Hari sudah begitu larut, beberapa kali aku menoleh melihat pada jam dinding. Shintaro belum pulang sejak ia berangkat pagi-pagi sekali.
Sebagai istri tentu saja aku gelisah.
Suara pintu yang terbuka membuat kakiku refleks berlari ke arah sumber suara. Shintaro berdiri di sana dengan kemeja lusuh dan wajah lelahnya.
“Selamat datang” sambutku.
Ia tidak menjawab.
“Shin, Kau lelah. Ayo istirahat, aku akan membuatkanmu teh herbal.”
Ia tidak menatapku, arah pandangnya hanya ke lantai atau mungkin malah menatap ujung-ujung kakinya sendiri.
“Aku melakukannya lagi” desisnya.
Aku tahu betul apa yang ia maksud, perlahan kupeluk tubuhnya yang bergetar. Air matanya menuruni pipi, ia menangis. Telingaku terbenam di dadanya, mendengar sesenggukan yang membuatku ikut merasakan kepedihannya.
“Aku tidak bisa menyelamatkan pasienku lagi”
.
.
.Meskipun sedih, seorang tenaga medis tidak diizinkan menangis di depan pasien maupun keluarga pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah? (Midorima Shintarō x Reader) [END]
FanfictionMidorima Shintarō adalah suamiku. Catatan : 1. Di sini, ceritanya Shintaro sudah dewasa. Jadi aku (mungkin) tidak menambahkan kata "-nodayo" ataupun "-nanodayo" pada kalimat yang ia ucapkan karena kupikir akan lucu jika ia menggunakan hal tersebut k...