Arsa berlari dengan cepat. Sudah 5 menit ia berlari dari sekolahnya. Sesekali Arsa berhenti sejenak untuk mengatur napas. Jujur saja, berlari seperti ini sangat melelahkan.
Kemudian, saat Arsa sedang serius berlari, ia melihat seorang anak perempuan berusia sekitar 6 tahun menangis di pinggir jalan. Ia pun menghampiri anak kecil tersebut.
"Dek, kamu kenapa nangis?" tanya Arsa sambil berjongkok di depan anak itu.
"Es krim aku jatoh kak, padahal tadi baru beli di warung. Aku pengen banget makan es krim. Aku mau beli lagi tapi uangnya ga ada." Anak kecil itu menunjuk es krim yang tergeletak di tanah. Arsa pun melihat es krim itu.
"Oh gitu, tunggu bentar ya," ucap Arsa tersenyum.
"Iya kak." Anak perempuan itu mengangguk.
Arsa pun berlari mencari warung terdekat yang menjual es krim. Tak sampai dua menit, Arsa menemukan sebuah warung yang menjual es krim. Dengan sisa uang sakunya yang tinggal lima ribu rupiah, ia pun membeli sebuah es krim dengan harga tiga ribu rupiah.
Setelah membeli es krim, ia segera kembali menghampiri anak kecil tadi..
"Ini dek, buat gantiin es krim kamu yang jatoh. Jangan nangis lagi ya." Arsa tersenyum manis sambil memberikan es krim tersebut pada anak kecil itu. Mata anak kecil tersebut langsung berbinar senang.
"Makasih ya kak. Kakak baik banget." Anak kecil tersebut tersenyum senang.
"Sama-sama dek. Kakak langsung pergi lagi ya," pamit Arsa.
"Oke kak, daah... " Anak kecil tersebut melambaikan tangannya pada Arsa. Arsa pun balas melampaikan tangan.
Setelah itu, Arsa berlari lagi dengan cepat menuju rumah Aras. Dengan napas terengah-engah, ia tetap berusaha secepat mungkin untuk sampai ke rumah Aras.
Sekitar delapan menit kemudian, Arsa pun sampai di depan rumah Aras. Ia lalu berpikir sejenak. "Gue masuk lewat pintu depan atau langsung ke jendela kamar Aras ya? Kalo langsung lewat jendela kamar, kurang sopan, kesannya kayak gue mau maling. Tapi kalo gue masuk lewat pintu depan, bisa ketahuan Bu Risa, ntar gue malah ngobrol-ngobrol dulu sama Bu Risa."
Setelah menimbang-nimbang, ia pun memutuskan untuk masuk lewat jendela kamar Aras. "Bodo amat deh gue kayak maling, yang penting tugas prakarya Aras bisa gue bawa ke sekolah."
Arsa bergegas ke jendela kamar Aras lalu masuk ke kamar Aras lewat jendela tersebut. Di dalam kamar Aras, Arsa sudah langsung menemukan tugas prakarya Aras yang berupa rumah-rumahan itu di atas meja belajar.
Arsa pun mengambil rumah-rumahan tersebut lalu segera keluar lewat jendela lagi.
"Sekarang gue tinggal lari lagi ke sekolah. Mungkin lima belas menit lagi gue nyampe di sekolah lagi." Arsa memperkirakan.
Arsa pun berlari meninggalkan rumah Aras menuju ke sekolah sambil membawa rumah-rumahan Aras. Ia berlari dengan cepat untuk mengejar waktu sebelum nama Aras dipanggil maju ke depan kelas untuk mengumpulkan tugas prakarya.
***
Ini sudah 35 menit sejak Arsa keluar kelas tadi. Aras tidak bisa tenang di tempat duduknya.
"Van, Do, si Arsa kok sakitnya lama banget ya, dia blom balik dari UKS sampe sekarang." Aras mencurahkan kegelisahannya pada Evan dan Ando.
"Mungkin dia emang lemes banget Ras. Dia butuh istirahat di UKS makanya dia blom balik ke sini." Ando berasumsi.
Evan pun setuju dengan Ando. "Nah iya tuh, bener kata Ando. Udah, lo jangan terlalu cemas. Kita berdoa aja semoga Arsa cepet ilang sakitnya, terus bisa cepet balik ke kelas lagi deh."
![](https://img.wattpad.com/cover/228467465-288-k176614.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Hearts (TAMAT)
Novela JuvenilAras dan Arsa bersahabat sejak kecil. Kian lama, Arsa menyayangi Aras lebih dari sekedar sahabat. Namun sayangnya, ketika mereka remaja, Aras menyukai teman sekolah mereka yang bernama Karyn. Arsa sangat takut kehilangan Aras. Tapi perlahan-lahan Ar...