24

66 26 12
                                    

Vote sebelum membaca ya😊

***********************************

Jawaban Ervan membuat Zia sontak bingung sendiri. Bagaimana bisa ia ikut dengan Ervan ke Jakarta?

"Jelasin." ucap Zia yang menuntut jawaban dari Ervan.

Sebelum menjawab itu, Ervan mengambil napasnya panjang-panjang.

"Jadi sekretaris gue."

"Apa?!" respon Zia pada pernyataan Ervan yang mengklaimnya sebagai sekretaris.

"Ogah! Gue nggak mau. Gimana sama kuliah gue? Bokap gue gimana?" tanya Zia yang tidak terima dengan pernyataan Ervan.

"Seenak jidat lo klaim gue jadi sekretaris lo! Lo pikir lo siapa?" lanjutnya.

Ervan menggelengkan kepalanya.

"Gue udah izin sama bokap lo. Dan lo juga dibolehin. Masalah gaji, gue kasih 15 juta perbulan. Gimana?" tanya Ervan pada Zia.

Zia menggelengkan kepalanya menolak.

"Gue nggak mau!" ucap Zia lagi.

"Kenapa? Bokap lo kan udah ngijinin. Terus apalagi?" tanya Ervan.

"Denger, ya Ervan. Gue baru tertimpa musibah. Dan lo se-enaknya mutusin itu. Juga, gue butuh alasan bokap kenapa nerima tawaran lo itu." jelas Zia sedikit menurunkan nada amarahnya.

"Maka dari itu, gue nggak mau lo kena musibah lagi karena lo masih disini." ucap Ervan dengan nada tinggi.

Hal itu membuat Zia sedikit tersentak. Ada jeda diantara mereka.

Setelah beberapa saat saling menatap, Ervan beranjak dari sofa dan keluar dari kamar Zia.

Zia termenung memikirkan ucapan Ervan tadi. Mungkin jalan lain adalah ia harus menghubungi ayahnya.

Ketika Zia hendak menghubungi ayahnya, pintu kamarnya terbuka. Menampakkan seorang lelaki paruh baya.

"Ayah?"

Ayah Zia kemudian menghampiri Zia dan segera berhambur ke pelukannya.

"Ada apa, Yah?" tanya Zia mengelus lembut punggung ayahnya.

"Ikut Ervan, ya?" bujuk Ayah Zia membungkam Zia.

Zia melepaskan pelukan sang ayah.

"Tapi kenapa?" tanya Zia.

"Ayah, ayah sudah tidak bisa membiayai kuliahmu. Gaji yang ditawarkan Ervan lumayan besar. Maafkan ayah." ucap Ayah Zia terisak.

Zia juga ikut terisak lalu memeluk ayahnya lagi.

"Tapi aku bisa kerja disini. Nanti kalau Zia di Jakarta, ayah sama siapa disini?" tanya Zia.

"Tasya akan menemani ayah. Kamu terima saja tawarannya. Ya?" bujuk Ayah Zia lagi.

Zia menghela napasnya panjang. Ia melepaskan pelukan sang ayah dan mengusap air matanya.

Kemudian Zia mengangguk menyetujui apa yang diusulkan oleh ayahnya.

"Ayah mau beli bubur dulu, ya?" pamit Ayah Zia padanya.

Zia hanya mengangguk.

Kemudian Ayah Zia keluar dari kamar Zia.

"Maafkan ayah sudah membohongimu, nak. Ini semua demi kebaikanmu." ucap Ayah Zia lirih.

***********************************

Setelah mendengar apa yang diputuskan ayahnya, Zia akan menjadi sekretaris Ervan di Jakarta. Setelah satu minggu lamanya ia dirumah sakit, ia kembali kerumah untuk menyiapkan apa saja yang perlu dibawa ke Jakarta nanti.

EENVOUDIG [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang