Hari pertama Farel menginjakan kaki disekolah barunya, ia disambut dengan para perempuan dengan rambut yang ditutupi alias berkerudung. Farel tidak terkejut, disekolahnya juga banyak yang menggunakan kerudung. Tapi disini berbeda, mereka menggunakan kerudung besar yang menutup dada. Aurat wanita disini benar-benar dijaga.
Tapi Farel juga heran, kenapa hanya ada murid perempuan disini. Dimana para murid lelaki? Apa ia salah masuk sekolah? Rasanya mustahil jika begitu.
Ia mendongak menatap kedepan, dan kini para perempuan berkerudung itu memandang Farel dengan wajah bertanya. Farel jadi sedikit canggung dengan tatapan tersebut.
Farel menoleh ketika pundaknya disentuh, akhirnya ia mendapati murid lelaki disini. "Permisi kak, ini gedung putri, gedung putra ada disebelah." Ucap lelaki itu sopan.
Farel mengangguk tanpa basa-basi, lalu melangkah cepat menuju gedung sebelah. Ia sangat malu, apalagi yang menegurnya adalah adik kelasnya sendiri.
Kali ini Farel tidak akan salah lagi, ia berjalan menyusuri koridor-koridor yang masih ramai dan sampai di koridor kelas dua belas.
Farel tak perlu menuju ruang guru, ia dipersilahkan langsung menuju kelas yang akan ia tempati.
"Murid baru, ya?" tanya seorang lelaki dibangku sebelah Farel.
Farel mengangguk, "Farel, pindahan Jupiter," ucap Farel memperkenalkan diri.
"Padahal udah kelas dua belas, ya. Ngomong-ngomong kenapa pindah?"
"Ada problem dikit sama pihak sekolah."
"Aku juga dulu banyak masalah disekolah sebelumnya, terus pindah kesini. Ga usah tegang banget, anak-anak disini baik kok," ujar laki-laki itu terlihat ramah, ada sunggingan senyum di bibirnya.
"Gue sans aja tuh, cuma.. " Farel menggeleng, ia tidak melanjutkan ucapannya, ia malu mengingat kejadian tadi.
"Namaku Adi." Lelaki bernama Adi itu menjulurkan tangannya.
Farel menerima uluran tangan tersebut, "Farel,"
"Sekolah disini bener-bener dididik baik sama guru, kamu juga biasain jangan pake lo-gue, kurangin bahasa kasarnya. Ga masalah sih pake lo-gue, tapi takutnya yang lain ga sreg sama gaya bahasa itu." jelas Adi.
"Oh, oke." balas Farel singkat. Sial, kenapa laki-laki didepannya bisa tau kalau dia anak berandalan.
"Wajahmu gabisa bohong, aku sedikit bisa baca watak orang lain dari wajahnya."
---
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu, kelas yang ditempati Farel juga mulai sepi. Piket kelas hari ini diselesaikan dengan bersih dan cepat, tak heran anak-anak sekolah ini rajin.
Farel berdiri dari bangkunya, ia pergi meninggalkan kelas yang sudah kosong. Berarti Farel lah orang terakhir yang berada dikelas tersebut.
Niatan Farel untuk mengambil motor diparkiran terhenti, ia ingat bahwa tadi ketika berangkat sekolah tidak membawa kendaraan dan diantar oleh sang bunda.
Pilihannya hanya ada dua, pulang dengan menggunakan angkot atau bus umum. Farel sedikit bimbang, ia tidak terbiasa menaiki kendaraan umum.
Pada akhirnya Farel memilih menaiki bus umum, ia tidak mau berdesak-desakan dengan penumpang angkot yang sempit. Ia berjalan menuju halte disebelah sekolahnya.
"Om!" panggil Farel sedikit berteriak karena jarak yang sedikit jauh. Farel berlari mendekat.
Sosok yang Farel panggil tadi adalah ayah Arka yang dikabarkan ayah kandungnya, Farel percaya bahwa lelaki dewasa dihadapannya ini adalah orang baik. Ayah Arka adalah kerabat dekat ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Day To Day ✓
Teen FictionArfarel yang saat itu sedang mabuk mengalami kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhan pada kakinya, dan bundanya mempekerjakan perawat untuk Farel. --- "Waktu dan semesta adalah saksi bisu kisah kami." Dipublish: 26 Mei '20 Selesai: 7 Desember '20