheli masih memeluk Kania erat.
"Iya, ibu juga kangen. Tapi, kamu tega nih, ibu didepan terus dari tadi. Nggak disuruh masuk gitu?"
Sheli nyengir. "Hehe, masuk, Bu. Ayah, ayo!"
Suasana ruang tamu terasa hangat. Pasti ada saja topik pembahasan yang mereka bicarakan. Mereka saling melepas rindu. Saling berbagi cerita, bahkan bercanda bersama.
Sudah tiga jam Kania dan suaminya di rumah Meli, dan sekarang waktunya mereka pergi ke rumah eyang untuk silaturrahim dan bertemu dengan Sheila.
"Sheli, cepat siap-siap," ucap Kania pada Sheli yang masih memainkan ponselnya.
"Mau kemana, Bu? Bukannya ibu yang mau pulang, kenapa Sheli harus bersiap-siap?" tanya Sheli bingung. Ya, Kania memang belum memberitau Sheli bahwa dirinya akan diajak bertemu dengan Sheila. Ini untuk kejutan lagi!
"Ayo, kamu ikut!"
"Pulang? kenapa pulang, Bu?"
"Ish, anak ibu yang paling cantik kok nanya-nanya mulu sih. Buruan ganti baju dan siap-siap. Kita akan menemui foti copy-an kamu, oke?"
"Foto copy-an Sheli? siapa, Bu?"
pertanyaan Sheli membuat Kania menghela napas. Ia mendengus kesal, karena satu gadisnya ini tidak maksud-maksud.
"Foto copi-an kamu siapa? kembaran kamu siapa?" tanya Kania dengan sabar.
"Hah? Sheila? Beneran, Bu, kita mau kesana?"
Kania mengangguk. "Iya, Sayang. Cepat siap-siap."
"Yeeyyy, sebentar, Bu!" Dengan cepat, Sheli berlari menuju kamar dan bersiap-siap.
Akhirnya, maksud juga tuh anak. Capek aku harus jelasin banyak ke dia. Udah tau dia punya foto copy-an alias kembaran. Ah, mungkin dia lupa, gerutu Kania dalam hati.
Tak lama, barang-barang Sheli sudah masuk dalam bagasi. Gadis dengan switer maroon dan rambut panjang terurai itu terlihat sangat cantik. Ia tak sabar, ingin bertemu dengan Sheila. Meski sering berantem, tetapi mereka tetap memiliki kerinduan masing-masing yang teramat dalam.
"Kak Celi, jangan pelgi," teriak Rose disela-sela tangisnya. "Kak Celi sini aja!" lanjutnya.
Tante Meli yang mendengar anaknya menangis, langsung menggendongnya. "Besok, kak Sheli kesini lagi kok," ucap tante Meli, mencoba menenangkan Rose.
Sheli mendekat, lalu mencium kedua pipi Rose bergantian. "Kak Sheli mau ketemu kak Sheila. Besok kesini lagi, mainan sama Rose ya?"
"Kak Celi mau ketemu kak Ceila? kangen yah?" tanya Rose dengan logat khasnya.
"Iya, Sayang. Kangen banget. Sudah ya, kak Sheli berangkat dulu."
Tak lama, mobil pitih itu melaju membelah jalanan yang mulai sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Novela JuvenilBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁