27. I Want You To Be My Lady

410 49 19
                                    

Pintu kamar Claudya diketuk oleh penghuni kamar hotel sebelah. "Cla, ini gue." Suara berat Chan menggema di luar kamar.

Claudya berjalan menuju sumber gaduh itu, membukakan pintu untuk Chan. Malam ini mereka ada janji memenuhi undangan dokter Bisma, makan malam di apartemennya.

"Lo udah siap? Tumben cepet dandannya, biasanya udah kayak siput," ledek Chan.

"Udah dong, kan mau ketemu Dokter B. Nggak sabar gue," balas sengit Claudya.

Muka Chan berubah datar setiap kali Claudya menyebut nama dokter Bisma. Claudya sengaja melakukan itu. Claudya duduk di sofa menghadap televisi 32 inc, yang sejak tadi ia biarkan saja menyala. Chan mengikuti, duduk di sampingnya.

"Cla," panggil Chan, yang kepalanya sudah disimpan di bahu kiri Claudya.

"Hmm," sahut Claudya singkat, ia masih fokus melihat foto-foto pada ponselnya. Foto yang mereka ambil siang tadi.

"Ngeliatin apa, sih lo?" tanyanya sembari memainkan ujung rambut Cindy yang tergerai.

"Foto kita tadi, Chan. Lihat deh lucu-lucu, kan? Bagus juga." Claudya masih tidak menghiraukan Chandrika. "Lihat deh, Chan. Hasil foto dokter B, bagus semua, loh," ujar Claudya tanpa menoleh ke Chandrika.

Tanpa suara, Chan meraih ponsel Claudya. Menyimpan di belakang tubuhnya.

"Chan, siniin nggak handphone gue!" rengek Claudya.

Chan hanya menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan, senyum jahilnya terkembang.

"Ya, udah, kalo nggak mau. Gue nggak mau ngomong lagi sama lo!" Claudya mengancam.

Claudya menaikan kakinya ke sofa, duduk bersila membelakangi Chan. Dada bidang Chan menempel pada pundaknya.

"Ngambek?" tanyanya.

Chan memutar tubuh Claudya menjadi menghadapnya. Ia mengangsurkan tangannya menyerahkan ponsel Claudya. Claudya antusias hendak meraihnya, tetapi Chan sudah menyembunyikan kembali ponselnya pada belakang tubuhnya.

Claudya merangkak ke atas pangkuan chan. Tubuh Chan bersandar pada sandaran sofa dengan tangan kiri memegang ponsel Claudya yang masih ia simpan di balik tubuhnya.

Claudya merebut ponsel itu, menjangkau tangan Chan yang ia sembunyikan. Tangan kanan Chan memegang pinggang Claudya agar tidak terjatuh.

Tanpa sadar tangan kiri Claudya memegang tengkuk Chan, sementara tangan kanannya masih meraih mencari ponsel di balik tubuh Chan.

Posisi Claudya sudah seperti anak koala, menempel pada gendongan induknya. Jarak antar wajah mereka sudah terkikis. Entah setan dari mana yang ikut campur dalam hal ini, yang Claudya tahu Chan sudah mendaratkan ciuman hangatnya pada pipi kiri Claudya.

"I want you to be my lady," desisnya, kedua tangannya sudah menangkup wajah Claudya.

Kembali Chan mendaratkan ciumannya. Namun, bukan di pipi, melainkan di bibir Claudya. Meski singkat terasa lembut dan hangat.

Claudya mengalungkan kedua tangannya di belakang leher Chandrika. Chan memajukan wajahnya, mengecup, menyesap bibir Claudya.

Cengkraman tangan Claudya pada rambut belakang Chan semakin menjadi. Chan memperdalam ciumannya, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri mencari posisi pas.

Aku menikmati permainannya. Sial!

Napas mereka masih terengah, sesaat Chan sudah melepaskan ciumannya. Masih dengan posisi Claudya duduk di pangkuan Chan.

Chan membenarkan poni Claudya, mengusap dahinya. Ia sedikit menarik pinggang Claudya agar lebih merapat pada tubuhnya.

Chan mengecup lagi bibir Claudya singkat. "Manis," katanya, sembari tersenyum jahil.

Cindy & Claudya (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang