Now Playing : Jatuh Hati - Raisa
Happy reading!
***
"AWAS!"
Aku langsung berlari menghindari bola basket yang siap menghantam wajahku ketika mendengar peringatan orang itu.
"Gimana, sih? Harusnya bolanya ditangkep, bukan dibiarin lolos gitu aja." Ia mengambil bola basketnya yang tadi kuhindari. Habisnya, aku takut kegebok bola basketnya, jadi aku sengaja menghindar.
"Kamu mau minta ajarin basket apa minta ajarin ngelamun, sih, Kee?"
Aku meringis. "Maaf, Van. Diulang lagi aja, deh."
Namaku Nada Akeela Kirana. Dan laki-laki di depanku ini, namanya Malik Van Leonard. Harusnya, sih, dia dipanggil Malik. Dulu, aku memanggilnya Van hanya untuk iseng-iseng saja, tapi akhirnya keterusan juga.
Van itu sahabatku dari kelas 1 SMP. Dan kebetulannya, sekarang kami satu SMA lagi. First impressionku pada Van dulu cukup buruk. Kupikir, dia cuma anak payah yang hobinya senyum-senyum nggak jelas.
Aku mulai mengenalnya karena waktu itu kami sekelompok dengan terpaksa. Ingat, itu keterpaksaan. Kami harus sekelompok karena aku kekurangan anggota dalam kelompokku. Aku nggak suka dia, soalnya dia diam terus. Dia memang anak yang aneh menurutku. Kalau ada perempuan yang mengajaknya mengobrol, ia menunduk terus, lalu menjawab dengan singkat-singkat.
Menyebalkan, kan? Terlalu jaim. Sok cool!
Tapi semua jadi berubah semenjak aku mulai mengobrol dengannya. Semua berubah jadi asik dan menyenangkan. Ia memang sedikit aneh, kadang aku suka tertawa karena tingkah anehnya. Tapi ternyata, wawasannya luas sekali, dan makannya juga banyak sekali. Snack di rumahku sampai habis setoples karenanya.
Ternyata, Van memang nggak semenyebalkan itu, dan nggak seburuk itu. Menurutku, dia keren. Walaupun jarang mengacungkan tangan ketika ditanya guru, tapi nilai ulangannya seratus terus. Sedikit omong, tapi aksinya besar. Bukan hanya itu saja, dia juga jago olahraga, terutama basket. Dia juga pintar di bidang seni. Lukisannya bagus, dan suaranya, ah, nggak usah ditanya lagi. Luar biasa! Walaupun nge-bass, tapi suaranya bisa kuat highnote.
Bagaimana rupanya? Baiklah, akan kugambarkan bagaimana rupanya. Kulitnya kuning langsat, matanya sedikit sipit, rahangnya tirus dan keras, hidungnya mancung, alisnya tebal, bibirnya juga tebal, rambutnya apalagi, badai! Hahaha. Seberapa tingginya? Aku nggak pernah menghitung itu. Tapi mungkin sekitar 170-an. Badannya benar-benar ideal, atletis. Nggak terlalu lebar, nggak terlalu tinggi, nggak terlalu kurus, nggak terlalu pendek, pas!
"Nada Akeela Kirana!"
"Eh?" Aku terbelalak. "Kenapa, Van?"
"Dari tadi aku ngomong kamu nggak dengerin, ya?"
Aku meringis. "Sorry..."
Van meraih tas punggungnya. "Udah ah, mau pulang aja."
Aku tertawa. "Yah, kok ngambek, sih?"
Sambil mencibir, Van berjalan di depanku. Aku masih tertawa.
"Tungguin dong, Van!" Kemudian aku berusaha menyejajarkan langkahku dengan langkah Van.
"Jangan marah dong." Aku menyenggol tangan kanannya.
Ia menoleh ke arahku sebentar, tapi kemudian pandangannya kembali lurus ke depan.
"Jangan pulang dulu dong."
Ia masih bergeming.
"Makan dulu, yuk."

KAMU SEDANG MEMBACA
Axiomatic (Telah Terbit)
Fiksi RemajaNada Akeela Kirana, perempuan yang manis, namun sulit untuk membuat keputusan. Ia bersahabat dengan Malik Van Leonard, cowok cool yang kakek buyutnya orang Belanda, dari SMP kelas satu. Lalu ia bertemu dengan Mirza Mahendra, cowok paling menyebalkan...