Selamat menikmati!
"Kau menangis..." kata pertama yang Taeri keluarkan untuk memecahkan keheningan di antara mereka. Mata Jungkook sembab, masih merah sama dengan hidungnya. Tidak merusak sedikitpun ketampanannya, malahan membuat terlihat semakin menggemaskan. Taeri tahu ini bukan saatnya untuk bergurau, tetapi mengingatkannya pada Rudolph si rusa kutub natal terutama dengan mata bulat itu. Cukup membuat ia tersenyum tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Ryu Jungkook yang jelas-jelas berusaha menghindarinya dengan melihat lurus ke depan. Ke arah laut. Keadannya berbalik dari sebelumnya, ketika itu Ryu Jungkook terus-terusan menatap sambil melempar pujian kala dirinya berusaha mengalihkan pandangan malu.
Jungkook menoleh dan menatap Taeri yang terlihat jelas sedang berusaha memaksakan senyumannya. Terlalu merasa bersalah. Merasa tidak pantas untuk menangis dan meminta pria itu untuk mengertinya.
"Itu pasti bukan pertanyaan karena kau sudah melihatnya, bukan?" sahut Jungkook yang cukup mengejutkan Taeri. Wanita itu sudah dapat merasakan perbedaan yang terlihat nyata. Taeri tertawa miris, kemudian mengangguk.
"Aku mengerti, kau pasti kecewa, terkejut dan sangat marah." Saat ini mungkin satu-satunya yang bisa Taeri lakukan hanya menerima kesalahan sambil menganggukan kepala. Setidaknya ia ingin kenangan terakhir yang tidak begitu buruk. Tidak perlu terlalu manis, tetapi tidak juga terlalu pahit untuk dikecap pada lidah.
Memasukan kedua tangan di saku celana dan menunduk sesaat terlihat berpikir, Jungkook kembali menatap Taeri dengan lurus. Deru ombak menyapu karang terdengar begitu jelas seraya matahari yang sebelumnya hadir dengan pongah di langit, mulai lelah ingin berganti dengan taburan bintang. Warna langit menjadi magenta, indah dan kelabu secara bersamaan.
"Mau yang mana terlebih dulu kujawab?" tanya Jungkook lagi. Rautnya datar. Sulit dibaca oleh Taeri yang kebingungan. Hanya mulutnya yang terbuka kecil karena malahan Taeri sendiri yang terkejut.
"Aku bingung. Benar-benar bingung. Aku bahkan tidak benar-benar mengerti apa yang aku rasakan saat ini," ujar Jungkook jujur. Cahaya kemerahan membasahi tubuh kedua insan tersebut.
"Aku terkejut? Bisa, ya. Bisa, tidak. Maksudku, sejak awal kedatanganmu, aku sudah menyiapkan diriku dari banyak kemungkinan. Kau terlalu anomali untuk orang biasa yang meminta tolong." Jungkook menarik napasnya. "Lalu sebelumnya, Yoonki hyung memperingatiku ketika dia memilih untuk mendukung keputusanku. Dia bilang bahwa mungkin saja ini berakhir tidak baik. Dia bilang bahwa jangan terlalu percaya pada dirimu."
"Lalu kau jawab apa?" tanya Taeri. Padahal jelas Taeri tidak perlu melempar pertanyaan seperti itu karena pada akhirnya akan menyakiti keduanya.
Cahaya matahari yang terbenam menjadi menyilaukan dengan temaram, tepat menutupi wajah Jungkook sehingga sulit untuk Taeri yang berdiri beberapa jarak dari pria itu, melihat raut wajahnya ketika menjadi. "Aku bilang aku percaya padamu."
Benar, menyakiti keduanya.
"Ya. Kau boleh memakiku karena sangat kecewa dan marah, Ryu Jungkook. Aku memanfaatkanmu." Taeri merasa bersalah. Teramat. Hening cukup lama dan sulit untuk membaca air muka Jungkook karena terhalang cahaya dan bayangan.
"Haruskah?" sahut Jungkook pada akhirnya.
"Aku memang kecewa. Sangat. Tetapi tidak dengan marah... Aku tidak mungkin bisa marah setelah kau membungkuk seperti itu memohon demi kebahagiaanku dan kakakku. Aku tidak mungkin marah ketika kau mengungkapkan identitasmu untuk meyakinkan. Aku tidak mungkin marah ketika—" Jungkook tidak melanjutkan kalimatnya dengan sengaja. Lebih memilih melangkah maju untuk mendekat hingga Taeri dapat melihat wajah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALACHAI ✓
Roman d'amour[ SUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU DENGAN VERSI LEBIH LENGKAP, SERU DAN BERBEDA ] Mungkin Kim Taeri sudah kehilangan akal untuk keluar dalam nerakanya. Dia mempertaruhkan segalanya ketika lelah untuk mati berkali-kali. Berusaha mengakali Ryu...