Setiap saya scroll tiap dari awal cerita ini, saya rasanya acak acakan cara penulisan saya. Kalau kalian suka kesel sama penulisan saya, bilang aja ya 🙇
ㅡㅡㅡㅡ◈ㅡㅡㅡㅡ
Jimin sedari tadi menelungkupkan kepalanya, dia terpejam atau entah lah, Jeongyeon tidak mengerti tentang perkataan Jimin yang tiba tiba itu. Sesaat kemudian, Jimin mengangkat kepalanya, menoleh lantas tersenyum tipis ke arah Jeongyeon.
"Kau tahu tidak? Aku lelah" dia berkata demikian sembari tertawa pelan. Hal itu justru membuat Jeongyeon semakin tidak paham harus berbuat apa, sejujurnya dia bergidik ngeri mendengar tawa Jimin namun hal itu berubah saat melihat wajah letih pemuda disebelahnya.
"A-aku tidak tahu seberapa lelah yang saat ini kau rasakan..." ucap Jeongyeon canggung sembari menepuk pundak Jimin.
"Tetapi aku yakin, kau pasti bisa, Jim" sambungnya. Jimin memiringkan kepalanya, manik sabitnya kembali terpejam untuk beberapa saat.
"Kau sangat yakin aku bisa? Entah lah, rasanya sangat sulit. Sulit sekali sampai aku lupa bagaimana melepas simpul tali yang melilit ku"
Jeongyeon tertegun, dia menatap lekat pemuda yang kini tengah menghela nafas, lalu mendongak untuk kembali menatap hamparan langit tanpa satupun bintang diatas sana, hanya awan kelabu yang saling berjalan pelan.
"Jim.."
"Lupakan, aku baik baik saja. Tidak perlu cemas" pemuda itu masih tetap mendongakkan kepala, ekspresi wajahnya berubah, menggambarkan baik baik saja yang dipaksakan.
Namun sepersekian detik kemudian dia kaget lantaran sekarang ada tubuh mungil yang tengah merengkuhnya, menepuk bahunya perlahan.
"Aku tidak mencemaskanmu, bodoh. Aku hanya takut melihat kau meringis, tersenyum, bahkan tertawa tiba tiba"
Rengkuhan Jeongyeon belum terlepas, Jimin tersenyum, kali ini senyuman tulus. Dia membalas rengkuhan Jeongyeon. Sesaat hening, tidak ada satu katapun yang keluar diantara mereka.
Keduanya segera melepas pelukan itu saat sadar sudah cukup lama memeluk satu sama lain, Jeongyeon kini tengah menatap Jimin dengan tatapan yang menyelidik. Dia mengerutkan kening lalu mengingat sesuatu, Jimin yang ikut bingung dengan tingkah Jeongyeon lantas menyentil dahi gadis itu.
"Sakit bodoh! Kau pikir dahi ku ini terbuat dari papan hah?! Sialan"
"Bukan salahku, kau yang terlihat aneh, rasa rasanya perlu aku luruskan isi kepalamu" ucap Jimin tenang meski sekarang Jeongyeon menatapnya dengan tatapan kesal setengah mati.
"Aku bingung, sejak kapan kita berbaikan, Jim?"
Jimin menoleh lagi, kali ini ikut mengerutkan kening.
"Memangnya ada yang mau berbaikan dengan manusia sepertimu? Aku bahkan sama sekali tidak merasa kita berbaikan"
"Park sialan, sia sia aku bertanya. Rasanya emosiku selalu naik didekatmu"
"Oh ya? Sekarang aku baru tahu kau memiliki emosi, woah"
"Memang sangat cocok mengumpat didepan wajah mu itu, Jim"
Hal itu membuat Jimin tertawa puas melihat wajah mungil itu tampak menahan emosi. Dia bahkan terbahak bahak saat ini, membuat satu tinju mendarat di perutnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/164685580-288-k170047.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
EUPHOBIA [END] ✔
FanfictionWarn : Cerita ini saya tulis tahun 2018 sampai 2021 yang mana tulisan saya masih sangat kacau dibeberapa part dan saya sengaja tidak merevisi untuk melihat progres saya dalam menulis dari tahun ke tahun. Juga karena malas:> - ▪ - Just cheese story a...