4. Pulang

4.9K 808 48
                                    

Hari sudah begitu larut, beberapa kali aku menoleh melihat pada jam dinding. Shintaro belum pulang sejak ia berangkat pagi-pagi sekali.

Sebagai istri tentu saja aku gelisah.

Suara pintu yang terbuka membuat kakiku refleks berlari ke arah sumber suara. Shintaro berdiri di sana dengan kemeja lusuh dan wajah lelahnya.

“Selamat datang” sambutku.

Ia tidak menjawab.

“Shin, Kau lelah. Ayo istirahat, aku akan membuatkanmu teh herbal.”

Ia tidak menatapku, arah pandangnya hanya ke lantai atau mungkin malah menatap ujung-ujung kakinya sendiri.

“Aku melakukannya lagi” desisnya.

Aku tahu betul apa yang ia maksud, perlahan kupeluk tubuhnya yang bergetar. Air matanya menuruni pipi, ia menangis. Telingaku terbenam di dadanya, mendengar sesenggukan yang membuatku ikut merasakan kepedihannya.

“Aku tidak bisa menyelamatkan pasienku lagi”

.
.
.

Meskipun sedih, seorang tenaga medis tidak diizinkan menangis di depan pasien maupun keluarga pasien

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meskipun sedih, seorang tenaga medis tidak diizinkan menangis di depan pasien maupun keluarga pasien.

Nikah? (Midorima Shintarō x Reader) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang