Sheli, lo memang nyebelin. Tapi aku tetap sayang.Gue akan lakuin apapun. Asal lo bahagia
~Sheila~
●●●
Happy reading 💞
Waktu liburan tersisa satu bulan. Seharusnya Sheila dan Sheli pergi ke universitas hari ini. Jadwal mereka hari ini adalah mendaftar dan melihat keadaan sekitar universitas.
Tapi, ayah harus mengurus pekerjaan kantor yang terlalu banyak. Selain itu, juga akan memakan waktu lama kalau ayah mengantar mereka dalam satu waktu. Karena memang jarak tempat mereka sangat berjauhan. Yogyakarta-Jakarta. Sedangkan rumah mereka ada di Semarang. Akhirnya, ayah mengirim data-data untuk pendaftaran itu lewat online.
"Zaman sekarang memang sudah canggih. Semua teknologi sudah ada. Jadi, bisa memudahkan kita untuk berinteraksi dengan yang jauh." Ayah menatap kedua anaknya yang masih fokus ke laptop yang ada di depan mereka masing-masing.
Disinilah mereka berada. Duduk di bawah pohon cemara, taman belakang rumah. Sheila, Sheli, ayah dan ibu sedang duduk santai dan mempersiapkan pendaftaran kuliah Sheila dan Sheli.
"Dulu waktu ayah kecil, tidak ada teknologi seperti ini. Kalau ayah mau kirim pesan pada keluarga yang jauh, ayah harus nulis di kertas atau yang biasa disebut dengan surat. Lalu ayah kirim surat itu ke kantor pos. Setelah itu, baru surat akan meluncur ke penerima. Itupun membutuhkan waktu yang lama." Ayah menjelaskan panjang lebar tentang perbedaan zaman dulu dan sekarang.
Kita perlu bersyukur atas semua kemudahan yang sudah ada di dunia. Kita juga harus memanfaatkan alat teknologi sebaik-baiknya.
Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya mereka berdua di terima masuk ke universitas pilihan mereka.
●●●
Sheila dan Sheli masih duduk santai di taman. Laptop sudah tertutup rapat satu jam yang lalu setelah semua data terkirim. Sekarang, mereka fokus ke layar ponsel masing-masing.Sheila membuka aplikasi instagram nya. Melihat postingan di beranda, instastory, lalu kembali lagi ke halaman depan berkali-kali. Begitu seterusnya. Sheila merasa sangat bosan, tak ada satupun notifikasi yang masuk. Bagaimana dengan Sheli?dia sama seperti Sheila. Fokus memainkan ponselnya, namun terlihat asyik. Berbeda dengan Sheila yang merasa bosan.
"Yeeee." Tiba-tiba terdengar suara toa yang menggelegar di telinga Sheila. Siapa lagi kalau bukan suara Sheli?ya, dia pemilik suara yang sama seperti toa.
"Ih, brisik. Bisa gak sih, sekali-kali lo gak teriak-teriak gitu kalau ngomong?" Sheila menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. "Ada apaan sih?"
"Sheila, temenin gue yuk!"
"Kemana?jalan-jalan ke mall lagi?sama Revan juga?ogah." Sheila sudah tau jawabannya. Bagi Sheila, itu tidak asing lagi. Sheli selalu mengajak Sheila kalau mau pergi bersama Revan-pacarnya.
Sheli mengajak Sheila bukan karena kasihan ingin merasakan jalan-jalan atau sekedar bersenang-senang, melainkan karena dipaksa ibu untuk di temani Sheila. "Kamu tidak boleh pergi berduaan sama Revan. Kalau kamu mau tetap pergi, boleh. Asalkan ada orang lain selain kamu dan Revan. Sheila. Ajak kakak kamu juga kalau kamu mau pergi sama Revan. Sheila juga akan mengawasi kamu." Jelas ibu.
"Mau dong!" Sheli memasang wajah kasihan.
"Ogah,"
"Pliss. Kakakku ini kan baik. Kalau kakak gak ikut, ibu marah dan gak mau ngizinin aku," kata 'Aku' dan 'kakak' selalu di gunakan Sheli saat memohon dan membujuk Sheila agar mau menemaninya. Kata-kata manis penuh pujian. Tidak ada kata 'lo-gue' yang biasa Sheli ucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Shefa 🍁 [end]
Novela JuvenilBaca. Jangan lupa Follow, Vote, and Voment 🍁 "Terkadang, cinta itu membutakan hati dan tidak bisa membedakan sesuatu yang belum pasti," 🍁