Edrea
Jeanie: I'm free today. Kamu ada rencana ke mana hari ini, Dre? Biar aku temenin nih.
Jeanie: Musée du Louvre?Aku baru saja bangun tidur dan mendapatkan pesan masuk dari Jeanie. Aku mengucek-ucek mataku sebentar lalu mulai mengetikkan balasan untuk pesannya.
Edrea: Wah, aku mau banget kalau ke Louvre.
Edrea: Yaudah, aku siap-siap dulu ya, Jean.
Jeanie: Oke, aku jemput kamu ya.Aku langsung beranjak dari ranjangku dan menuju ke kamar mandi, lalu bersiap-siap untuk pergi dengan Jeanie ke Museum Louvre. Aku sangat senang karena Louvre adalah salah satu tempat yang masuk ke dalam daftar wisataku di Paris dan juga salah satu tempat yang ingin aku kunjungi sejak dulu.
*.*.*
Musée du Louvre, 10.30 a.m.
"Ini tiket masuk dan map-nya, Dre. Yuk, masuk."
Aku mengambil tiket dan map yang Jeanie berikan padaku, lalu berjalan masuk dengannya ke museum. Louvre memang sangat keren! Sesaat setelah aku sampai ke Museum Louvre, mataku langsung tertuju pada salah satu hal ikonik dari Louvre, piramidanya.
Jeanie mengetahui apa yang aku lihat, lalu ia menjelaskan padaku mengenai piramida Louvre itu. Piramida kaca dan besi besar Louvre dikelilingi oleh tiga piramida kecil di taman Museum Louvre. Piramida utama itu digunakan sebagai pintu masuk ke museum.
Ketika aku dan Jeanie sudah berada di dalam Museum Louvre, kami langsung menuju ke area lukisan-lukisan berada. Aku tertarik dengan salah satu lukisan yang ada di sana, yaitu lukisan Women of Algiers in Their Apartment oleh Eugène Delacroix, sedangkan Jeanie tampaknya tertarik dengan lukisan Autumn oleh Giuseppe Arcimboldo karena ia tersenyum dan memperhatikan detail dari lukisan tersebut dengan sangat serius.
Museum Louvre memang sangat besar dan mewah. Kami menghabiskan waktu empat jam di sana untuk berkeliling melihat lukisan-lukisan dan patung-patung, juga arsitektur yang terdapat di Museum Louvre.
"Gimana menurut kamu Museum Louvre, Dre?" tanya Jeanie ketika kami sudah berada di dalam mobilnya untuk pulang.
"Awesome, Jeanie! Louvre memang salah satu tempat yang masuk ke dalam daftar wisataku selama di Paris dan juga salah satu tempat yang ingin aku kunjungi sejak dulu. I'm so happy, Jeanie, thank you for accompanying me."
"My pleasure, Edrea. Anyway, kita makan siang dulu, yuk? Aku lapar banget nih."
"Boleh, yuk, aku juga lapar nih."
*.*.*
Kalau kita kepikiran banget sama satu hal, apapun yang kita lakukan untuk menjauhkan atau mengalihkan fokus pikiran kita dari hal tersebut pasti nggak akan berarti banyak, karena kita akan tetap kepikiran dengan hal tersebut.
Ya, itulah yang aku rasakan sekarang. Menghabiskan waktu empat jam berkeliling di Louvre, lalu sekarang makan di restoran yang makanannya sangat enak tidak membuatku tidak kepikiran dengan emailku yang belum dibalas oleh Theo. Mungkin karena tidak dibaca? Atau mungkin sudah dibaca tapi memang dia tidak mau membalasnya? Atau mungkin juga kalau alamat emailnya sudah tidak aktif lagi? Entahlah.
"Dre, lagi mikirin apa sih? Makanannya kok diaduk-aduk begitu?"
Aku sedikit kaget karena Jeanie tiba-tiba saja berbicara denganku.
"Oh, oh, nggak, aku lagi nggak mikirin apa-apa kok, Jean. Sorry ya, makanannya jadi aku aduk-aduk begini, nggak tahu deh sekarang rasanya sudah seperti apa, padahal kan tadi aku yang memesan makanan ini."
"Nggak apa-apa, Dre. Mau diganti saja makanannya?"
"Oh, nggak perlu kok, Jean. Nggak apa-apa."
"Kamu sedang mikirin apa sih? Aku tahu kalau kamu pasti sedang memikirkan sesuatu sampai mengaduk-aduk makanan dan melamun."
Atau mungkin aku tanyakan saja pada Jeanie tentang apa yang aku pikirkan?
"Umm Jeanie, kamu pernah nggak ketemu sama satu orang asing yang buat kamu... hmm... sedikit tertarik di suatu tempat?" Sebenarnya aku sedikit ragu untuk bertanya begini dan bilang kalau aku sedikit tertarik dengan seseorang ini.
"Pasti pernah dong, Dre. Memangnya ada apa?"
"Lalu, kalau kamu tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah itu dan kalian tidak berkomunikasi, apakah kamu berpikir untuk bisa bertemu dengannya lagi?"
Jeanie sedikit mengerutkan dahinya setelah aku bertanya begitu. Mungkin dia sedang berpikir apa maksud pertanyaanku.
"Dre, aku adalah tipe orang yang percaya dengan, if that someone is meant for us, and we are also meant for that someone, the universe will let us meet again someday. Mungkin aku bertemu dengan seseorang itu secara kebetulan saja, dan kebetulan juga aku rasa nggak memiliki alasan yang cukup valid untuk terjadi, tapi kembali lagi, aku percaya dengan hal tersebut dan mungkin aku hanya perlu yakin kalau aku akan bertemu dengannya lagi suatu hari nanti. Kalau tidak bertemu lagi dengannya, ya berarti that someone isn't meant for us."
Aku diam untuk beberapa saat setelah Jeanie mengatakan hal itu karena aku butuh mencerna jawabannya. Memang yang ia katakan ada benarnya juga, tapi aku hanya takut dengan kemungkinan bahwa aku nggak akan bertemu lagi dengan Theo.
Di satu sisi, lucu sekali aku rasa kalau aku takut dan terlalu kepikiran mengenai hal ini, padahal aku hanya mengenal dan berkomunikasi dengan Theo selama beberapa hari saja, bahkan tidak berbulan-bulan apalagi bertahun-tahun. Lalu, kenapa aku harus takut dengan kemungkinan kalau aku tidak akan bertemu dengannya lagi?
*.*.*
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille ✔️
RomansCOMPLETED. The joy of meeting or finding someone again after a long separation. "Aku sekarang lagi di Paris, Theo." Edrea mendapat cuti dari kantornya sehingga ia memutuskan untuk pergi liburan ke Paris. Ia berharap bertemu dengan seseorang yang di...