Bab 3 _ Moment terindah

45 15 4
                                    

Happy reading💞

Keluarga al fath sudah siap untuk menghadiri acara kak Kesya di Hotel Green. Mobil ayah melaju membelah jalanan yang lengang. Semua orang, menikmati perjalanan ini dengan senang dan tenang didalam mobil. Namun, sesaat kemudian, ada suara aneh yang membuat ketenangan mereka lenyap seketika.

Ayah menepikan mobilnya. Ibu yang duduk di samping ayah, menengok ke belakang karena merasa terganggu. Sedangkan Sheila hanya memutar mata malas.

Suara itu masih terus terdengar. Sungguh, yang mengeluarkan suara sama sekali tidak merasa berdosa.

"Shel, bisa diem gak sih." Ibu berusaha membuat pemilik suara itu untuk berhenti.

Ya, suara itu adalah milik Sheli. Berisik dan bernyanyi-nyanyi adalah hobi Sheli yang di benci semua orang. Mending kalau suara dia bagus, tapi kenyataannya tidak. Suara Sheli malah membuat orang lain terganggu.

"Sheli, diam! Ayah gak fokus ngendarai mobil tuh," bentak Sheila kesal.

"Kenapa kalian gak suka sih kalau gue nyanyi. Suara gue kan bagus."

"Bagus darimana?! Berisik. Bikin perut gue sakit tau." Sheila masih menatap sebal ke arah perempuan yang ada di sampingnya.

"Kalian berdua masih saja berantem. Kapan kita jalan nih?udah siang," ucap ibu.

"Kalau mau jalan ya tinggal jalan. Ayah sama ibu gak usah dengerin suara Sheli," ucap Sheli.

"Sheli!berani membantah kamu, diam dulu ya. Nanti kamu bisa lanjut nyanyinya kalau udah sampai." Setelah mendengar ucapan ibu, Sheli terdiam menunduk. Keadaan pun menjadi tenang kembali hingga sampai di hotel Green.

●●●

Suasana dari salah satu ruangan di hotel Green terlihat sangat ramai. Sama seperti keadaan semalam di ruangan ini. Tampak semua keluarga sudah berkumpul di ruangan. Ada eyang dan juga tante Meli juga.

"Eyang, tante Meli," sapa ibu dengan ramah.

"Eh, akhirnya sudah datang kamu, Kania. Kenapa gak menginap disini?" Tanya eyang pada ibu. Kami memang sengaja tidak menginap di hotel Green karena harus mempersiapkan keperluan yang ada di rumah. Sheila dan Sheli juga sibuk mempersiapkan data-data untuk mendaftar di universitas pilihannya, jadi mereka tidak menginap.

Sedangkan Kesya?dia sudah menginap dari kemarin untuk mempersiapkan acara istimewa ini seindah mungkin. Di sebelah kamar Kesya, ada seorang laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi imamnya. Keluarga dari mempelai pria pun sudah siap. Acara akan segera di mulai.

Sheli berlari secepat mungkin ke arah Kesya yang sudah berdandan cantik.

"Kak Kesya," Sheli mendaratkan pantatnya di kursi panjang sebelah kak Kesya yang berada di depan kamarnya sambil menunggu akad nikah.

"Hai adikku tercinta. Eh?mana Sheila?" Kak Kesya menyelidik.

Sheli yang baru sadar Sheila tidak ada, hanya mengangkat bahu "Tidak tau kak." Biasanya, Sheila selalu mengikuti Sheli kemanapun. Namun, kenapa kali ini dia tidak mengikuti Sheli?atau mungkin dia masih berasa di halaman hotel?entahlah.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Kesya al Fath binti bapak Vanno dengan seperangkat alat sholat di bayar tunai," ucap kak Adam tegas.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"SAH!"

Alhamdulillah. Akhirnya, kak Kesya sudah resmi menjadi istri kak Adam. Pasangan yang halal  "Selamat kak Kesya," ucap Sheli. Kak Kesya bangkit untuk menemui suaminya. Sedangkan Sheli menuntun dan mengikuti kak Kesya untuk bertemu dengan suaminya. Ada tangis haru di seisi ruangan yang luas ini. Terutama ayah dan ibu yang menyaksikan secara langsung putri pertamanya sah menikah. Rasa senang dan sedih bercampur menjadi satu. Di satu sisi, ayah dan ibu senang karena anak pertamanya sudah sah. Dan si sisi lainnya, sedih karena memikirkan bagaimana nasib rumah tangganya nanti. Seharusnya ayah dan ibu tidak usah khawatir tentang hal ini. Karena Kesya dan Adam pasti sudah sama-sama dewasa untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga nantinya.

Setelah doa selesai. Semua orang di persilahkan untuk foto bersama pengantin baru secara bergantian.

Ibu berjalan menuju kamar hotel yang di pesan oleh Kesya. Terlihat Sheli sedang duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya.

"Sheli?dimana Sheila?" Tanya ibu yang di balas dengan gelengan kepala oleh Sheli. Dia masih sibuk dengan ponselnya.

"Sheli?"

Hening. Tidak ada sahutan dari lawan bicara.

"Sheli! Ibu nanya. Sheila dimana?" Ibu berhasil merebut ponsel yang ada di tangan Sheli. "Dasar anak nakal. Kalau orang tua lagi ngomong tuh di dengerin. Jangan hanya sibuk balas chat pacar." Ibu menatap Sheli marah.

"Tidak tau, bu. Dari tadi Sheli gak liat Sheila. Mungkun dia ada di toilet," balas Sheli singkat. "Kembalikan ponsel Sheli, bu." Sheli merebut ponselnya kembali.

Mengutamakan ponsel memang sudah menjadi kebiasaannya. Bagi Sheli, pacar lebih penting dari pada Sheila. Astaga, tidak boleh di tiru sifat Sheli ini. Dia memang terlalu bersifat bodo amat pada kembarannya itu, tapi untuk hal lain di luar pacar, dia tetap menjadikan Sheila nomor satu. Beda dengan Sheila, dia lebih peduli pada Sheli di bandingkan dengan urusannya yang lain. Pokoknya, sifat mereka berdua selalu berlawanan.

Ibu keluar kamar dan berniat untuk mencari Sheila di halaman, tapi tidak ada. Di toilet juga tidak ada. Dimana dia?

"Sheli. Bantu cari Sheila. Cepat!sebentar acara foto-foto di mulai," ibu menarik tangan Sheli keluar kamar untuk mencari di mana Sheila. Meski malas, Sheli terpaksa harus menurutiapa kata ibunya.

Pengunjung makin ramai berdatangan. Membuat Sheli sulit mencari sosok Sheila. Yang dia ingat hanya satu, Sheila memakai dress maroon. Tapi, di sini todak ada satu orang pun yang memakai dress maroon. Pertanda tidak ada Sheila di antara kerumunan mereka. Sungguh menyulitkan.

"Sheila, lo dimana sih?nyusahin orang aja. Lihat nih, aku jadi di paksa buat cari lo sama ibu. Chattingan gue sama pacar gue kan jadi tertunda gara-gara lo. Ayo, muncul dong, Sheila. Pliss deh, kita gak lagi main petak umpet. Jadi lo jangan sembunyi dari gue," Sheli terus berceloteh sambil berjalan keliling hotel dari lantai satu hingga ke lantai tiga. Tapi, lantai tiga bukan lantai paling atas loh. Karena, hotel Green ini memiliki tujuh lantai. Sedangkan tempat acara ada di lantai satu. Jadi, Sheli gak mau nyari sampai atas. Kan gak mungkin juga kalau Sheila ada di atas. Kalau iya, ngapain dia kesana?

Langkah kaki Sheli terhenti ketika sudah sampai di depan pintu kamar kak Kesya. "Sudahlah. Capek naik turun sampai lantai tiga. Memang pakai lift sih, tapi tetap aja capek. Harus menguras tenaga banyak. Kalau Sheila udah bosan, pasti dia balik kok." Sheli kembali membuka ponselnya dan mengabaikan keadaan. Sedangkan ibu masih mencari Sheila entah kemana. Diam-diam, Sheli terus memainkan ponselnya untuk membalas pesan dari pacarnya.

●●●


■■■

Jangan lupa follow dulu sebelum baca

Ditunggu vote dan voment nya yah
Terima kasih


Diary Shefa 🍁 [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang