Edrea
Setelah Theo berkata begitu, aku rasanya ingin menghindar darinya sejauh mungkin. Lagipula, kenapa aku menulis kata-kata seperti itu di email yang kukirimkan padanya? Memalukan sekali, Edrea. Theo menertawakanku setelah itu karena—aku tidak tahu—tapi wajahku dan telingaku terasa panas. Apakah wajahku dan telingaku memerah?
"Kalau kamu terus menertawakanku, lebih baik aku pulang saja, Theo," ucapku.
"Baiklah, aku tidak akan menertawakan kamu lagi. Ayo membahas hal lain saja, Dre, aku tidak mau kalau wajah dan telingamu terus memerah seperti itu."
Baiklah, tebakanmu tepat sekali, Edrea.
Kami mengobrol ringan dan bercanda setelah itu. Tidak banyak yang berubah dari diri Theo selama tiga tahun ini, kecuali dia yang diangkat menjadi direktur utama perusahaan cabang kain milik Papanya di Paris, dan pemikirannya yang lebih dewasa. Hal yang masih sama seperti tiga tahun yang lalu dalam diri Theo adalah senyumnya yang menyebalkan dan menyakitkan mata, dan sifat jahilnya kepadaku.
Kami memutuskan untuk kembali ke dalam restoran dan mengikuti rangkaian acara setelah kurang lebih setengah jam mengobrol dan bercanda di luar. Ketika Theo dan aku sudah berada di dalam, semua orang, termasuk Jeanie, sedang berkumpul di tengah ruangan dan memperhatikan keempat orang yang sedang berdiri di atas panggung. Aku menebak kalau dua diantara mereka adalah kedua orang tua Jeanie, sedangkan dua orang lainnya adalah...
"Papa? Mama? Kenapa mereka berdiri di atas panggung bersama dengan orang tuanya Jeanie?" ucap Theo pelan yang mungkin sebenarnya dia sedang berbicara dan bertanya pada dirinya sendiri, tapi aku dapat mendengarnya. Ternyata dua orang lainnya adalah kedua orang tuanya Theo. Mungkin mereka ingin menyampaikan sesuatu. Aku sendiri tidak mengerti apapun karena aku memang orang asing di sini.
Orang tuanya Theo menatap ke arah pintu masuk dimana aku dan Theo sedang berdiri. Pria yang aku tebak adalah Papanya Theo berbisik kepada pria yang berdiri di sebelahnya yang aku tebak adalah Papanya Jeanie.
"Baiklah. Theodore Kenrick, calon suami anak saya, Jeanie Adayana, yang sedang merayakan ulang tahun ke-dua puluh tujuhnya hari ini sudah berdiri di dekat pintu masuk. Ayo, silakan kesini, Nak, jangan hanya berdiri diam disitu," ucap pria yang aku tebak adalah Papanya Jeanie itu sambil menatap Theo dengan tersenyum lebar. Aku hanya bisa menatap Theo yang berdiri tepat di sampingku dengan sangat bingung.
Aku tidak mengerti apapun. Aku merasa semakin asing berada di sini. Apakah ada sesuatu yang cukup besar yang terjadi tanpa aku ketahui selama tiga tahun ini? Pasti ada.
*.*.*
Theodore
Aku bingung. Sangat bingung tepatnya. Kenapa Papa Jeanie mengatakan hal seperti itu di depan semua tamu undangan acara ulang tahun Jeanie? Terlebih ia mengatakan hal itu ketika Edrea berdiri tepat di sampingku. Aku tahu Edrea sedang menatapku dengan sangat bingung. Aku sendiri sama sekali tidak mengerti apa yang direncanakan oleh orang tuaku dan orang tua Jeanie.
Aku mengajak Edrea untuk berjalan menuju ke tengah ruangan dimana orang-orang berkumpul untuk melihat dan mendengarkan apa yang akan dilakukan dan dikatakan oleh mereka. Kami menghampiri Jeanie yang ikut berdiri di sana dan dia sama tidak mengertinya denganku.
"Jeanie? Apa maksudnya? Aku sama sekali tidak mengerti," tanyaku pada Jeanie.
"Aku juga tidak mengerti, Theo."
Aku mengerti apa maksud dari semua ini, tapi yang tidak aku mengerti adalah, kenapa Papanya Jeanie harus mengatakan hal ini sekarang? Apakah orang tuaku dan orang tua Jeanie sudah merencanakan hal ini dengan sangat baik?
"Mungkin Jeanie dan Theodore sangat bingung dengan apa yang baru saja saya katakan, tetapi saya sebagai Papanya Jeanie dan sahabat saya, Raphael Kenrick, sudah merencanakan hal ini sejak lama, yaitu Jeanie Adayana dan Theodore Kenrick akan segera menikah. Berhubung juga usia dari keduanya sudah cukup layak untuk itu."
Aku tidak mungkin hanya diam saja dengan hal yang disampaikan oleh Papanya Jeanie. Aku meninggalkan Edrea dan Jeanie, lalu berjalan menuju panggung.
"Maaf untuk semuanya, tapi saya pikir, apa yang disampaikan oleh Papanya Jeanie sama sekali tidak benar. Antara saya maupun Jeanie Adayana tidak ada hubungan percintaan apapun. Saya dan Jeanie adalah sahabat sekaligus rekan kerja, dan saya tidak berencana untuk menikah dengannya," ucapku setelah berdiri di atas panggung bersama dengan orang tuaku dan orang tua Jeanie, dan mengambil alih perhatian semua tamu. Papa memegang bahuku untuk menahanku berbicara begitu, tapi aku harus mengatakannya. Aku tidak mau orang-orang menjadi salah paham dengan hal ini.
Dari tempatku berdiri saat ini, aku melihat kalau Jeanie meninggalkan Edrea dan menyusulku ke atas panggung. Jeanie lalu berdiri tepat di sampingku.
"Aku berulang tahun ke-dua puluh tujuh hari ini bukan untuk mendengar Papa mengatakan hal seperti ini di depan semua tamuku. Seperti yang baru saja dikatakan oleh Theodore, ini sama sekali tidak benar. Aku dan Theodore sama sekali tidak berencana untuk menikah. Ini semua hanya rencana tidak masuk akal yang dibuat oleh kedua orang tuaku. Aku berpikir kalau acara ulang tahunku kali ini akan berlangsung dengan baik seperti tahun-tahun sebelumnya, dan bukan seperti ini yang aku harapkan. Maaf," ucap Jeanie lalu berjalan cepat meninggalkan panggung dan restoran.
Aku pun turun dari panggung, tidak mempedulikan orang tuaku yang memanggilku dan tatapan bingung para tamu, dan berniat untuk menyusul Jeanie. Tapi sebelum itu, aku harus menghampiri Edrea yang berdiri diantara tamu undangan dan raut wajahnya seperti menandakan kalau ia sangat bingung dengan apa yang sedang terjadi sekarang. Aku harus membawanya keluar dari tempat ini dan berusaha untuk menjelaskan semuanya.
*.*.*
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille ✔️
RomanceCOMPLETED. The joy of meeting or finding someone again after a long separation. "Aku sekarang lagi di Paris, Theo." Edrea mendapat cuti dari kantornya sehingga ia memutuskan untuk pergi liburan ke Paris. Ia berharap bertemu dengan seseorang yang di...