Re-Upload
Mature Content 21+
Tersedia dalam bentuk E-book.
[FANFICTION BTS BOOK 3]
Menjadi orang tua tunggal bukanlah keinginan Jungkook. Membesarkan anaknya seorang diri tanpa sosok wanita yang ia sayangi berada di sisinya, hingga ia lalai menjaga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Ya. Simpan di gudang.”
Pria paruh baya berjalan menunduk sebentar sambil melewati majikannya yang sedang memandang luar mansionnya dari jendela yang transparan. Anak mata sang majikan memperhatikan anaknya yang berusia enam tahun menendang bola berwarna merah sedangkan Ibu sambungnya sedang memainkan game di ponsel.
Heol, seperjalanan pulang menjemput Johnsan dari sekolah tadi, Ailee terus tergila-gila dengan game survival. Yah, salah satu wali murid merekomendasikan pada Ailee saat wanita itu mendadak mengeluh karena bosan di rumah seharian.
Jeon Jungkook mengambil rokok di atas meja kemudian menyalakan pemantik. Membuat sebatang rokok itu mengeluarkan asap. Pandangannya lalu teralih pada foto besar terpasang nyaman di atas dinding.
“Tanpa Lee Ahra,” katanya sambil menarik sudut bibir untuk mengagumi mata indah berwarna biru yang terpatri jelas di foto.
“Dia hanya kenangan, kau bisa menyimpannya dalam hati sepuasmu Jeon Jungkook. Tapi Ailee adalah masa depanmu, jagalah sebelum dia menjagamu.”
Kepala pria itu mengangguk. Ya, dia akan menjaga sebelum wanita muda itu menjaga dirinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ketukan heels berwarna putih dengan hak setinggi lima centimeter memecah keheningan malam. Koridor besar gedung tinggi itu membuat siapapun bergidik ngeri kala tak sengaja mendengarnya. Tubuh gemulai pemilik sepatu berjalan anggun melewati kubikel para karyawan.
Klak
“Oh!” ia meringis kesakitan saat tak sengaja tersandung kaki kursi. Wanita muda tersebut kembali berdiri, “Aaa!!”
Matanya bergetar, dalam keremangan cahaya ia memerhatikan tubuh tegap dengan tangan bersembunyi di saku celana. Disisa-sisa keterkejutannya, wanita itu lantas menaikkan dagunya.
“Anda tidak sopan.”
“Bukankah seharusnya aku yang mengatakan hal seperti itu, tidak sopan karena berteriak di ruanganku,” suara bariton si tegap tadi membuat bulu kuduk sang wanita muda meremang. Tapi masih kokoh mempertahankan dagunya di tempat.
