EMPATBELAS

45 12 2
                                    

Sepanjang malam, Kafa sama sekali tak memejamkan matanya barang sedetikpun. Dia hanya terus diam sambil matanya tak lepas melihat ke arah gedung apartemen Bima, berjaga-jaga kalau-kalau Kia keluar dari sana tengah malam. Tapi, sampai pukul tujuh pagi pun Kia tak kunjung keluar dari sana, ada rasa khawatir yang begitu mendominasi hatinya Kafa saat ini. Dari cerita Gia, Bima tak cukup baik jika sedang dalam keadaan marah, pria itu sedikit kasar. Dan, saat ini Kafa hanya bisa menebak-nebak apakah semalam Kia membuat pria itu marah? Lalu, akhirnya Bima melakukan hal-hal yang tidak terduga sampai Kia tak bisa keluar dari sana?

Rasanya Kafa ingin sekali menerobos masuk ke dalam sana, mengecek keadaan Kia. Tapi, niatnya itu urung dia lakukan saat matanya akhirnya menangkap Kia berjalan keluar bersama Bima bahkan saling berpegangan tangan. Kafa menghela napas lega, setidaknya Kia baik-baik saja dan keluar dengan selamat dari sana.

Tapi, tetap saja. Mata Kafa tak lepas dari gerak-gerik dua muda-mudi itu yang berjalan ke arah mobil berwarna putih milik Bima. Kini, bukan lagi rasa khawatir yang mendominasi hatinya. Tapi, cemburu. Iya, Kafa cemburu melihat pemandangan di depannya itu. Kafa tidak tahu jelas apa sebenarnya hubungan mereka, tapi dari yang Kafa tahu, mereka adalah sepasang mantan kekasih, dan jika melihat saat mereka keluar dari gedung apartemen tadi, bukankah besar kemungkinan mereka sudah... Kembali?

Kafa menggelengkan kepala, mencoba menyingkirnya pikirannya tentang Kia dan Bima. Kemudian, dia memutuskan untuk pergi dari sana saat mobil Bima juga sudah melaju dari gedung apartemen itu. Sebelumnya dia melihat jam yang ada di ponselnya, pukul delapan lewat limabelas menit. Dan, matanya saat ini sangat mengantuk sebab semalaman dia tak tidur, badannya juga terasa tidak enak sebab hujan juga mengguyur deras semalam di sertai angin dan juga kilatan petir, Kafa tak sempat mengambil jaket saat dikabari Gia untuk menjemput Kia. Dan, semalaman itu dia kedinginan di dalam mobil sendirian. Tapi, akhirnya dia tetap memutuskan untuk pulang meski dalam keadaan sangat mengantuk.

☔☔☔

Gia terbangun karena suara tangisan Lala, dia semalam tidur bersama Lala di kamar Kia. Dan, saat matanya terbuka, dia langsung melihat sekeliling. Tak ada Kia di mana pun di sudut kamar ini, mungkin dia tidur di kamar Gia. Atau mungkin dia sudah berada di bawah membantu Ibu beres-beres. Tapi, kalau memang iya dia tidur di kamar Gia, kenapa boneka Lala masih tidak ada? Apa mungkin Kia tidak pulang?

Gia menenangkan Lala sebab ini masih sangat pagi, jadi Gia berusaha kembali membuat Lala tidur. Sambil mengusap-usap punggung Lala, Gia meraih ponsel yang berada tak jauh darinya kemudian menyalakan ponsel itu. Tidak ada notifikasi apapun dari Kia di layar ponselnya. Kemudian setelah Lala sudah kembali tidur. Gia meninggalkan Lala, dia menuju kamarnya untuk melihat keberadaan Kia. Dan saat dia membuka kamarnya, di sana kosong. Tidak ada Kia. Kalau benar Kia tidak pulang, kenapa dia tidak mengabarinya sama sekali? Atau sesuatu terjadi padanya sampai Kia tak bisa pulang?

Saat sedang sibuk mencari keberadaan Kia, dia mendengar suara beberapa orang bicara di bawah. Kemudian sebelum dia memutuskan untuk turun, dia menuju kamar mandi yang berada di lantai dua ini, membuang air kecil, gosok gigi dan mencuci muka. Semuanya Gia lakukan dengan terburu-buru, sebab suara dari bawah sana sudah bukan lagi seperti suara orang yang mengobrol tapi terkesan berdebat. Setelah selesai dengan aktifitasnya itu, Gia turun dan dia melihat Ibu, Kia dan Bima di ruang tamu.

"Saya udah ga butuh pertanggung jawaban kamu, Bima. Semuanya udah telat, dan jangan berani-berani lagi kamu temuin Kia apa lagi Lala!" suara Ibu terdengar tinggi, Gia berdiri di samping sofa yang sedang Ibu duduki. Mata Kia dan Bima langsung beralih menatap Gia yang baru saja datang.

Heavy RainfallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang