WARUNG Bi Tuti pagi ini sangat ramai oleh sebagian besar anak Ravega yang tengah berkumpul, bahkan jam masuk pelajaran pertama sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu, tapi Rey malah mengumpulkan mereka disini.
"Udah pada kumpul, nih?" tanya Rey.
"Udah bang, tapi nggak semua. Sebagian anggota Ravega yang lain terutama kelas sepuluh pada masuk kelas, kayaknya nggak tahu kita mau rapat." beritahu Billy__salah satu anggota dari kelas sepuluh.
Rey mengangguk. "Oke gapapa, nanti tinggal kasih tahu aja sama yang nggak datang. Ndra, ambilin gue bangku."
Hendra segera mengambil bangku, meletakkan di depan Rey yang langsung di naiki cowok itu. Kini Rey berdiri di atasnya, di hadapan mereka semua.
"Semalam gue dapat teror, lemparan batu di lapisi kertas yang buat jendela kamar gue pecah."
Semalam, setelah pulang dari rumah Reina, Rey memilih istirahat di kamarnya. Namun ketika ia hendak memejamkan mata, sesuatu mengagetkannya. Kaca jendelanya tiba-tiba pecah terkena lemparan batu, dan sepertinya itu sengaja di lakukan.
Saat Rey mengambil batu tersebut, ada secarik kertas melapisinya. Rey masih ingat betul isi dari kertas itu adalah sebuah tantangan. Untuknya, juga untuk Ravega.
Bawa semua pasukan lo ke lapangan benteng besok sore. Nolak? Berarti Ravega nggak lebih dari sekedar sampah! Come on, dude. Lo nggak mau kan siswa Merah Putih yang nggak tahu apa-apa ikut kena imbas? Meteor bisa dengan mudah acak-acak sekolah lo.
Tertanda, Ketua Meteor terdahulu.
Tirta Praseja"Meteor kembali nantangin Ravega, mereka mau kita duel di lapangan benteng sore ini. Nolak, selain kita di cap sampah, mereka mau nyerang Merah Putih." ucap Rey dalam, ada gemercik api kemarahan di matanya saat dengan kurang ajarnya Tirta menyebut Ravega sampah.
Ravega segalanya buat Rey, keluarga keduanya setelah di rumah kediaman Papa Gracio terhormat. Jadi perlu di catat baik-baik, bahwa tidak ada yang boleh satu orang pun menginjak-injak Ravega, karena itu sama saja mengusik harga diri Reygan Arsenio.
"Terus, lo terima tantangan itu?" Dimas bertanya, ekpresinya tidak pernah berubah, always datar sedatar jalan aspal.
"Kenapa, nggak? Dia berani ngusik ketenangan gue dengan mengatakan Ravega sampah, meskipun nggak secara langsung, itu sama aja penghinaan buat gue." wajah yang biasanya selalu menampilkan kekonyolan itu kini berubah saat menyangkut Ravega, kali ini Rey memang sudah tidak bisa meluaskan rasa sabarnya lagi.
Meteor benar-benar menantangnya, waktu lalu Mardi di keroyok tanpa sebab sampai mengakibatkan temannya itu masuk rumah sakit, membakar jaket Ravega dan membuat Mardi di pindahkan sekolah ke kampung oleh orang tuanya. Rey masih bisa sabar untuk tidak melanjutkan niatnya menyerang balik.
Namun sekarang, batas kesabarannya sudah habis manakala semalam geng bajingan itu berani membuat Reina ketakutan karena di kejar-kejar.
Emosi, amarah, serta kesumat sudah lama menumpuk di benaknya, dan mungkin sore nanti, adalah waktu pelampiasan.
"Gue masih bisa tahan emosi buat nggak nyerang balik waktu Mardi di keroyok sampai jaket Ravega di bakar. Tapi kayaknya kali ini kalau semakin di biarin geng sialan itu makin jadi, gue nggak bisa tinggal diam."
"Mereka jual, kita borong! Nggak ada penolakan lagi bagi Ravega, pokoknya kita datang sore ini, setuju?!"
"SETUJUU!!!" serempak mereka semua, gemuruh persatuan suara membuat kebisingan warung bi Tuti. Semua anggota bersorak menyetujui tindakan Rey yang menerima tantangan. Sebab, mereka semua juga sudah muak dengan tingkah menjijikan Meteor yang terus menerus mengundang ulah.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST REYGAN [COMPLETED]
Fiksi RemajaReina itu gadis yang di cintainya, dan Ravega adalah geng motor sekaligus keluarga kedua baginya, dan Rey, adalah yang memiliki keduanya. Namun, apa jadinya jika Reina meminta untuk Rey melepaskan salah satu dari mereka? Apa Rey sanggup memilih? [R...