"Kalau enggak bisa, jangan dipaksa. Salah satu sifat kita adalah keterbatasan. Tidak semua hal bisa kita kendalikan"
***
Pagi ini begitu cerah, namun berbeda dengan raut wajah gadis cantik yang kini tengah berada di kelasnya.
Ara sengaja datang ke sekolah lebih pagi, ia mengerjakan pr-nya yang tak sempat ia kerjakan sebelumnya.
"Hy Ra, lo kenapa pagi banget ke sekolah?" tanya Ralin yang baru memasuki kelas.
"Iya nih, malam tadi gue gak sempat ngerjain tugas."
"Kok bisa? Tumben banget, eh tunggu, gue baru ingat lo malam tadi mau cerita, cerita apaan?"
"Lin, kemarin Keynan peringatin gue buat jauh - jauh dari dia."
"Jadi chat yang lo maksud patah itu hati lo?" Ralin tertawa menatap wajah masam Ara.
"Gak usah ketawa lo, lupain ajalah, bikin mood gue hancur lagi ntar. Gw mau ke kantin, ada yang mau bareng?"
"Yaudah sana, ntar kami nyusul."
"Yaudah gue duluan ya." Ara berdiri dan melambaikan tangannya.
Ara pun segera keluar kelas dengan berlari kecil menuju kearah kantin.
Sesampainya di pintu kantin, Ara mengedarkan pandang untuk mencari meja yang masih kosong. Ara pun memilih meja yang berada di pojokan kantin.
Baru ingin berdiri untuk memesan makanan, ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang.
"Boleh gk gue duduk disini?" tanyanya.
Ara tersentak kaget, "Eeh lo, gue kira siapa. Yaudah gakpapa duduk sini aja van." Ara menggeser tubuhnya.
Devan mengangguk dan duduk didepan Ara.
Disisi lain kantin, Keynan dan Bintang serta Dery sedang duduk tak jauh dari meja Ara, Radit dan Yutha sedang berada di Ruang Osis, entah apa yang mereka lakukan.
Dery menatap kedua orang yang baru saja duduk bersama dipojokan kantin, "Eh itu Devan sama Ara gak sih?" Pertanyaan Dery membuat Keynan dan Bintang mengikuti arah tatapan Dery. "Bos kan lu udah deket sama Ara, kemarin lu anter kan, noh kenapa si Ara sama Devan?"
"Gue mau kesana bentar yah," pamit Dery namun tangannya ditahan oleh Keynan.
"Gak perlu." Tegas Keynan.
"Bos emang gak cemburu gitu?"
"Dia bukan siapa-siapa gue." Keynan kembali menyantap makanannya dengan sekekali melirik meja yang tak jauh darinya.
"Beneran nih bos," goda Dery dengan mata yang berkedip-kedip.
"Hm."
Keynan tak menatap Ara lagi, tapi telinganya yang tajam masih mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh dua orang tersebut.
"Sendiri aja lo?" tanya Devan basa-basi, ia sedikit kesal karena Ara sedari tadi menatap Keynan dan tak menghiraukannya yang jelas sedang berada didepannya.
"Iya, mungkin bentar lagi temen - teman gue pada nyusul." Lagi, Ara menjawab tanpa menatap Devan.
"Lo belum pesen makanan, mau pesen apa? Biar sekalian gue yang pesenin."
"Mie ayam sama Es teh manis aja deh," jawab Ara.
Baru saja Devan berbalik, Ara mencegahnya, menahan tangan kanan Devan, "Makasih Van."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Prince
Teen Fiction"You are a dream I will achieve!" Zahra Olivia Wijaya, biasa dipanggil Ara, cewek pindahan dengan paras cantik, smart, dan ambisius, mempunyai senyum manis yang menambah kesan imut untuknya, bukan hanya itu, ia adalah cewek yang begitu ceroboh dalam...