Farel membereskan alat makannya dan segera melipat meja makan kecilnya untuk kembali disimpan di sebelah ranjang.
Keadaan rumahnya begitu hening. Di kamarnya, hanya terdengar suara gesekan-gesekan antar beda yang Farel gerakkan. Tambah lagi sekarang sudah malam hari, suara serangga-serangga di luar rumah pun mulai terdengar.
Usai merapikan bekas makannya tadi, Tyana kembali dengan pakaian formal dan wajah yang terpoles oleh make up. Farel mengangkat alisnya bingung.
"Sudah selesai?" Tanya beliau seraya berjalan menghampiri Farel, mengambil piring yang hanya tersisa noda masakan dan sendok.
"Liat aja sendiri." Sahut Farel malas, perasaannya sudah tidak enak.
"Farel," panggilnya pelan, kali ini ia tidak main-main dan berharap agar Farel bisa mengerti posisinya sekarang.
"Pekerjaan bunda yang sekarang benar-benar gak bisa ditunda, sayang. Kamu bisa ngertiin bunda gak? Apalagi besok perawat yang bunda pekerjakan sudah mulai bekerja. Tolong banget, ya?" Bujuk Tyana.
"Orang tuh kalo bikin janji ditepati, bukan diingkari mendadak."
Farel marah, tentu saja. Jika bundanya pergi malam ini, ia akan kesepian. Rumah besar yang hanya dihuni oleh Farel dan bundanya, ditambah dengan satu supir sekaligus satpam.
"Maaf, bunda juga gak tau." Tyana menundukkan kepalanya, memegang kedua tangan Farel yang reflek ditepis oleh sang empu.
"E-ehm, maaf."
Wanita itu hanya tersenyum maklum, Farel memang tidak terbiasa jika disentuh oleh siapapun termasuk dirinya sendiri, sang ibunda.
"Bun, usahain ya besok perawatnya datang pagi. Farel gak tau mau sarapan apa kalo bunda belum pulang."
Senyum Tyana mengembang, ia hendak memeluk Farel namun niatnya itu ia urungkan saat melihat putranya itu mundur terlebih dahulu sebelum ia rangkul.
"Jadi, bunda boleh pergi? Hanya sampai siang, bunda janji jam 4 sore sudah pulang."
Farel mengangguk setuju, kemudian ia mulai merebahkan tubuhnya.
"Ya udah sana, hati-hati ya."
Lelaki itu tak ingin merasa kesepian, ia memilih untuk terlelap terlebih dahulu sebelum Tyana pergi.
Bisa disebut ia penakut, tapi tidak juga. Sebelum-sebelumnya Farel itu sangat pemberani, kecoa terbang pun berhasil ia injak. Tapi tidak untuk kondisinya yang sekarang, ia takut tidak bisa kabur ketika dikejar hantu atau kecoa karena menggunakan kursi roda itu bukanlah hal yang mudah.
"Iya, bunda pamit ya, Rel." Terakhir, Tyana memberi sedikit usapan pada rambut Farel.
Wanita itu keluar ruangan beriringan dengan lampu kamar yang ikut mati.
---
|| Farel, kalo perawatnya sudah datang, kabari bunda ya
|| Namanya Aqira
|| Suruh pak Imran cari sarapan, jangan yang aneh"Pagi sudah menyambut, pesan dari bunda Farel juga ikut menyambut ketika Farel baru membuka ponselnya setelah beberapa menit lalu mengumpulkan nyawa.
Oh ya, hari ini perawatnya datang. Dan bundanya tidak ada di rumah.
Lima hari ke belakang, ketika ia baru bangun tidur, biasanya bundanya selalu menyiapkan sarapan agar Farel langsung makan. Tapi tidak untuk hari ini.
Iya ||
Farel membalas seadaanya lalu kembali menyimpan ponselnya di sebelah kasur. Pagi hari, ia bingung apa yang harus ia lakukan dengan kaki yang seperti ini selain menunggu guru privatnya datang mengajar di siang hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Day To Day ✓
Novela JuvenilArfarel yang saat itu sedang mabuk mengalami kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhan pada kakinya, dan bundanya mempekerjakan perawat untuk Farel. --- "Waktu dan semesta adalah saksi bisu kisah kami." Dipublish: 26 Mei '20 Selesai: 7 Desember '20