29

51 18 12
                                    

"Kamu ngapain kesini?" tanya Ervan yang kini hanya bertiga diruangannya, tentu saja bersama Reza.

Tasya yang sibuk dengan ponsel kemudian mengalihkan fokus pada Ervan dibangkunya. "Aku lagi cuti kerja, jadi daripada nggak ada kerjaan. Mending aku kesini deh."

"Kamu udah makan?" tanya Ervan lagi, kini Tasya menggelengkan kepalanya.

Ervan kemudian memberi kode pada Reza untuk membawa Tasya pergi, "Sama Reza aja, makan dulu. Aku masih sibuk."

Tasya yang mendengar kalimat itu lalu mendongak kearah Reza yang tersenyum sopan padanya. "Sama lo? Nggak ada yang lain?"

Reza yang merasa diremehkan pun membuka mulutnya, "Gue emang ada yang salah? Gue ganteng gini masa gak mau?"

"Lo udah punya bini, fokus aja sama bini lo!" sarkas Ervan kemudian diangguki oleh Reza.

"Udah, ya. Aku masih sibuk. Kamu makan siang sama Reza aja dulu." ucap Ervan sekali lagi pada Tasya.

Dengan sangat terpaksa, Tasya menyetujui permintaan Ervan. "Nanti habis makan, aku balik kesini lagi."

Ervan mengangguk. Setelah itu, Tasya dan Reza langsung keluar dari ruangan Ervan. Sepeninggal mereka, Ervan tersenyum memikirkan tingkah Zia tadi.

"Masa dia cemburu?" tanya Ervan kemudian tersenyum-senyum sendiri. Ia merasa bahwa respon Zia terhadap Tasya tadi adalah sebuah kecemburuan.

****

Ervan berjalan sekeliling kantornya, ia sedang mencari seseorang yang ingin sekali ia goda. Tentu saja orang itu adalah Zia.

"Liat Zia? Anak baru disini." tanya Ervan pada kumpulan karyawan yang sedang bekerja, mereka menjawab dengan gelengan kepala sopan.

"Tidak, Pak."

Ervan kemudian melanjutkan misi pencariannya, ia tidak lupa tersenyum kesana dan kesini karena merasa bahwa dirinya diakui oleh Zia sekarang. Setidaknya, cemburu adalah bentuk pengakuan Zia terhadap dirinya.

Dari jauh, Ervan memicingkan matanya. Ia menajamkan matanya, apakah benar yang ia lihat sekarang adalah Zia?

Ervan menghampiri dua orang yang sedang bercengkrama disalah satu sudut kantor. Pemandangan macam apa ini?

"Lo ngapain pake berdua-duaan disini?" tanya Ervan pada Rendy dan juga Zia yang kini menghentikan tawa kedua orang itu.

Rendy dan Zia segera bangkit dari duduknya dan memberi hormat pada Ervan. "Kenapa kalian disini? Emang kantor sekarang jadi tempat pacaran?"

Rendy menunduk, ia merasa bersalah dengan kelakuannya. Sedangkan Zia, ia menatap datar wajah Ervan yang kini sedikit kesal.

Untung saja tempat ini sedikit sepi, karena ini diluar kantor utama. Hanya beberapa karyawan saja yang berlalu lalang disini.

"Jawab!" sentak Ervan pada Rendy. Kini Zia yang mendorong mundur tubuh Rendy dan berhadapan langsung dengan Ervan.

"Kami minta maaf, Pak." ucap Zia yang tidak mengubah ekspresi datar diwajahnya. Mungkin saja kini Zia juga terlihat menahan emosinya.

Ervan tersenyum meremehkan mereka, "Kalo udah jadi orang besar aja kalian bisa bebas. Masih jadi orang kecil aja kelakuan kaya gini."

Mendengar kalimat itu, baik Zia maupun Rendy menatap Ervan heran. Bagaimana bisa ia sesombong itu? Dan ada apa dengan senyum itu? Terlihat sangat sombong sekali.

"Maaf, Pak. Kami tidak akan melakukan kesalahan lagi." ucap Zia kemudian menarik lengan Rendy dan mengajaknya pergi.

"Tunggu! Emang saya nyuruh kalian pergi?" tanya Ervan menyusul langkah Rendy dan Zia yang tidak jauh darinya.

EENVOUDIG [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang