Happy reading 💞
"Ternyata lo udah berangkat? Siapa sih yang menghukum lo sampai seperti ini? Pantas saja tadi kak Rafa bilang nggak boleh ke perputakaan. Ternyata lo yang bersihin." Tasya menatap Sheila yang terkulai lemas tak sadarkan diri.
Tasya bingung. Apa yang harus ia lakukan? Sheila masih belum sadar, sementara mereka hanya berdua di perpustakaan.
Tasya bangkit hendak membeli minyak kayu putih. "Lo disini dulu ya," lirihnya sambil menyandarkan tubuh Sheila ke tembok.
Tasya memang yang sangat aneh, bisa-bisanya dia meninggalkan Sheila yang masih pingsan di perpustakaan sendirian? Ah, biarlah, yang penting ia segera mendapatkan minyak kayu putih itu. Berharap, Sheila cepat sadar.
Ting!
Ponsel Tasya berdenting. Tertera nama asing yang mengirim pesan. Tanpa pikir panjang, ia langsung membuka dan membacanya.
085*********: Sya, ini aku, Sheli. Maaf, ya gara-gara aku, Sheila nggak masuk kuliah.
Tasya mengernyit. Apa maksudnya?
Me: Maksud kamu?
085*********: Kamu belum tau? Jadi, kemarin Sheila nggak masuk kuliah gara-gara pergi ke Jakarta buat jenguk aku.
Tasya terdiam.
Oh, jadi ini alasan mengapa Sheila tidak masuk selama delapan hari kemarin? Tapi, kenapa kak Rafa menghukunya? Atau dia tidak tau, dan Sheila tidak menjelaskannya?
***
Rafa melangkah menuju perpustakaan setelah bel masuk berbunyi. Ia hanya ingin memastikan apakah Sheila sudah menyelesaikan tugasnya atau belum.
Para mahasiswa berlalu lalang menuju fakultas masing-masing. Kantin-kantin mulai sepi. Taman kampus tak lagi berpenghuni. Semua orang sudah masuk dalam ruangan.
Tak lama, Rafa sampai di perpustakaan. Ia terkejut ketika melihat Tasya dan Sheila dengan mata terpejam.
"Sheila kenapa? Dia nggak papa, kan?" tanya Rafa sedikit panik.
Kenapa dia pingsan? atau dia hanya pura-pura? Tetapi, wajahnya terlihat pucat.
"Kak Rafa bilang tidak apa-apa? Lihat! dia pingsan sejak tadi. Ini semua gara-gara kak Rafa yang memberi hukuman berat untuk Sheila." Kali ini, nada bicara Tasya sedikit meninggi.
"Tapi, inikan sudah menjadi risikonya."
"Risiko apa? Katanya, kak Rafa sayang sama dia, kak Rafa cinta sama dia. Kenapa malah membuat dia seperti ini?" Tasya menatap Rafa tajam.
Rafa terdiam.
"Asalkan kak Rafa tau, dia baru kali ini pingsan. Sebelumnya, tidak pernah."
Rafa terdiam. Apakah Sheila sakit? Tetapi kenapa tadi ia tidak bilang kalau dirinya sakit?
"Bukankah ini sudah menjadi hukuman untuk mahasiswa yang bolos lebih dari satu minggu?"
"Bolos?"
"Emang iyakan?"
Tasya menggeleng. "Kak Rafa tidak tau yang sebenarnya. Dia tidak bolos, kemarin."
Rafa terdiam. Mendengarkan dengan seksama penjelasan Tasya.
Apakah ia tidak salah mendengar? Sheila tidak bolos? lalu kemana?
"Delapan hari kemarin, dia ke Jakarta." Tasya mulai menjelaskan. "Dia datang jauh-jauh ke Jakarta hanya untuk menjenguk adiknya, Kak."
Ke Jakarta menjenguk adiknya? Kenapa Sheila tidak menjelaskannya tadi?
"Aku tau dari adiknya, Sheila tidak mau memberitau siapapun tentang kepergiannya ke Jakarta, bahkan akupun tidak tau." Tasya menatap Rafa tajam.
"Lihatlah!" Tasya menunjukkan percakapannya dengan Sheli pada Rafa.
Adik Sheila: Kukira, kamu tau. Ah, mungkin Sheila tidak mau memberitau siapapun, takut tidak diberi izin. Dia bahkan tidak memberitau ayah dan ibu. Maaf ya, Sya.
Rafa terdiam. Apakah semua itu benar?
"Kenapa dia nggak izin dari kemarin. Kalau dia izin, pasti akan di izinin kok," ucapnya.
"Dia tidak yakin, Kak. Untuk meminta izin dengan nenek dan tentenya saja, sulit."
"Dan kenapa tadi dia nggak menjelaskan?"
"Kak Rafa yang lebih dulu menabraknya, Kan? kak Rafa yang langsung memberi hukuman tanpa mendengar penjelasan."
Rafa terdiam. Dalam hati, ia membenarkan ucapan Tasya.
Hening. Tidak ada percakapan lagi diantara keduanya. Suasana sekitar sangat sepi, karena mata kuliah sedang berlangsung dalam ruangan.
Tasya menoleh, ketika melihat jemari Sheila sedikit bergerak.
"Aw." Tangannya memegang pelipisnya yang masih terasa pusing. Ia memperjelas pandangan. Kedua alisnya menyatu. Mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya?
"Sheila?"
Tasya tersenyum, sementara Rafa menatap Sheila dengan tatapan bersalah. Kata-kata Tasya menamparnya yang terlalu mementingkan ego tanpa mau mendengarkan alasan yang sebenarnya.
"Tasya? Apa yang terjadi?" Sheila menatap sekitar. Ia terdiam. Mengingat sesuatu. Ah ya, tadi ia sedang mengepel, dan setelah itu tak ingat apa-apa.
"Tadi kamu pingsan," balas Tasya. "Kamu nggak apa-apa?"
Sheila menggeleng.
"Kenapa bisa seperti ini sih?"
"Nggak apa-apa. Mungkin, aku cuma kelelahan."
Rafa menatap Sheila lekat-lekat. Wajahnya yang masih terlihat pucat, membuatnya merasa sangat bersalah. "Maafkan aku, Sheila. Aku salah. Seharusnya aku mau mendengarakan penjelasanmu dan tidak membiarkanmu membersihkan ini semua sendirian. Maaf, aku membuatmu seperti ini."
Sheila tersenyum. Senyum yang sangat tulus dari dalam hati. Dari pandangan matanya pun terpancar keikhlasan yang dalam.
"Nggak papa, Kak. Ini bukan salah kak Rafa, kok."
***
Lanjut ya....
Pokoknya, jangan sampai bosan baca ini!
Jangan lupa, follow, vote, and Vomment...
I Love You all
![](https://img.wattpad.com/cover/224121892-288-k244916.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Novela JuvenilBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁