bab 9

629 49 0
                                    

Edrea

Hari ini aku memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri di salah satu taman yang terletak tidak jauh dari Menara Eiffel. Aku tidak lupa membawa kameraku untuk mengambil beberapa gambar pemandangan di saat musim gugur seperti ini. Aku memilih untuk berjalan-jalan sendiri supaya tidak terlalu merepotkan Jeanie untuk menemaniku tiap kali aku ingin berjalan-jalan, meskipun dia dengan senang hati menemaniku katanya. Lagipula, dia mempunyai kesibukan dan dia sedang tidak mendapatkan cuti sepertiku.

Sejak aku sampai di taman ini, aku terlalu asyik mengambil gambar-gambar pemandangan. Musim gugur memang menjadi musim favoritku sejak aku tinggal di Eropa. Aku selalu suka dengan warna oranye daun-daun yang berguguran dari ranting-ranting pohon. Warna oranye dari daun-daun itu selalu memberikan kesenangan tersendiri bagiku.

Memang menjadi kelalaianku juga karena terlalu asyik mengambil gambar, memperhatikan kamera dan objek fotoku sejak tadi sampai-sampai aku tidak sadar kalau aku terus melangkah mundur. Aku sangat kaget dan kamera yang kupegang hampir saja jatuh ketika seorang pria bertubuh tinggi dan lumayan besar menubruk tubuhku secara tiba-tiba.

"Oh my god, I'm so sorry, Miss. Are you okay?" ucapnya sambil berusaha membersihkan bajuku yang terkena tumpahan kopi hitam miliknya. Aku sendiri sangat kaget karena kopi hitam yang ia pegang itu masih sangat panas dan terkena lenganku.

"Oh, it's okay, Sir. No problem, I'm fine," ucapku sambil berusaha membersihkan bajuku — meskipun percuma saja sebenarnya — dan mengelus-elus lenganku yang mulai memerah. Aku tidak bisa menyalahkan pria itu, karena aku juga salah.

"Beneran tidak apa-apa, Miss? Lengan Anda memerah karena tumpahan kopi panas milik saya," ucapnya dengan khawatir.

"Ya, tidak apa-apa, Sir. Saya baik-baik saja," balasku sambil tersenyum padanya.

"Atau begini saja, saya memiliki butik dan ini adalah nama dan alamat butik saya. Untuk sekarang, saya sedang sangat buru-buru, Miss. Anda bisa datang ke butik saya dan saya akan bertanggung jawab untuk pakaian dan pengobatan lengan Anda yang memerah karena tumpahan kopi panas milik saya," ucapnya dengan terburu-buru dalam Bahasa Inggris sambil memberikanku kertas memo yang tertulis nama dan alamat butik yang ia maksud.

"Baiklah, Miss, kalau begitu saya permisi dulu. Maaf sekali lagi, Miss," ucapnya setelah aku menerima kertas memo yang ia berikan.

"Iya, tidak apa-apa, Sir. Maaf juga karena telah merepotkanmu."

Ia mengangguk sambil tersenyum lalu pergi dengan sedikit berlari menuju ke mobilnya.

*.*.*

Bonheur Boutique, 11.30 a.m

Aku memutuskan untuk pergi ke butik milik pria yang tidak sengaja menubruk tubuhku di taman tadi. Aku berada di butiknya saat ini bukan untuk meminta pertanggungjawaban atas pakaianku yang terkena tumpahan kopi ataupun atas lenganku yang memerah, tapi sejak beberapa hari yang lalu aku memang berencana ke butik untuk membeli beberapa pakaian.

Butik tersebut letaknya tidak terlalu jauh dengan taman tadi dan juga sangat besar. Banyak koleksi pakaian dengan kualitas bagus dan tampaknya nyaman sekali jika dipakai. Apakah pria itu pemilik butik dan juga desainer pakaian butik ini?

Setelah memilih beberapa pakaian, aku pun berjalan menuju ke kasir. Dari jarak yang agak jauh, aku melihat pria itu sedang berbicara dengan pegawainya di dekat meja kasir. Ia langsung menghampiriku ketika ia sadar kalau aku sudah berdiri tepat di depan meja kasir untuk membayar pakaian-pakaian yang aku pilih.

"Hai, Miss. Anda yang tadi tidak sengaja saya tubruk di taman, bukan?" tanyanya sambil tersenyum padaku. Ia mengambil alih tugas kasir yang tadinya melayaniku.

Aku mengangguk dan membalas senyumannya.

"Anda tidak perlu membayar pakaian-pakaian yang Anda pilih ini, Miss. Sebagai pertanggungjawaban saya, maka pakaian-pakaian ini boleh Anda dapatkan dengan gratis," ucapnya sambil memasukkan pakaian-pakaian itu ke dalam tas kertas dengan logo butik.

"Oh, tentu saja tidak, Sir. Anda juga hanya tidak sengaja menumpahkan kopi ke satu pakaian saya, sedangkan saya memilih lima pakaian yang saya suka. Jika Anda ingin bertanggungjawab, maka Anda lebih baik memberikan gratis untuk salah satu pakaian saja, Sir, tidak perlu semuanya Anda berikan dengan gratis. Lagipula saya ke sini bukan untuk meminta pertanggungjawaban dan saya juga salah karena tidak memperhatikan sekeliling saya tadi."

Ia menatapku dengan raut muka memastikan apakah aku benar-benar nggak masalah kalau diberikan gratis hanya untuk satu pakaian saja, dan aku tersenyum dengan sangat yakin kalau aku tidak masalah dengan hal itu. Lalu, ia mulai menghitung harga total pakaian-pakaian yang aku pilih dan aku pun menyelesaikan pembayaran.

Aku sudah berada di luar butik ketika pria itu memanggil dan menghampiriku. Aku menoleh ke arahnya.

"Saya lupa menanyakan tentang lengan Anda. Apakah lengan Anda masih sakit karena terkena tumpahan kopi panas milik saya, Miss?"

Aku menatap lenganku sebentar lalu menatapnya kembali. Sebenarnya lenganku masih memerah dan sedikit sakit, tapi bukan masalah yang besar aku rasa.

"Sudah tidak terlalu sakit lagi, Sir. Saya baik-baik saja, Anda tidak perlu khawatir begitu."

Ia menatapku dan lenganku secara bergantian. Aku rasa dia bertanya-tanya dalam pikirannya, apa benar aku baik-baik saja. Aku tersenyum saja padanya, aku hanya tidak mau dia khawatir dengan berlebihan padahal hal tadi juga bukan sepenuhnya salah dia.

"Kalau tidak ada lagi, saya permisi dulu ya, Sir?" tanyaku.

"Sebentar, Miss. Apa Anda keberatan jika kita berkenalan?"

Aku menatapnya untuk beberapa saat dan aku merasa seperti déjà vu. Aku teringat tiga tahun yang lalu ketika Theo menanyakan hal yang sama seperti yang ditanyakan oleh pria yang sedang berdiri di hadapanku ini.

"Miss?"

Aku sedikit terkejut ketika ia memanggilku lagi, "ya, ya, Sir, saya tidak keberatan kok. Saya Edrea." Aku mengulurkan tanganku untuk bersalaman dengannya.

"Saya Patrick. Senang berkenalan denganmu, Edrea," balasnya sambil membalas uluran tanganku dan tersenyum.

*.*.*

Retrouvaille ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang