Justin menggenggam tangan Yerim erat, mereka memasuki sebuah toko baju yang cukup besar. Justin menghentikan langkahnya saat mereka sudah berada di area pakaian khusus wanita.
"Ganti bajumu itu Yerim," ucap Justin lalu melepas genggaman tangan mereka.
Yerim memindai sekitar, pandangannya tertuju pada celana jeans. Baiklah, kali ini Yerim ingin menambah koleksi celana jeans-nya. Tapi sebenarnya ia hanya sedang malas memilih pakaian. Yerim mengambil jeans dan kaos lengan panjang yang tebal dan jaket. Tentu saja, Justin pasti tidak memperbolehkannya memakai pakaian terbuka. Lagipula ini sedang musim gugur, suhunya cukup dingin.
"Wae?" tanya Yerim setengah berteriak saat Justin mengikutinya di belakang. Padahal Yerim mau ganti baju di ruang ganti. Justin seharusnya cukup menunggu di luar.
"Aku ikut." Sahut Justin datar.
Yerim mengernyit tidak suka, "andwae, tunggu di sana Justin. Lagipula aku tidak akan menghilang karena aku tidak punya jurusnya," kesal Yerim.
"Nggak mau. Pokoknya aku akan ikutin kemanapun kamu pergi. Sudah cukup untuk yang kemarin." Putus Justin langsung masuk ke ruang ganti mendahului Yerim.
"Ish, tapi ini berlebihan Justin, kau .. ah, yasudahlah aku pakai ruang ganti sebelah saja," Yerim melangkah menuju kamar ganti di sebelahnya. Yerim segera menutup pintu tersebut begitu dia masuk.
"YA! Buka Jeon Yerim!" Justin tidak terima, ia menggebrak-gebrak pintu kamar ganti dengan keras. Pengunjung yang ada di sana bahkan sampai menoleh, begitupun dengan pegawai, namun tidak ada yang berani menegur karena melihat gelagat Justin yang mengerikan.
Yerim meringis mendengar gebrakan Justin dari luar. Ia pun dengan terpaksa membuka pintu tersebut. Justin masuk dengan wajah mengeras, menatap datar pada Yerim.
"Ganti bajunya, aku tidak suka melihatmu memakai itu." Justin menyandarkan punggungnya di sisi kamar ganti. Tangannya bersidekap di depan dada.
"Bagaimana aku bisa berganti pakaian, kalau kau terus menatapku seperti itu, ish." gerutu Yerim. "Berbalik, Justin."
"Apa? Tidak! Aku akan mengawasimu." Alis Justin bertaut tanda tidak suka, "Jangan memerintahkan, eoh?"
Yerim rasanya ingin mengacak wajah Justin. "Menyebalkan!" gerutunya. Namun Justin seolah tidak peduli, ia tetap berdiri bersidekap dengan tatapan tertuju pada Yerim.
Bagaimana Yerim bisa berganti pakaian, kalau tatapan Justin seperti itu.
"Ish!" Yerim berdesis kesal sambil melepas kancing piyamanya. Karena Justin tidak mau berbalik, alhasil Yerim saja yang membelakanginya. Namun agaknya itu sia-sia saja karena di depan Yerim terpampang kaca besar. Sial!
Saat kancing piyama Yerim tertinggal tiga yang belum terlepas. Yerim menghentikan aksinya melepas kancing. Bagaimana dia bisa menahan malu.
"Justin .. !" Yerim tersentak saat tubuh Justin menghimpitnya dari belakang. Yerim mendorong tubuh Justin.
"Cepat ganti Yerim. Apa kau senang memakai baju itu lama-lama, eoh?" tuduh Justin.
"Ani. Jangan asal bicara Justin," ucap Yerim tidak terima.
"Kalau begitu cepat ganti Yerim aku tidak bisa menunggu lagi, atau aku akan kehilangan kendali."
"Kalau begitu jangan menghimpitku," sahut Yerim tak kalah menyebalkan.
Justin tidak menyahuti, ia menjauhkan tubuhnya dan kembali bersandar di dinding. Namun beberapa detik Yerim masih tak kunjung melepas piyamanya.
"Sini biar aku yang mengganti," Justin sudah tidak sabar. Ia meraih ujung belakang piyama Yerim lalu menariknya hingga piyama itu langsung terlepas dari tubuh atas Yerim. Punggung putih mulus milik Yerim terpampang jelas di depannya, dengan tengkuk yang terekspos karena Yerim menguncir Cepol rambutnya.
