Rafa duduk di sofa dekat jendela, bahunya bersandar dan matanya fokus pada wanita yang tengah tidur cukup pulas setelah dua malam selalu menangisi penyesalannya, dia menarik napas dalam. Sebenarnya setelah kejadian waktu itu, Rafa sudah tak ingin lagi berurusan dengan Risa. Tapi, saat mengetahui bahwa wanita itu sedang berada di apartemen Alden, Rafa buru-buru menghampirinya yang padahal waktu itu, dia sedang bersama Gia. Dia terpaksa meninggalkan Gia di jalan dekat rumahnya dengan satu set speaker baru yang cukup berat jika Gia harus membawanya sendiri, tapi pria itu terpaksa meninggalkan Gia sebab dia tahu siapa dan bagaimana Alden, pesan suara yang Risa kirim cukup membuatnya khawatir sebab wanita itu terdengar sangat ketakutan dan menangis.
Saat itu, Rafa menemukan Risa hampir saja mati di dalam apartemen Alden yang tadinya terkunci dari dalam dan dia enggan membukanya meski Rafa sudah menggedor dan berteriak cukup keras untuk Alden membuka pintunya sampai akhirnya Rafa memanggil satpam dan meminta kunci cadangan kemudian membuka pintu itu. Di dalam, Risa berada di kamar Alden dengan terduduk lemas di dekat kasur, bajunya basah entah karena apa, rambutnya berantakan, matanya sembab dan darah keluar dari hidungnya. Tangisnya semakin menjadi begitu melihat Rafa akhirnya muncul di depannya, untuk yang kedua kalinya --pria itu menjadi pahlawan bagi Risa.
Sementara saat itu juga Alden di bawa ke kantor polisi oleh pihak apartemen, dan Rafa membawa Risa ke sini, ke apartemen milik keluarganya yang sudah lama tak terpakai. Awalnya dia ingin mengantarkan Risa pulang tapi wanita itu menolak, dia takut karena keadaannya yang kacau --juga sesuatu yang kini berada di dalam perutnya. Risa bilang dia hamil.
Rafa tersenyum getir saat mengingat Risa mengatakan itu, ada kecewa di hatinya. Bagaimana pun, Rafa pernah menyayangi Risa sebelum wanitanya itu tidur dengan Alden saat di mana seharusnya dia datang pada Rafa yang tengah sakit dan sendirian di rumah sakit saat itu.
Rafa tak tahu dan tak pernah mau tahu alasan kenapa Risa berbuat seperti itu, tentang Risa baginya setelah saat itu sudah tak penting lagi.
Ponsel Rafa berdenting, dia menoleh ke samping di mana ponselnya terletak. Nama Gia tertera di layar datar yang menyala itu.
Gia; Raf, lo baik-baik aja kan?
Rafa tersenyum membaca pesan singkat itu, tanpa membalas dia kemudian langsung menekan tombol telepon. Suara sambungan telepon terdengar dua kali sebelum akhirnya suara wanita dengan rambut sebahu itu menyapa.
"Rafaaa!" sapa Gia, suaranya terdengar riang di seberang telepon. Entah apa yang membuat wanita itu terdengar begitu bersemangat padahal ini sudah cukup malam.
"Hai Giara. Gue baik-baik aja kok." sahut Rafa sambil tetap tersenyum yang padahal wanita itu tak bisa melihatnya.
"Huhh, syukurlah. Soalnya lo ga ada kabar dua hari. Kirain kenapa-napa."
Rafa tak langsung menjawab, suara Gia terdengar begitu merdu masuk ke dalam telinganya, berada di dekat gadis itu selalu saja membuat jantungnya berdegup tak normal bahkan meski sekarang Rafa hanya mendengar suaranya. Gia berbeda, wanita itu sangat mandiri dan tak pernah ambil pusing soal apapun, sejauh ini, itu yang Rafa tahu tentang Gia.
Sejak dua hari yang lalu dia memang sama sekali tak sempat memberi kabar pada Gia karena dirinya sibuk mengurus Risa yang tak mau di tinggal barang sedetikpun, wanita yang pada dasarnya manja itu jadi semakin manja karena kehamilannya, itu yang Risa bilang. Entah benar atau hanya alasannya saja, Rafa tak tahu.
"Lo di mana?"
"Di mana lagi gue jam segini kalau bukan di toko."
Rafa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Oh iya, udah mau balik? Gue jemput ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heavy Rainfall
Teen FictionTentang dua pasang anak kembar dengan permasalahannya masing-masing dan hujan selalu terlibat dalam rasa sedih juga bahagia mereka. Kiara masih harus menyelesaikan hubungannya dengan mantan kekasihnya --Bima, sebab ada sesuatu yang membuat mereka sa...